kencan dan cinta

Mencatat Reaksi Cowok di Tinder Sebelum dan Sesudah Aku Pakai Kursi Roda

Aku sudah punya pacar, tapi bikin profil Tinder demi eksperimen. Hasilnya bisa ditebak.
Sang penulis Meg Fozzard
Foto milik Meg Fozzard

Dulu sehabis putus dengan mantan, aku mencari kenalan baru di Bumble. Setelah match dan ngobrol-ngobrol, aku pun mengiyakan ajakan kencan seorang cowok. Sudah dia bohong soal tinggi badan, aku pula yang harus bayar bir pesanannya. Aku juga ngegep dia main Bumble ketika balik dari kamar kecil. Kencannya gagal total, dan kami enggak pernah ketemuan lagi sejak itu.

Aku sekarang sudah punya pacar, tapi cukup penasaran reaksi orang jika tahu aku menyandang disabilitas. Aku pun iseng bikin profil Tinder tanpa menaruh harapan apa-apa.

Iklan

Aku menggunakan kursi roda sejak April tahun lalu. Dari cerita sesama penyandang disabilitas, mereka tak jarang bertemu ableist dan diajak kenalan cuma untuk dijadikan semacam fetish. Itulah sebabnya aku ingin menyaksikannya langsung. Jadi ingat ya, aku main Tinder murni untuk eksperimen.

Yang aku lakukan pertama kali yaitu membuat profil dengan foto sebelum menggunakan kursi roda. Aku punya beberapa foto “bagus” untuk dipasang di Tinder. Fotonya diambil saat liburan, tepat sebelum aku berakhir di rumah sakit. Aku memilih foto-foto yang sedang berdiri. Biodataku pada profil ini enggak bermutu: “Loving life around London.

dating disabled tinder

Pada profil kedua, aku memastikan pengguna Tinder bisa melihatku duduk di kursi roda. Biar lebih jelas lagi, aku menulis “As you can probably tell from the pictures, I am in a wheelchair” di biodata.

dating app while disabled

Aku menyukai masing-masing 100 orang di setiap profil. Aku merasa bersalah men- swipe kanan profil mereka bukan karena suka, makanya aku memutuskan untuk enggak membalas pesan mereka. Kabar baiknya, chat mereka basi semua. Dari 100 cowok, aku match dengan 41 orang.

Bagian paling menakutkan akhirnya tiba juga. Aku menghapus profil pertama, dan menggunakan profil kedua. Pada profil ini, aku mengajak mereka ngobrol supaya bisa melihat bagaimana mereka memperlakukanku. Apakah mereka ableist, atau akan mem-fetish-kan disabilitas?

Jumlah match aku turun drastis. Wajahku tetap sama, sebelum dan setelah menggunakan kursi roda. Biodatanya bahkan enggak basic kayak profil pertama. Sudah pasti alasannya karena kursi roda. Hanya 22 orang yang menyukaiku balik.

Iklan

Meskipun cuma untuk eksperimen, aku gemas melihat perbedaannya. Sangat menyebalkan rasanya ketika orang menilaiku dari penampilan fisik doang, bahwa aku enggak bisa jalan. Namun, pesan-pesan yang diterima pada profil kedua cukup mengejutkan. Aku baru menyadari orang ableist sudah pasti dari awal enggak akan swipe kanan profilku.

Aku sempat mengira orang-orang akan ngechat kenapa aku duduk di kursi roda, tapi kenyataannya enggak ada satupun yang menanyakan itu. Aku bahkan harus bertanya duluan alasan mereka menyukai profilku. Siapa sangka, mereka justru enggak mempermasalahkan kondisiku sama sekali.

Bukan berarti orang lain akan mengalami hal yang sama denganku. Hanya saja, aku menjadi lebih tenang karena main Tinder sebagai penyandang disabilitas enggak seseram bayanganku.

@megrozfozz

Artikel ini pertama kali tayang di VICE UK