Cinta

Begini Rasanya Naksir Laki-Laki, Tapi Punya Kedekatan Emosional dengan Perempuan

VICE ngobrol bareng orang-orang yang ketertarikannya bertentangan, tergantung jenis kelamin.
Ketertarikan seksual pada laki-laki, dan ketertarikan emosional pada perempuan
Kolase: VICE / Foto milik Luka Hauptmann, Quin May dan Stephen Brenland 

Saat beranjak dewasa, Quin May yakin ada yang tidak beres dengan dirinya. Lelaki 20 tahun dari Mississippi, Amerika Serikat, tak pernah merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis seperti yang digambarkan teman-temannya.

Dia masih tertarik pada perempuan, tapi alasannya bukan karena fisik.

“Saya cuma bisa menyetujui omongan [laki-laki] saat mereka memuji penampilan [fisik perempuan]. Orang-orang bakal menganggap saya aneh kalau berpikir sebaliknya. Tapi begitu masuk SMA, saya akhirnya menyadari kalau saya tertarik secara seksual pada laki-laki dan tertarik secara emosional pada perempuan,” terangnya saat berbicara dengan VICE.

Iklan

Sementara orang heteroseksual menyukai lawan jenis, mereka yang menyebut dirinya gay atau lesbi tertarik dengan sesama jenis. Orang biseksual menyukai kedua jenis kelamin, sedangkan pansexual bisa menjalin hubungan asmara tanpa pandang gender. Namun, apa pun orientasi seksualnya, kalian cenderung memiliki ketertarikan yang seimbang antara seksual dan emosional.

Beda ceritanya dengan May. Ketertarikan seksual dan emosionalnya terbagi atas jenis kelamin. Walaupun begitu, dia tidak sendiri. Banyak anak muda di TikTok yang menceritakan pengalaman mereka memahami ketertarikan semacam ini, juga kebingungan, kekhawatiran, harapan dan kegembiraan yang menyertainya. Video May sendiri telah ditonton lebih dari tiga juta kali. 

Meski videonya cuma beberapa detik, May butuh waktu yang cukup lama untuk memahami ketertarikannya dan mengekspresikan perasaannya.

“Saya merasa nyambung dengan perempuan pada tingkatan yang lebih dalam, dan karena itulah saya jatuh cinta pada mereka. Beda ceritanya dengan laki-laki, yang jarang terbuka soal perasaan mereka. Jadi setiap menjalin hubungan dengan laki-laki, seringnya karena kepuasan,” ungkap May.

Iklan

Sekarang dia memang sudah lebih memahami perasaannya sendiri, tapi ada kalanya dia merasa bingung dengan ini semua. Ada laki-laki dan perempuan yang dia sukai secara seksual dan emosional, tapi itu pun bisa menjadi rumit.

“Cukup sulit menjalin hubungan perempuan karena kebanyakan sudah tahu kalau saya pernah berpacaran dengan laki-laki, atau mengira saya gay,” tuturnya.

Stephen Brenland, 23 tahun, telah berpacaran baik dengan laki-laki maupun perempuan. Kreator konten yang berbasis di Barcelona, Spanyol mengatakan, dia lebih memahami alasannya memiliki ketertarikan yang sangat berbeda setelah merenungkan bagaimana dia memperlakukan mereka dan juga sebaliknya. Videonya telah ditonton hampir 300.000 kali di TikTok.

“Pacaran sama perempuan lebih gampang. Kalian memiliki rasa tanggung jawab serta antusiasme—rasanya seperti mencintai kekasih dan sahabat. Jalannya juga lebih jelas, karena masyarakat telah membuatnya jelas. Saya merasa aman saat berpacaran dengan perempuan dulu… Segalanya telah dipetakan, dan saya menyukai hal-hal yang terstruktur,” ujar Brenland. “Pacaran sama laki-laki lebih menyenangkan dan berbahaya. Ketertarikan fisik mendominasi.”

Brenland mengaku perpecahan dalam ketertarikannya tidak konstan, tapi terkadang ini membuatnya kesulitan mencari orang ideal yang memenuhi kebutuhan emosional dan seksualnya. Tak menutup kemungkinan dia akan menemukan orang yang tepat suatu hari nanti, tapi berada di tengah ketidakpastian tetaplah mengerikan. Untuk saat ini, dia ingin fokus menemukan kecocokan pada laki-laki. 

Iklan

“Entah [preferensi] ini akan bertahan selamanya atau tidak, tapi itulah yang saya rasakan sekarang. Sayangnya, selama berpacaran dengan laki-laki, saya tidak pernah bisa merasa terhubung secara emosional seperti saat berpacaran dengan perempuan atau seorang lelaki yang saya cintai. Ini membuat mereka merasa saya tidak menyukai mereka.”

Luka Hauptmann, 27 tahun, juga membutuhkan perjalanan yang panjang hingga menyadari ketertarikannya yang bertentangan.

“Saya awalnya mengira kalau saya perempuan heteroseksual, lalu jadi biseksual. Tapi saya selalu pacaran sama perempuan karena rasanya aneh pacaran sama laki-laki. Sejak menyadari kalau saya transgender, saya menjadi lebih terbuka soal pacaran dengan laki-laki karena sekarang saya menganggap diri sebagai laki-laki,” jelas guru bahasa Inggris di Munich, Jerman.

Dia memandang perempuan dan laki-laki sama-sama atraktif sejak dulu, tapi baru sekarang dia memahami ketertarikan yang dirasakan berbeda.

“Saya tak semata-mata tertarik pada laki-laki secara fisik dan pada perempuan secara emosional. Tapi ketertarikan seperti itulah yang saya rasakan saat pertama kali berkenalan dengan orang baru. Saya biasanya tertarik secara emosional duluan dengan perempuan sebelum mengembangkan ketertarikan secara fisik, dan sebaliknya dengan laki-laki,” katanya.

Terlepas dari perpecahan ini, ketiga narasumber memiliki tujuan akhir yang ideal—menemukan orang yang tepat untuk diajak berkomitmen.

Iklan

Ada yang mengatakan tertarik secara seksual pada satu jenis kelamin/gender dan tertarik secara emosional pada jenis kelamin lain termasuk dalam kategori biseksualitas. Namun, Hauptmann, Brenland dan May belum bisa memastikan label apa yang cocok untuk mereka. Mereka bahkan merasa tidak membutuhkan label semacam itu.

Brenland yakin dirinya bukan lelaki heteroseksual karena “sangat gay, tapi tidak 100 persen gay.” Dia pribadi merasa cocok dengan istilah “demiseksual” karena baru tertarik secara seksual setelah memiliki kedekatan emosional dengan seseorang.

May mengidentifikasi dirinya sebagai “panseksual”, tapi lebih memilih untuk tidak menggunakan label apa pun. “Jika ada yang bertanya, saya biasanya menjawab suka sama siapa saja yang membuatku tertarik. Saya tidak suka label karena tidak mau terbatas pada suatu spektrum,” dia mengutarakan.

Sementara itu, Hauptmann sering menggunakan istilah “queer”, mengingat identitasnya sebagai transgender dan bukan heteroseksual. “Tapi saya tidak terlalu peduli dengan itu semua,” ucapnya. “Menurut saya, selama kalian memahami siapa dirimu sebenarnya, label tidaklah penting.”

Follow Romano Santos di Instagram.