FYI.

This story is over 5 years old.

Covering Climate Now

Benua Asia Akan Tercerai Berai Pada 2100 Akibat Kenaikan Permukaan Laut

Dibanding perang, ancaman terbesar Indonesia dan negara-negara Asia lainnya adalah arus pengungsi dipicu perubahan iklim.
Foto oleh Chrisgel Ryan Cruz/ Flickr CC License

Masa depan kota-kota pantai di Asia buram. Sekitar dua miliar orang akan terusir dari rumah mereka akibat naiknya permukaan laut lantaran perubahan iklim. Mayoritas dari mereka adalah penghuni wilayah tepi pantai di berbagai penjuru Asia, menurut hasil penelitian terbaru.

"Kita akan tinggal berhimpitan dengan lebih banyak orang di lahan yang makin menyempit. Dan itu terjadi lebih cepat dari yang kita kira," ujar Charles Geisler, ketua penelitian dari Cornell University.

Iklan

Berikut fakta meresahkan yang harus kita hadapi: Badan Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa Bangsa memproyeksikan permukaan laut akan naik setinggi satu meter dalam kurun waktu satu abad. Namun, proyeksi tersebut baru saja dilipat gandakan berdasarkan hasil beberapa penelitian terbaru. Kini, permukaan laut dunia akan melonjak sebanyak dua meter dalam kurun waktu yang sama. Parahnya, kenaikan setinggi itu baru disebabkan hal-hal buruk yang sudah kita lakukan pada planet Bumi ini. Jika misalnya suhu bumi naik barang satu derajat celsius saja, para ilmuwan memperkirakan permukaan laut bisa naik sampai enam meter. Kalau ini benar-benar terjadi, Bangkok dipastikan tenggelam.

"Kenaikan suhu global akan mengakibatkan peningkatan permukaan laut yang drastis," jelas Geisler. "Sayangnya, para pembuat kebijaakan masih menerapkan rintangan yang kemungkinan merepotkan pengungsi perubahan iklim—seperti pengungsi lainnya—ketika bermigrasi menuju dataran yang lebih tinggi."

Aktivis perubahan iklim dibuat berang bulan lalu ketika presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan keputusannya untuk menarik AS dari Kesepakatan Paris tahun 2015. Kesepakatan mengenai iklim global ini—yang menargetkan ambang batas suhu Bumi di bawah dua derajat Celsius—diteken oleh 194 negara dan dianggap sebagai terobosan besar dalam perang melawan perubahan iklim Bumi.

Pakar lingkungan hidup asal India Sunita Narain menjuluki keputusan sembrono Trump sebagai "sebuah bencana bagi dunia" Dalam sebuah sesi wawancara dengan Al Jazeera, "Jujur saja, tanpa keseriusan AS dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, tak ada yang bsia dilakukan oleh semua negara di dunia untuk menjaga pemanasan global di bawah angka dua derajat celsius."

Iklan

Sebagai bagian dari kesepakatan Paris, AS—sebagai salah satu negara yang paling banyak menghasilkan gas rumah kaca—harus menyumbangkan dana sebesar $3miliar pada Green Climate Fund, yang dibentuk untuk membantu negara-pulau kecil dan negera berkembang membiayai inisiatif memerangi pemanasan global. Kini, setelah AS keluar dari Kesepakatan tersebut, kebanyakan dari negara ini bakal kewalahan menghadapi efek dari perubahan iklim.

"Keputusan Trump pastinya akan memiliki dampak lanjutan karena ini berarti rancangan dan kesepakatan internasional untuk mengisolisasi kerusakan lingkungan, pemanasan global dan perubahan iklim akan berantakan. Tak jelas, apa yang akan terjadi di masa datang," tutur Thitinan Pongsudhirak, seorang ilmuwan politik Chulalongkorn University, bangkok, pada VOA.

Kawasan Asia Pasifik adalah daerah yang paling banyak mengalami kerusakan lingkungan. Menurut sebuah laporan yang dikeluarkan PBB, Sekitar 41 persen dari semua bencana lingkungan dalam dua dekade terakhri terjadi kawasan ini. Antara tahun 2010 dan 2011, lebih dari 42 juga orang terusir dari kediamannya karena perubahan cuaca yang Iklim. PBB memperkirakan angka ini akan naik dua kali lipat dalam satu abad mendatang.

Dari sepuluh negara di dunia yang paling rentan dan memiliki populasi tinggi dan miskin infrastuktur untuk mengatasi kenaikan permukaan laut, tujuh di antaranya terletak di kawasan Asia Pasifik. Malah, India, Bangladesh dan Indonesia berada di tiga urutan teratas. Jumlah total penduduk ketiga negara yang terancam terusir akibat naiknya permukaan laut diperkirakan mencapai angka 100 juta orang.


Indonesia, sebuah kepuluan yang terdiri dari 17.000 pulau, menghadapi ancaman yang paling mengerikan. Lebih dari 2.000 pulau di Indonesia terancam akan hilang karena naiknya permukaan laut. Indonesia juga pernah ditimpa bencana alam paling parah dalam sejarah umat manusia—tsunami, kekeringan dan kebakaran hutan—beberapa tahun terakhir. Bangkok juga diperkirakan tak bernasib mujur. Kota yang dihuni 10 juta penduduk ini, ambles dengan kecepatan dua centimeter setiap tahun. Jika kenaikan permukaan laut terjadi lebih cepat dari perkiraan, Bangkok akan hilang dalam beberapa dekade.

"Tekanannya ada pada kita untuk menjaga emisi gas rumah kaca pada levelnya sekarang," ujar Geisler. "Itu modal yang baik untuk menghadapi perubahan iklim, kenaikan permukaan laut dan konsekuensinya pada kawasan pantai dan pedalaman."