The VICE Guide to Right Now

Bukit Propok Rinjani Ditutup Lagi, Akibat Pendaki Ketahuan Dugem Massal di Masa Pandemi

Kabar orang nekat dugem di lokasi wisata Lombok yang belum lama buka lagi itu bikin kita yakin Indonesia memang siap melampaui 200 ribu kasus Covid-19.
Pendaki Kepergok Dugem Massal di Bukit Savana Propok Taman Nasional Rinjani NTB di masa Pandemi Corona
Ilustrasi tangan di acara konser EDM [kiri] oleh York Klinkhart/lisensi CC 3.0; foto Bukit Savana Propok di TN Gunung Rinjani oleh Surya Sriyama/via Wikimedia Commons/ lisensi CC 4.0

Kita makin sadar bahwa di balik tumpukan bakat berlimpah yang negara ini punyai, ada juga kelompok masyarakat yang selalu sukses bikin kita ngelus-ngelus dada setiap hari. Contoh mutakhir terjadi Sabtu (1/8) kemarin, saat pengunjung Bukit Savana Propok ketahuan berdugem ria tanpa mengacuhkan protokol kesehatan.

Ada yang merekam keriuhan ajojing, lantas videonya viral. Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) sebagai penanggung jawab kawasan merespons cepat. Mereka langsung menutup kawasan dari pengunjung untuk sementara.

Iklan

“Kami akan tutup sementara mulai hari ini (5/8). Kemudian kita akan evaluasi bersama dengan pemerintah daerah, kelompok sadar wisata, dan kepala desa. Menurut kami itu melanggar [protokol kesehatan]. Solusinya cuma satu, kita akan tutup sementara karena jenis pelanggarannya kategori yang bisa membuat kluster baru penyebaran COVID-19,” kata Kepala BTNGR Dedy Asriady kepada Antaranews.

Padahal, Bukit Savana Propok baru aja dibuka pada 7 Juli kemarin semenjak ditutup sementara akibat pandemi. Jelas saja pihak BTNGR sakit hati karena merasa dikhianati para pengunjung yang sudah dipercaya masuk untuk patuh pada protokol kesehatan.

Setelah kejadian ini, bisa jadi ada pertambahan syarat-syarat bagi pengunjung yang datang ke Bukit Savana Propok. Misalnya pelarangan alat-alat yang menimbulkan kebisingan.

Mendengar kabar, Kepala Dinas Pariwisata Lombok Timur Mugni berlaku normatif. Doi menyayangkan kejadian dan meminta kejadian tidak berulang.

“Saya menyesalkan atas kejadian tersebut, karena seharusnya mereka menggelar kegiatan yang positif. Apalagi kami di Lombok Timur ini ingin mengembangkan pariwisata tanpa maksiat, yang kami inginkan wisata ini mendatangkan barokah untuk kemajuan wisata di Lombok,” ujar Mugni dilansir iNews.

Hasrat bergoyang dan berdendang di mana saja dan kapan saja tampaknya telanjur ada dalam nadi masyarakat Indonesia. Maret lalu di Kota Depok misalnya, kita sempat dikejutkan sama berita sejumlah warga yang rutin bikin dangdutan di kuburan sebulan sekali. Biasanya, alunan musik dangdut dari gerobak sound system mengumandang sejak jam 8 malam, dipimpin biduan dan dihadiri sekitar 20 orang.

Iklan

Sangking tidak bisa dibendungnya keinginan pesta, RT setempat sampai menyerah untuk menegur. “Saya udah pernah tegur RT-nya, tolong tegur itu kan makam. Kata RT-nya, ‘Gue udah pusing, gimana. Susah, enggak pernah didengar’. RT sudah angkat tangan, nyerah. RW juga udah nyerah,” kata penjaga makam bernama Fuad.

Dugem di gunung dan kuburan di tengah wabah mematikan emang berhak dapat label kurang ajar. Tapi, tunggu sampai Anda dengar berita kurang ajar yang satu ini.

Juni tahun lalu, ada sejumlah pemuda di Jepara kebelet pesta yang berpikir praktis. Daripada dugem di satu tempat, mengapa acara dugemnya enggak dibawa ke banyak tempat sekalian?

Buah pikir mengagumkan (bagi mereka) itu menghasilkan keputusan bersejarah (bagi mereka): para pemuda tersebut menghiasi mobil pick-up dengan sound system, lalu membawanya berkeliling di jalanan sembari diiringi alunan musik dugem dan dangdut keras-keras. Hadeh, pamer playlist kok caranya norak banget.

Bibit kekurangajaran makin menjadi karena mereka melakukan aksi tersebut di malam takbiran, sambil mabuk pula. Bayangin, di antara konvoi-konvoi umat Islam yang menggemakan takbir merayakan hari rayanya, mereka haha-hihi sambil tipsy menyisipkan lagu-lagu jedag-jedug.

“Kami merasa curiga dengan kendaraan yang bukannya menggemakan takbir, namun menyetel musik dangdut dan DJ. Kemudian kami lakukan pemeriksaan dan benar ternyata terdapat beberapa botol miras tersimpan di bawah sound system. Mereka langsung kami bawa ke Polres Jepara untuk dilakukan pembinaan,” kata Kapolres Jepara Arif Budiman, dilansir Joglosemarnews.

Plis lah. Mabuk boleh, rese jangan.