KDRT

Banyak Kasus Suami Bunuh Istri Didahului KDRT Berulang. Keluarga-Tetangga Tahu, Kenapa Tetap Terjadi?

Sebelum Mega Suryani tewas di tangan suami, ia pernah lapor polisi tapi dimediasi “damai”. Menurut aktivis perempuan, pemerintah harus intervensi anggapan KDRT urusan privat.
Banyak Kasus Suami Bunuh Istri Didahului KDRT Berulang, Keluarga dan Tetangga Tahu tapi Kenapa Tetap Terjadi?
AKTIVIS DI JAKARTA MEMBAWA POSTER BERISI PENOLAKAN PRAKTIK KDRT. FOTO OLEH ADEK BERRY/AFP.

Mega Suryani Dewi yang baru berusia 24 tahun, ibu dari dua balita berusia 3 dan 1 tahun, digorok suaminya sendiri hingga tewas di rumah kontrakan Kampung Cikedokan, Desa Sukadanau, Cikarang Barat, Bekasi. Suami korban, Nando (25), membunuh Mega pada Jumat malam (8/9) pukul 21.00 setelah sebelumnya menghajar korban hingga wajahnya lebam.

Pembunuhan dilakukan saat dua anak korban dan pelaku ada di rumah. Mengklarifikasi berita yang beredar, Kapolsek Cikarang Barat AKP Rusnawati mengatakan anak korban tidak melihat proses pembunuhan.

Iklan

Setelah Mega tewas, Nando memandikan jasadnya dan mencuci pakaian korban. Ia lalu mengantar dua anaknya ke rumah ortu Mega.

Tewasnya Mega baru terungkap dua hari kemudian, pada Sabtu (10/9) dini hari pukul 01.30 ketika ibu korban datang ke kontrakan untuk mengantar cucunya. Bukannya menemukan Nando, ibu korban justru mendapati jasad anaknya.

Baik keluarga, pemilik kontrakan, dan tetangga tahu bahwa Nando sudah sering melakukan KDRT kepada Mega. Termasuk mereka juga tahu, pada Agustus lalu, Mega melaporkan KDRT Nando ke Polres Metro Bekasi. Walau sudah sempat divisum, kasus ini “dimediasi” polisi dan berakhir damai. Mega lalu tinggal bersama lagi dengan Nando.

Mega juga kerap curhat di media sosial. Salah satu isi curhatannya soal dirinya yang masih dipukul meski sedang hamil anak ketiga. Pada akhirnya ia tewas dalam kondisi mengandung.

Aktivis perempuan: pemerintah harus intervensi untuk setop status quo

Kasus tewasnya Mega mengulang pola dari KDRT mematikan yang terjadi sepanjang tahun ini. Dalam sejumlah pembunuhan sadis suami kepada istri dan/atau anak, yang terjadi di Jakarta, Bekasi, Banten, Jambi, dan Pati, mayoritas pelaku sudah cekcok dengan istri. KDRT ini juga umumnya sudah jadi “pengetahuan umum” di antara tetangga dan keluarga. Selain itu ada pola KDRT terjadi dalam pasangan korban pernikahan anak.

Namun, hingga korban akhirnya tewas, tidak ada tindakan berarti yang dilakukan pihak-pihak itu untuk menyelamatkan korban. Di beberapa kasus, para ayah membunuh anaknya dengan cara sangat sadis.

Iklan

Aktivis perempuan Kalis Mardiasih mengatakan, harus ada intervensi atau rekayasa dari otoritas untuk mengganti sirkulasi pengetahuan lama yang memaklumkan KDRT. “Ya ada ketua RT, tapi tidak ada kepemimpinan untuk merespons kasus-kasus seperti ini,” katanya kepada VICE.

Situasi status quo menjadikan warga sekadar kasak-kusuk menggosipkan KDRT yang dialami seorang perempuan dalam satu rumah tangga.

Ia mencontohkan langkah pemerintah Kota Kediri yang bisa ditiru untuk menghentikan “tradisi mematikan” ini. Menggunakan dana PKK, pemkot membentuk dan melatih kader satuan tugas (satgas) perlindungan perempuan dan anak (PPA).

“Di Kota Kediri ada satgas PPA yang kadernya ada di tiap desa. Bahkan kader satgas ada di tiap RT dan RW. Mereka dibekali pengetahuan untuk merespons kekerasan berbasis gender [KBG], kehamilan tidak diinginkan [KTD], pernikahan anak, bahkan sampai stunting,” terang Kalis.

Deretan KDRT sadis tahun ini: Ibu di Pati tewas dua hari sambil peluk bayi

Sejumlah KDRT mengerikan menggambarkan betapa daruratnya kondisi KDRT di Indonesia. Kasus Mega harusnya bisa diantisipasi jika ada kesadaran dini bahwa KDRT bukan masalah privat.

Pati, Juni 2023

Kasus di Pati pada Juni lalu ini benar-benar membuat masyarakat marah.

Awalnya, Mashuri (35) pura-pura kaget saat pulang kerja malam hari, dan mendapati istrinya Budiati (31) sudah tewas di kasur, dengan tiga anak balitanya (berusia 4 tahun, 2 tahun, dan 26 hari) menangis di sekitar mayat.

Iklan

Wajah korban bengkak. Korban meninggal dalam posisi memeluk bayi yang bahkan belum berusia sebulan itu. Anak-anak itu hidup, tapi sangat lemas karena dehidrasi. Ibu mereka sudah dua hari meninggal dan selama itu anak-anak tersebut tak makan-minum. Tidak ada tetangga yang menolong. 

Bekasi, November 2022

Rizky Noviyandi Achmad (31) di Bekasi membacok anak kandungnya sendiri yang masih SD hingga tewas, serta menganiaya istrinya NI (31) hingga luka berat. Tetangga tahu Rizky memang temparamen dan sering bertengkar dengan istrinya.

Banten, April 2023

Supriadi membunuh istrinya Tumijem dan anaknya yang masih kelas 3 SD di Kampung Baru, Serang, Banten. Setelah membunuh kedua orang itu, Supriadi mengejar anak pertamanya dengan membawa pisau pada pukul 02.00 dini hari, membuat warga terbangun.

Banten, Juni 2023

Didi Hardiana (30) di Lebak, Banten menggorok istrinya Renalia Saptiana (28) hingga tewas karena korban bersikeras minta cerai. Peristiwa terjadi di rumah yang ditempati pasangan itu bersama orang tua korban. Ayah korban mendengar pertengkaran di belakang rumah, lalu mendapati leher anaknya bersimbah darah.

Jakarta Timur, Juni 2023

US (48) di Cakung, Jakarta Timur membakar hidup-hidup istrinya W (37) dan dua anaknya yang berusia 14 dan 15 tahun. Beralasan istrinya “terlalu lama” saat pergi beli lauk, ia menghajar anaknya lalu menyiram bensin ke tiga orang tersebut. Semua korban hidup, tapi menderita luka bakar berat.

Iklan

Jambi, Juni 2023

Paris (44) di Jambi membakar istrinya Leni (36) hidup-hidup cuma karena istrinya menolak berhubungan intim. Peristiwa terjadi di Mes Karyawan PT CCM pada pukul 09.00 pagi. Luka bakar berat membuat korban akhirnya tewas. Pelaku sempat berdalih istrinya terbakar karena “kecelakaan”.

Pati, Mei 2023

Mustain (28) di Pati baru pulang sehabis mabuk dengan teman-temannya pada pukul 02.00 dini hari. Ia membangunkan istrinya, Melia (24), yang sedang tidur agar bersama-sama pergi beli popok anaknya yang sudah habis. Di jalan, mereka cekcok. Korban diturunkan dari motor, lalu dipukul, ditendang, dan dicekik. Korban pingsan dan tewas keesokan harinya.

Korban sedang hamil 2 bulan, anak yang keempat. Tiga anak lainnya berusia 9 tahun, 5 tahun, dan 18 bulan.

Pati, Mei 2023

Mohammad Sholeh (20) di Pati pura-pura bingung karena bayinya, Naura (3 bulan), “lenyap” saat sedang tidur di rumah. Saat kejadian, Sholeh mengaku sedang naik motor untuk menidurkan anak pertamanya (1,5 tahun) dan saat pulang, Naura tidak ada di kasur. Bayi itu kemudian ditemukan di tempat pembuangan sampah dalam kondisi tewas. Interogasi polisi membongkar kejadian sebenarnya: bayi 3 bulan itu dibekap Sholeh sampai tewas, dimasukkan ke kantong plastik, dimasukkan ke bagasi motor, lalu dibuang dengan cara dilempar ke sungai.

"Saya merasa muak, emosi karena kedua anak pada rewel saya bingung, kepikiran kalau dibekap bakal mati," Sholeh mengakui saat konferensi pers polisi, dilansir Detik.

Iklan

KDRT ditangani dengan restorative justice 

AKP Rusnawati menyebut pertengkaran di malam pembunuhan dipicu ekonomi keluarga. Sehari-hari Nando bekerja sebagai sopir ojek online, sedangkan Mega bekerja di sebuah perusahaan di Jakarta.

Nando menyerahkan diri ditemani keluarganya pada Sabtu dini hari. Ia dijerat UU 23/2004 tentang Penghapusan KDRT dengan ancaman hukuman penjara minimal 20 tahun dan maksimal seumur hidup.

Tahun lalu kami mendapati, ada preseden ketika polisi justru menangani kasus KDRT dan kekerasan seksual dengan pendekatan restorative justice. Artinya, pelaku dan korban “didamaikan” agar proses pidana tidak berlanjut. Di Tuban dan Banyuwangi, terjadi kasus korban pemerkosaan lagi-lagi malah dikawinkan dengan pemerkosanya.

Padahal menurut UU Penghapusan KDRT, kekerasan yang berakibat luka fisik sudah tergolong delik biasa. Artinya, polisi harus memperlakukannya seperti mereka menangani kasus penyalahgunaan narkotika atau pornografi, yaitu tak perlu menunggu korban lapor untuk membuat polisi bergerak.

Tahun lalu, Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (Kemen PPA) mencatat ada kenaikan 15,2 persen atas kasus KDRT di Indonesia. Ada 25.050 kasus KDRT terjadi selama 2022, dan sebanyak 58,1 persen terjadi di lingkup rumah tangga. Kasus paling banyak terjadi di Jawa Timur. 

Jika Anda mendapati KDRT di sekitar Anda, usahakan memberi tempat aman bagi korban dan anak-anak, serta dampingi korban untuk membuat laporan kepada ketua RT dan polisi.