Ahli genetika dari Cina, He Jiankui. Foto: Wikimedia Commons
Ilmuwan asal Cina yang mengklaim telah mengedit gen bayi untuk pertama kalinya tahun lalu telah “melanggar etika secara serius” dan dipecat dari jabatannya di universitas, kata penyelidik Cina kepada berita nasional, menurut the New York Times. Perbuatan He Jiankui melanggar “integritas penelitian ilmiah dan regulasi nasional yang menimbulkan efek negatif di tanah air dan di luar negeri,” lapor kantor berita pemerintah Xinhua pada Senin.
He dan orang lain yang terlibat “akan ditangani dengan serius sesuai dengan undang-undang,” lanjutnya.Ilmuwan berbasis di Shenzhen menghilang tiba-tiba dari ruang publik Desember lalu, ketika pihak-pihak Cina mulai menggali risetnya. He dikabarkan menggunakan teknologi CRISPR untuk mengedit DNA embrio manusia yang menghasilkan dua perempuan kembar, dengan satu lagi kehamilan yang masih dijalankan. Menurut He, genom kembar tersebut diedit agar imun terhadap HIV, cacar, dan kolera.Laporan yang terbit pada Senin mengklaim He mengumpulkan dana sejak 2016 demi menghindari pemantauan oleh atasannya dan “mengejar ketenaran serta keberuntungan pribadi.” Para penyelidik Cina menduga He memalsukan ulasan etis dan mengabaikan peraturan keamanan, lapor Associated Press.He dikritik oleh ahli genetika lain yang menganggap eksperimennya membahayakan dan tidak etis. He, seorang guru besar di Universitas Selatan Ilmu dan Teknologi, membela diri di sebuah konferensi genom di Hong Kong pada November dan mengaku dia “membanggakan” karyanya. Tapi pada Desember, New York Times mengkonfirmasi kabar angin bahwa He berada dalam tahanan rumah ketika pihak Cina melakukan investigasi.
Universitas Selatan Ilmu dan Teknologi juga mengumumkan pembatalan kontrak pengajaran dan penelitian He pada Senin. Sejak Februari 2018, He cuti tanpa dibayar.Laporan tersebut tidak menjelaskan undang-undang apa saja yang dilanggar He, atau hukuman apa yang mungkin dia akan hadapi. New York Times melaporkan bahwa kasus He diserahkan kepada “organ keamanan publik,” yang berpotensi menimbulkan tuntutan pidana.