FYI.

This story is over 5 years old.

Fighting Words

Sering Gugup Bukan Berarti Kalian Mengidap Gangguan Kecemasan

Penderita gangguan kecemasan merasa risih mendengar banyak orang mengaku-ngaku. Bahkan ada yang menganggap pengidapnya fashionable dan trendi.

Artikel ini pertama kali tayang di Tonic.

Fighting Words adalah kolom di mana para penulis mengutarakan opini tidak populer (tapi dengan argumen bagus) soal kebugaran, kesehatan, nutrisi, dan lain-lain. Kamu punya unek-unek? Kirimkan saja ke tonic@vice.com. Sebagai seseorang yang bergelut dengan gangguan kesehatan mental, saya enggak akan menentang orang-orang yang berupaya menghapuskan stigma. Ada saja orang yang lebih beruntung dengan otak yang lebih sehat, yang cenderung menyebut kita-kita ini dengan sebutan "sinting" atau "baperan"—stereotipe yang menyulitkan kita dianggap serius, atau merasa diterima. Dan karena di Amerika banyak orang didiagnosa mengidap gangguan mental, penting sekali untuk mendiskusikan kesehatan mental. Namun, meskipun saya mendukung orang-orang untuk terbuka soal kesehatan mentalnya—bagaimanapun juga, semakin sering hal tersebut didiskusikan, semakin banyak orang-orang yang tercerahkan dan kita akhirnya bisa lebih mudah menghapus stigma ini—rasanya hal tersebut memiliki risikonya sendiri. Karena banyaknya orang mengakui gangguan mereka, banyak juga yang jadinya sekadar ikut-ikutan, meminjam jargon-jargon dari DSM-5 dan mengkooptasi rasa sakit itu. Saat ini tidak ada yang lebih fashionable ketimbang gangguan kecemasan.

Iklan

Orang-orang sering banget lebay soal pengalaman sehari-hari mereka dan menggunakan istilah-istilah yang sebetulnya paling pas jika diutarakan dalam sesi bersama psikiatris. Mereka tidak gugup soal presentasi kerja; mereka mengalami "kecemasan intens." Dan mereka tidak merasa mulas; mereka mengalami "serangan panik." Inti plot The Real Housewives adalah seputar jus Xanax, dan cewek-cewek Kardashians dianggap pahlawan karena "berterus terang" soal kecemasan mereka di hadapan kamera. (Heh, Kim dan Kendall: pusing saat berada di pesawat berbeda jauh ya dengan serangan panik.) Cara orang-orang, terutama selebritas kelas atas, mengkerdilkan gangguan mental menjadikan gangguan mental tersebut kehilangan kredibilitas. Kecemasan adalah penyakit yang memiliki berbagai bentuk: Generalized anxiety disorder (GAD), panic disorder, atau social anxiety disorder. Hal ini juga emosi manusiawi yang kita semua alami. Tapi rasa gugup dan kecemasan akut bukanlah hal yang sama.

"Kecemasan itu sendiri sebetulnya pengalaman normal," ujar Santhi Mogali, kepala psikiatris di Mountainside Treatment Center di Connecticut. "Yang menyebabkan kecemasan abnormal adalah ketika pengalaman gugup dan kekhawatiran mulai mengambil alih hidup kita—orang-orang bisa mendapati diri mereka mengkhawatirkan soal hal-hal tidak penting, hal-hal yang dianggap mudah oleh orang-orang normal. Hal-hal ini mulai mengonsumsi hidup mereka."
Kegiatan sederhana seperti memilih pakaian atau membuat rencana cukup untuk membuat orang menjadi cemas berkelanjutan, mengkonsumsi pikiran mereka dengan kekhawatiran dan jal ini berwujud pada gejala fisik seperti jantung berdegup kencang, keringat, dan bernapas berat. Apakah untuk mencari perhatian atau karena tidak punya pemahaman memadai, penggunaan istilah kecemasan yang asal-asalan merupakan tamparan bagi orang-orang yang sungguhan mengidap gangguan kecemasan, orang-orang yang berharap kecemasan mereka tidak mengambil alih hidup mereka—mendengar orang-orang menggunakan istilah ini membuat gangguan kecemasan sulit dianggap serius oleh orang kebanyakan. Alyssa Jeffers, 26 tahun, telah didiagnosis mengidap GAD, panic disorder, social anxiety, dan OCD. Meski dia menjalani perawatan untuk gangguan-gangguan tersebut, dia mengaku hal ini mengambil alih hidupnya. "Sebetulnya bikin jengkel ketika orang-orang bilang 'saya anxious banget' ketika nyatanya mereka hanya gugup soal sesuatu," ujarnya. "Karena ada perbedaan besar antara kecemasan dan gugup dan saya rasa orang-orang enggak mengerti hal itu."

Iklan

Meski dia menganggap diri sendiri sebagai pribadi yang mudah bergaul, dia merasa tidak nyaman dalam banyak situasi sosial dan sering kewalahan saat bersiap untuk pergi sampai-sampai dia sering tiba-tiba membatalkan janji temu. Gangguan paniknya menyebabkannya sesak napas kadang-kadang sampai titik di mana dia pingsan. Pada kondisi seperti itu, persendian dan ototnya kram dan mulai tidak aktif karena kekurangan oksigen; dia biasanya harus dilarikan ke rumah sakit.

Apakah kamu pernah merasa sangat gugup sampai mual, telapak tanganmu berkeringat, dan pikiranmu mulai ngaco? Sori, tapi kamu sedang tidak mengalami serangan panik. Meski serangan panik bentuknya beda-beda di setiap orang, konsensus orang-orang yang mengalaminya adalah perasaan fatal bahwa mereka seperti akan mati. Sebagian orang salah mengira serangan panik dengan serangan jantung karena keduanya berhubungan dengan nyeri pada dada dan napas yang pendek-pendek. Inilah penjelasan Jeffers saat menggambarkan pengalamannya:

"Saya tahu saya mengalami serangan panik, ketika tangan saya mulai gemetar dan kaku. Rasanya seperti dada saya disemen. Saya merasakan sensasi seperti itu di sekujur tubuh sehingga segala indra saya meningkat, dan saya mulai merasa panas di area dada, dan bernapas adalah bagian tersulit. Saya harus mengingatkan diri sendiri untuk bernapas, dan kalau saya tidak bisa melakukan hal itu, saya akan mulai bernapas pendek-pendek. Dan tak lama setalahnya, saya menjadi histeris. Terakhir kali, jari-jari tangan dan kaki saya mulai bergerak-gerak. Otot saya menjadi amat kaku dan saya enggak bisa bergerak dengan baik. Rasanya seperti lumpuh meski sebenarnya tidak, karena saya enggak bisa bergerak dan itu bukan hanya pikiran buruk di kepala. Saya memikirkan soal banyak hal, lalu tiba-tiba saya berpikir, saya akan mati; ini buruk banget. Kenapa ini terjadi sama saya? Apa penyebabnya? Kamu memutar ulang setiap situasi buruk di kepala, dan hal itu memperkeruh segalanya."

Iklan

Tak seperti serangan kecemasan, yang memiliki gejala fisik sama namun cenderung berbentuk dari stimulus (kamu baru putus, kamu baru dipecat, seseorang teriak ke mukamu), serangan panik datang tiba-tiba. Hal ini juga diperburuk dengan kecemasan antisipatif, atau ketakutan konstan bahwa serangan panik lainnya akan menyusul tanpa permisi. Solusinya? Ya minum aja Xanax, ya kan? Obat-obatan yang menjadi penyelamat bagi sebagian orang, telah menjadi punchline bagi yang lainnya. Namun bahkan ketika orang-orang mencoba melucu, mereka salah kira kegunaan Xanax sebenarnya. Obat ini bukan untuk "relaks" atau menenangkan diri; obat ini untuk menarikmu dari kondisi mental yang buruk dan mengerikan.

