The VICE Guide to Right Now

Untuk Pertama Kalinya, Manusia Mulai Mengujicoba Vaksin Malaria Massal

Vaksin yang dibagi gratis WHO ini belum sempurna, tapi berpotensi menyelamatkan jutaan jiwa. Oh iya, ini bukan berita baik buat kaum antivaksin.
Shamani Joshi
Mumbai, IN
Untuk Pertama Kalinya, Manusia Mulai Mengujicoba Vaksin Malaria
Peneliti dari AS menguji vaksin malaria dan HIV, di sebuah sekolah di Kenya. Foto oleh Rick Scavetta, U.S. Army Africa Public Affairs/Flickr

Virus yang bersifat parasit adalah musuh besar manusia. Entitas tersebut gembar mengisap semua daya tahan tubuh kita. Untunglah, satu per satu virus macam itu bisa dibasmi. Dalam waktu dekat, malaria berpeluang kita kurangi kehadirannya di muka bumi.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan pada Selasa lalu, jika vaksin RTS,S yang berpotensi mengurangi penularan malaria secara signifikan, akan mulai tersedia untuk 360.000 anak-anak di tiga negara Benua Afrika. Proses imunisasinya dimulai di Malawi, lanjut ke Ghana dan Kenya. Diharapkan negara-negara lain yang rawan malaria akan menyusul apabila program di Malawi sukses.

Iklan

Vaksin yang dijuluki Moquirix ini sebenarnya sudah ditemukan sejak 1987, tapi belum pernah berhasil diproduksi massal. Vaksin tersebut tidak memberi perlindungan total dari Malaria (uji klinis menemukan bahwa vaksin ini sukses mencegah sekitar empat dari 10 kasus malaria). Tapi, setidaknya, vaksin tersebut dapat menjadi solusi untuk mengurangi penularan malaria yang sering terjadi di negara-negara tropis.

Pengobatan untuk virus parasit satu ini belum ada yang efektif. Makanya penemuan vaksin ini merupakan capaian penting. Direktur Jenderal WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, Moquirix berpotensi menyelamatkan 10.000 anak, terutama di Afrika. Di benua itu, malaria menewaskan 250.000 jiwa setiap tahun.

Gejala malaria mencakup demam, panas dingin, dan bahkan anemia, epilepsi, dan masalah pernafasan. Secara genetik malaria jauh lebih rumit dibanding virus lain, sebab penderita malaria belum tentu imun setelah tertular sekali.

Vaksin malaria selama ini tidak menjadi prioritas perusahaan farmasi, karena "kekurangan pasar tradisional." Artinya, sebagian besar penderita penyakit ini adalah masyarakat miskin, yang tidak menguntungkan perusahaan farmasi. Oleh karena itu, penelitian vaksin ini didanai donor, WHO, dan beberapa negara.

Vaksin yang “pro-kemiskinan” ini didesain secara spesifik membantu anak-anak di Afrika. Kini, 10 negara Afrika terpilih untuk menerima imunisasi ini, yang harapannya dapat diperluas ke daerah-daerah lain. Mengingat Asia Tenggara dihuni jumlah penderita malaria kedua terbanyak di dunia, hanya masalah waktu sebelum penyakit ini bisa dilawan secara efektif dengan vaksin tersebut.

Iklan

Selama ini mekanisme pencegahan seperti kelambu yang direndam insektisida atau fogging dalam rumah terbukti efekti menurunkan angka kematian akibat malaria hingga 62 persen. Sayangnya, jumlah kasus malaria tetap melonjak dua juta kasus menjadi 219 juta kasus pada 2016. Virus parasit ini disebar oleh nyamuk Anopheles betina, yang seiring waktu menjadi semakin tahan terhadap obat dan insektisida yang diciptakan untuk melawan malaria. Efek perubahan iklim juga memperluaskan jangkauan nyamuk Anopheles, yang kini mampu mencapai daerah-daerah yang sebelumnya tak pernah terpapar malaria.

WHO sekaligus berniat mengumpulkan data sebaran malaria melalui vaksinasi di tiga negara awal tersebut. Data itu bakal mempengaruhi rekomendasi kebijakan WHO mengenai penggunaan Moquirix secara lebih luas.

Data yang terutama akan dipantau adalah adakah penurunan angka kematian anak-anak, cara vaksinnya diserap tubuh, termasuk apakah orang tua hadir dengan anaknya tepat waktu untuk menerima empat dosis yang diperlukan, serta prosedur keamanan vaksin dalam konteks penggunaan teratur.

Follow Shamani Joshi di Instagram.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE India