Banjir 2020

Ratusan Warga Jakarta Gugat Pemprov DKI Karena Dianggap Lalai Soal Banjir

Peserta gugatan class action warga terhadap Anies Baswedan dan jajarannya terus bertambah. Pemprov DKI sebelumnya sudah digugat soal pengelolaan air dan udara.
Ratusan Warga Jakarta Gugat Pemprov DKI Karena Dianggap Lalai Soal Banjir
Banjir saat masih menggenangi kawasan Ciledug Indah, Tangerang, Banten pada 3 Januari 2020. Foto oleh Firman Dicho Rivan/VICE

Banjir di penghujung 2019 dan awal 2020 kemarin masih menyisakan segudang permasalahan. Selain soal lingkungan banjir yang dinilai sebagai terburuk dalam satu dekade terakhir itu juga menunjukkan bahwa pemerintah tak kunjung belajar dari kesalahan. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat banjir di wilayah Jabodetabek dan sebagian Banten dan Jawa Barat tersebut merenggut nyawa 60 orang dan membuat 92.261 warga mengungsi.

Iklan

Selain itu banjir juga membuat kerugian dunia usaha yang tak bisa dibilang sedikit. Setidaknya pelaku usaha rugi Rp960 miliar menurut Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo). Kerugian itu belum termasuk kerugian materiil yang dialami warga. Di luar aspek penanganan bencana, sebagian warga merasa perlu menggugat pemerintah lewat mekanisme class action lawsuit.

Dikutip dari Tirto.id, tiga orang pengacara, Diarson Lubis, Alvon K. Palma, Ridwan Darmawan tengah mengkoordinir gugatan class action ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lantaran dinilai tidak mampu dan lalai dalam menanggulangi dan mencegah banjir. Sebab tak ada peringatan dini maupun pencegahan memadai.

"Untuk mencegah agar bencana buatan manusia ini tidak terus berlanjut di masa yang akan datang, maka perlu adanya sebuah upaya hukum dari masyarakat agar ada efek jera bagi pemangku kebijakan terkait," kata Diarson dalam pernyataan tertulis.

Diarson mengatakan saat ini sudah ada beberapa warga yang turut serta melayangkan gugatan. Para warga yang merasa dirugikan dan ingin menggugat dapat memberikan data pribadi meliputi nama, alamat, no handphone, dan KTP DKI. Kemudian rincian dan perkiraan jumlah kerugian, foto-foto bukti kerugian, dan waktu kejadian. Data dapat dikirim ke email banjirdki2020@gmail.com. Semua tidak dipungut biaya alias gratis. Merujuk laporan Detik.com, sejauh ini sudah ada 300 warga Jakarta mendaftarkan diri ke Tim Advokasi Korban Banjir DKI Jakarta 2020, untuk menggugat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan jajarannya. Jumlah itu masih mungkin bertambah, mengingat pendaftaran masih dibuka hingga Kamis (9/1).

Iklan

Setidaknya ada dua mekanisme lain yang bisa ditempuh, menurut Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), yaitu citizen lawsuit dan legal standing. Citizen lawsuit bisa diajukan siapa saja meski pihak penggugat tak terdampak langsung. Sedangkan legal standing bisa diajukan oleh organisasi yang memiliki fokus di bidang perkara yang digugat, dalam hal ini isu lingkungan.

Pihak pemprov mengaku siap menghadapi gugatan tersebut, seperti disampaikan Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Juani Yusuf. "Sudah dibahas [gugatan class action]. Itu nanti biro hukum yang menjawab," ujarnya seperti dikutip Tempo.

Para pengamat menilai jika Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan layak digugat. Sebab selain lalai dalam mencegah banjir, aspek mitigasi dan penanganan pasca banjir dinilai kurang memadai.

Anies beberapa kali mengeluarkan pernyataan yang tak sesuai fakta di lapangan. Sebelumnya dia mengatakan bahwa wilayah Kemang di Jakarta Selatan bebas dari banjir, meski fakta di lapangan berbicara sebaliknya. Beberapa titik di kawasan itu kerap dilanda banjir yang mencapai 2 meter. Kemudian dia mengklaim bahwa 478 pompa banjir di 176 titik lokasi berfungsi semua.

Klaim tersebut akhirnya dikoreksi Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta yang mengatakan ada sejumlah pompa yang tak berfungsi akibat terendam banjir. Anies juga menyindir mantan gubernur DKI Jakarta Basuki ‘Ahok’ Tjahaja Purnama lantaran normalisasi Sungai Ciliwung di Kampung Pulo, Jakarta Timur pada 2015 masih tetap menyebabkan banjir.

Iklan

Ini bukan kali pertama pemerintah digugat warga. Pada akhir Juli 2019, Mahkamah Agung memutus pemerintah pusat bersalah atas kebakaran hutan yang melanda Kalimantan Tengah sepanjang 2015. Gugatan itu awalnya diajukan ke Pengadilan Negeri Palangkaraya pada 16 Agustus 2016, oleh koalisi masyarakat yang diinisiasi oleh Arie Rompas yang saat ini menjabat ketua tim kampanye hutan Greenpeace Indonesia.

Perjalanan kasus ini lumayan panjang. Pada 22 Maret 2017 Pengadilan Negeri Palangkaraya memutuskan pemerintah bersalah karena lalai dalam mengatasi bencana kebakaran hutan dan lahan. Dalam putusan itu pemerintah diwajibkan membuat peraturan dan langkah konkret untuk mencegah terjadinya bencana lagi. Putusan itu juga dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Palangkaraya pada September 2017.

Presiden Joko Widodo tak terima dengan putusan itu, lantas mengajukan banding ke Mahkamah Agung. Kasasi itu akhirnya juga kandas di tangan hakim MA pada 16 Juli lalu, yang intinya menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Palangkaraya. Pemerintah tetap kukuh akan mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Juru bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan putusan Pengadilan Negeri Palangkaraya sudah tepat. Sebab penanggulangan bencana dalam suatu negara menjadi tanggung jawab pemerintah.

Jadi, warga DKI Jakarta bisa optimis menang dalam gugatan class action tersebut. Sebab beberapa kasus terdahulu menunjukkan bahwa warga masih berdaulat penuh.