kesehatan

Pegawai Apotek di Medan Dimejahijaukan, Gara-gara Tulisan Resep Dokter Sulit Terbaca

Salah diberi obat, seorang pasien lumpuh pada 2018 berujung ke pengadilan. Kasus akibat tulisan dokter multitafsir yang merugikan pasien beberapa kali terjadi di Indonesia.
PN Medan bebaskan dua asisten apoteker salah beri obat karena tulisan dokter tak terbaca
Ilustrasi tulisan tangan sulit terbaca dan profesi dokter via Unsplash

Pengadilan Negeri Medan pekan ini membebaskan dua asisten apoteker terdakwa kasus salah beri obat yang terjadi 2018. Perkara ini membuat legenda tulisan dokter yang kerap tak terbaca jadi sorotan.

Kedua terdakwa adalah Okta Rina Sari (21) dan Sukma Rizkiyanti Hasibuan (23), asisten apoteker di Apotek Istana 1 Medan. Bagaimana mereka bisa tersangkut masalah tersebut bermula pada kejadian 6 November 2018. Saat itu pasien bernama Yusmaniar mendapat resep dokter dari Klinik Bunda untuk mengobati penyakit dalamnya. Ia kemudian mencoba menebus obat di Apotek Istana 1, namun ditolak pegawai karena tulisan di resep tidak jelas.

Iklan

Sebulan kemudian, pada 13 Desember, Yusmaniar meminta anaknya menebus obat tersebut di apotek yang sama. Kali ini berhasil. Ia mendapatkan obat jenis Amaryl. Namun, obat itu justru membuat Yusmaniar jatuh sakit dua hari kemudian. Ia sempat kejang, tidak sadarkan diri, dan belakangan menjadi lumpuh. Setelah diselidiki, oleh dokter Yusmaniar diresepkan Methylprednisolone yang notabene obat radang, namun apotek justru memberi Amaryl yang merupakan obat diabetes.

Kondisi ibunya membuat anak korban bernama Fitri Octavia Noya tidak terima. Ia lalu melaporkan pemilik apotek ke Polrestabes Medan. Niatnya ingin minta pertanggungjawaban pemilik apotek, polisi malah menetapkan dua asisten apoteker Okta dan Sukma sebagai tersangka pelanggar KUHP Pasal 360 ayat 1 juncto ayat 2 dengan ancaman hukuman 6-9 bulan penjara. Keduanya bahkan sempat ditahan oleh Kejaksaan Tinggi Medan sejak 2 Juli hingga 8 November 2020.

Menurut hakim PN Medan, Okta dan Sukma bebas karena tak terbukti memberikan obat yang salah kepada pasien. Pasalnya, di hari pembelian tersebut, bukan keduanya yang melayani. Maswan Tambak, pengacara terdakwa dari LBH Medan, mengatakan keduanya memang tak bersalah karena pada hari kejadian, obat diserahkan karyawan lain bernama Endang Batubara. Menurutnya, seharusnya yang diselidiki adalah kebijakan apotek yang masih mempekerjakan Endang yang sudah lansia.

Iklan

"Obat Amaryl M2 adalah obat yang diragukan karyawan apotek, makanya dia menghubungi dokter untuk memastikan [saat percobaan pembelian pertama]. Karena teleponnya enggak diangkat, dia tak berani, dipulangkannya resep. Waktu ditebus lagi dan diterima Endang Batubara, obat ini diberikan. Pada 21 Desember 2018, anak korban membuat laporan polisi atas kesalahan pemberian obat dan kedua terdakwa menjadi tersangkanya," ujar Maswan, dikutip Kompas.com. Jaksa penuntut telah menyatakan akan mengajukan banding atas vonis hakim.

Menurut dr. Tengku Abraham yang memberi resep kepada Yusmaniar, tulisannya di resep jelas terbaca. Ia juga yakin tak mungkin memberi obat antidiabetes kepada pasien penyakit lain karena akibatnya bisa fatal. “Dari ilmu yang saya tahu, kalau dia bukan penyakit diabetes kemudian diberi obat antidiabetes maka akan terjadi penurunan gula darah, berbahaya karena itu bisa mengakibatkan koma,” ucapnya di kesaksian sidang pada Oktober 2020, dikutip HMSTimes.

Menurut perwakilan Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Apoteker Indonesia Sumatera Utara Imam Bagus, kesalahan apoteker Apotek Istana 1 telah disidangkan oleh majelis etik. Mereka menyimpulkan tulisan dokter di resep Yusmaniar itu yang salah karena multitafsir. Entah bagaimana kebenarannya, yang jelas resep dokter dengan tulisan tidak jelas merupakan 1 dari 12 penyebab klasik petugas farmasi salah memberi obat kepada pasien. Kekeliruan semacam ini bukan sekali dua kali berakibat buruk.

Di Bali pada Mei 2017, seorang pasien sakit mata bernama I Ketut Yasa salah diberi obat tetes telinga oleh apoteker Puskesmas Buleleng III. Alhasil penyakit Yasa bertambah, matanya bengkak dan terus mengeluarkan nanah. Setahun sebelumnya Alisia Santika di Lampung juga salah diberi obat tetes telinga oleh Puskesmas Way Kandis, Bandar Lampung.

Padahal yang dideritanya adalah sakit mata. Kealpaan yang bikin Elisia buta sebelah ini, secara mengecewakan, cuma direspons dengan seloroh oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung dr. Edwin Rusli. “Mungkin apotekernya sedang lelah baca resep,” kata Edwin, dikutip Lentera Swara Lampung.

Ngomong-ngomong soal misteri tulisan cakar ayamnya dokter, sempat muncul spekulasi itu emang disengaja dokter biar pasiennya enggak bisa baca. Tujuannya? Menurut teori konspirasi ini ya biar pas pasien butuh obat yang sama, dia tetap harus ke dokter dulu.

Teori yang juga jelek ini jelas rada aneh karena pas di apotek kan kita dapat struk yang akan mencetak nama obatnya. Singkirkan prasangkamu, menurut penjelasan dokter di Yogya ini, tulisan jelek dokter mah gara-gara mereka harus ngisi banyak banget dokumen dalam waktu singkat aja.