FYI.

This story is over 5 years old.

media sosial

Ada Trik Supaya Video Kalian di Facebook Viral, Bisa Dicoba Sendiri

Thumbnail lucu, kalimat caption cerdas, dan headline menarik adalah seni masa kini meraih perhatian orang di media sosial.

Artikel ini pertama kali tayang di Motherboard.

Seorang perempuan mengenakan cat tubuh dengan garis-garis putih sambil berbaring di tengah lingkaran ratusan keyboard tua. Sebuah laptop hijau menyala di tengah, menerangi rambut putih si perempuan. Foto ini sangat menarik perhatian: ada semacam kombinasi adegan dari masa depan cyberpunk, atau gampangnya mirip adegan film The Matrix lah.

Foto macam ini, pengaturan adegannya itu sendiri, lebih dari fotonya, adalah karya seni. Tapi foto macam ini memang dari awal sudah diatur: Foto dan video behind-the-scene yang menemaninya sudah dirancang agar viral di Facebook.

Iklan

Foto ini adalah bagian dari kampanye Rethink and Recycle karya fotografer Ben Von Wong yang bekerja sama dengan Dell dan didesain untuk membuat orang berpikir tentang limbah elektronik. “Saya menciptakan kampanye viral untuk topik yang membosankan,” ujar Von Wong tentang episode baru podcast Radio Motherboard. “Tujuannya adalah menciptakan sesuatu yang optimal bagi platform. Kami mencoba 25 versi untuk mendapat satu yang paling kuat.”

Sejauh ini, lebih dari 5.2 juta orang telah menonton video Facebooknya yang berjudul: “We resurrected a lifetime of electronic waste.” Contoh kesuksesan lainnya: “Mermain on 10.000 plastic bottles” (ditonton 37 juta kali), “These kids are growing ONE BILLION OYSTERS to save the hudson” (ditonton 4.7 juta kali), dan “I never knew my laundry was toxic” (ditonton 1.2 juta kali). Karya-karyanya selalu berakhir sukses, tapi membuatnya tidaklah mudah. Semua aspek di depan dan belakang kamera dipikirkan masak-masak.

“Setiap kali saya menciptakan sesuatu, saya memikirkan bukan hanya bagaimana cara orang akan membicarakan karya saya, tapi supaya orang membagikannya. Saya bisa saja menggunakan kamera seharga $50.000, tapi ini tidak merakyat,” ujarnya. “Yang merakyat adalah menggunakan kamera kecil tanpa cermin, jadi itulah yang saya gunakan.”

Dia berharap bisa menciptakan sebuah kisah—atau paling tidak memasukkan beberapa elemen menarik ke dalam video agar orang-orang terdorong untuk membagikannya. Daripada menggunakan pencahayaan sinema, dia menggunakan sebuah speedlight yang ditempel ke sebuah drone “karena ini lucu untuk ditonton.” Para sukarelawan menggunakan mesin peniup daun untuk meniru efek angin berhembus ke rambut si model.

Iklan

“Ada hal-hal kecil yang bisa menjadi cerita atau caption yang menarik,” ujarnya. “Saya merasa penonton langsung membuat penilaian dalam waktu 2-3 detik, tapi di bagian komentar, kamu bisa melihat bagian apa yang menarik buat orang. Saya menghabiskan banyak waktu di hal-hal yang tidak dipedulikan orang, tapi secara kumulatif, orang menaruh perhatian seiring mereka masuk semakin dalam ke jalan ceritanya.”

Tentu saja, ini bukan sekedar perihal menciptakan foto yang keren. Banyak sekali karya seni yang menarik secara visual dan juga provokatif tapi tidak jadi viral. Sama seperti bagaimana pencipta konten dipaksa menyesuaikan diri dengan algoritme Facebook, Instagram, dan YouTube yang terus berubah, seniman, vlogger, dan fotografer juga terpengaruh setiap kali ada perubahan. Setelah algoritme Facebook dirubah demi mendukung engagement dan percakapan di awal tahun ini, Von Wong harus menyiapkan strategi promosi yang berbeda. Ketika saya berbicara dengannya minggu lalu, video tersebut baru ditonton 2 juta kali: “Itu angka yang bagus,” ujarnya, “tapi tidak akan pernah cukup. Saya berharap semakin banyak orang menontonnya nanti.”

Mengingat Von Wong bukan seorang vlogger harian, dia mulai mengunggah foto dan video behind-the-scene di Instagram story beberapa minggu menjelang peluncuran. “Saya rajin instagram story sekitar tiga minggu supaya banyak pendaftaran via email sebelum peluncuran,” ujarnya.

Iklan

Ben Von Wong

“Saya mengumpulkan hampir 1.000 orang di newsletter email yang mengatakan ‘Dalam waktu 24 jam pertama setelah peluncuran, mereka berjanji akan nge-like, komentar, dan membagikannya untuk mengacaukan algoritme Facebook,’” ujarnya. “Benar-benar menciptakan popularitas konten dengan memastikan orang-orang akan melihat kontennya segera setelah itu diluncurkan guna mendorong popularitas secara artifisial.”

Sebelum mengunggah video ke Facebook, dia menggunakan software untuk menguji beberapa mutasi yang berbeda apabila video menggunakan judul dan caption yang berbeda. Pengujian ini membuat dia bisa memilih versi video yang kemungkinan dibagikan oleh publik paling besar. Dia memiliki tingkat retensi rata-rata 30 detik dan rasio share-ke-like sekitar satu-ke-satu, yang tergolong “sangat tinggi buat Facebook,” ujarnya. Setelah akhirnya diluncurkan, pasukan like-share-commentnya langsung beroperasi dan Von Wong mulai melempar videonya ke kreator Facebook lainnya dan akun pengetahuan yang memiliki banyak follower: “Ini semua sangat mekanikal prosesnya,” ujarnya.

Dalam level tertentu, daya viral yang dibuat-buat ini adalah seninya. Mencoba menjadi viral adalah sesuatu yang coba dicapai oleh banyak kreator konten, dan kebanyakan gagal. “Ini adalah proses yang paling menarik dari karya saya,” ujarnya. Tapi fotografi Von Wong memang membuat kita berpikir, memiliki pesan pro-lingkungan, dan dia tidak merilis konten baru setiap hari.

Kampanye seperti Rethink dan Recycle menghabiskan waktu kurang lebih satu tahun hingga produk akhirnya jadi, sehingga langkah salah apapun bisa berakibat fatal bagi karirnya. Di era yang berbeda, dia mungkin hanya akan menciptakan karya dan membiarkan mekanisme distribusi—agensi periklanan, museum, media—mengambil alih. Tapi sekarang zaman sudah berbeda. Tanpa perencanaan yang terperinci, foto-fotonya hanya akan hilang bersama banyak karya lainnya.

“Internet sekarang sangat maksimal untuk konten-konten yang gak penting. Kalau saya menciptakan video tentang anjing melakukan trik lucu, saya tidak akan peduli [tentang perubahan algoritme]. Orang bisa membagikan konten macam ini. Mereka bisa membuat meme dari situ. Inilah fungsi optimal internet sekarang. Kacau banget,” ujarnya. “Ketakutan terbesar saya adalah seiring internet semakin ramai dan batasan untuk penciptaan konten semakin lemah, apa yang saya lakukan mungkin akan menjadi tidak relevan.”