"Hal ini sangat menjengkelkan karena orang-orang sering bilang, 'Tegak Xanax aja, kamu bakal baik-baik aja,' atau 'Aduh, gila, butuh Xanax banget nih gue,' tapi pada realitanya itu adalah penyelamat hidup saya ketika saya merasa serangan panik mulai datang," ujar Jeffers. "Selama saya bisa mendeteksinya dan minum obat sebelum saya terjebak rasa panik, dan saya bisa semacam pergi dari kondisi itu." Sumber perawatan umum bagi gangguan kecemasan—sama dengan terapi perilaku kognitif—adalah pengobatan SSRI seperti Zoloft atau Lexapro dan benzodiazepin (Xanax, Ativan, Klonopin) yang diminum sehari-hari kalau dibutuhkan, misalnya saat serangan panik akan datang. Antara orang-orang yang meminum benzo sebagai rekreasi dan dokter-dokter yang cukup luwes dengan resepnya, Xanax mudah didapatkan hari gini. Di samping itu, ada budaya yang sudah mengikis makna kecemasan dan kita memiliki generasi orang-orang yang meminum Xanax seakan-akan hal itu adalah vitamin. Ini menjadikannya lebih sulit bagi orang-orang yang beneran butuh Xanax untuk dianggap serius. Kecemasan berfungsi sebagai fungsi biologis: untuk memberikan sinyal pada tubuh kita bahwa sebuah bahaya akan datang. Respons terhadap adrenalin tambahan berguna ketika kita, misalnya, sedang dikejar oleh seekor beruang dalam hutan, namun tidak terlalu berguna ketika kita sedang stres karena pekerjaan atau tagihan. Namun sebagain kecemasan masih bermanfaat untuk mengingatkan tubuh ketika ada faktor stressor atau sebuah masalah, dan seharusnya tak selalu ditutupi. "Banyak kecemasan taraf mendasar yang seharusnya menjadi bagian pertahanan hidup kita, diobati sendiri," ujar Mogali. "Saya rasa hal tersebut malah memperburuk gangguan kecemasan karena kita tidak bisa mentolerir kecemasan taraf norma." Kalau orang-orang dapat merasakan sedkit gugup, mereka langsung menyimpulkan kondisi tersebut sebagai "kecemasan," lalu menegak pil, lalu melanjutkan harinya. Hal tersebut tak hanya menyembunyikan emosi manusiawi yang normalnya kita alami, namun juga menyebabkan orang-orang meminum obat secara berlebihan, yang dapat berdampak pada kekebalan obat dan bahkan kecanduan.

"Kamu lama-lama bisa ketergantungan dengan obat-obatan ini—dan ini ketergantungan fisik," ujar Mogali. "Hal ini menjadi amat tidak sehat, dan tubuhmu bisa menjadi kecanduan. Otakmu jadi kecanduan. Kamu bisa jadi perlu detoks supaya bisa terlepas dari obat-obatan ini."

Setiap ada seorang seleb yang mengungkapkan gangguan kecemasan mereka dan serangan-serangan panik (kok mereka semua mengalami serangan panik, sih) dengan wawancara panjang di majalah atau TV, ada sekitar jutaan orang yang menderita dalam diam, berupaya melalui tiap hari dan merasa seperti tawanan yang terjebak dalam pikiran mereka. Tentu saja, saya bukan psikiater—mungkin gangguan kecemasan melanda seleb muda Hollywood—tapi saya telah bergumul dengan kecemasan sejak saya berusia 12 tahun, mengkhawatirkan tiap tugas-tugas sekolah, terbangun di tengah malam karena serangan panik, berpikir saya sudah sekarat. Tapi saya juga pernah gugup karena wawancara pekerjaan dan merasa mules sebelum maju ke panggung; saya tahu bedanya.

Kecemasan enggak imut, atau keren, atau fashionable. Ini bukan kata yang bisa kita gunakan secara berlebihan sebagaimana yang kita lakukan dengan "literally" dan "amazing." Ini adalah gangguan yang dialami 40 juta warga orang. Kita semua berhak dianggap serius. Kalian sisanya perlu mencari cara lebih baik dalam mengkomunikasikan perasaan mereka; terkadang, boleh lho kalau kita cuma gugup.