FYI.

This story is over 5 years old.

Berita Dunia

Hakim Federal Anulir Keppres Trump Larang Imigran Muslim Masuk AS

Imigran pemegang Green Card dan visa resmi dikecualikan dari penahanan. Kebijakan Trump memicu kekacauan di berbagai bandara. Ribuan orang menggelar aksi protes.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE News.

Hakim Federal Ann Donnely dari Pengadilan Distrik Timur New York, Amerika Serikat, Sabtu (28/1) lalu, menganulir sebagian poin dari keputusan yang pekan lalu diteken oleh Presiden Donald Trump. Keppres Trump itu menyebabkan penahanan ratusan imigran dari tujuh negara mayoritas muslim di bandara-bandara AS. Sepanjang akhir pekan ini, beberapa orang asing yang sebetulnya memiliki visa resmi atau malah kewarganegaraan AS, karena memiliki Green Card, ditahan dan diinterogasi oleh petugas imigrasi. Mereka semua terancam dideportasi langsung tanpa kesempatan banding.

Iklan

Hakim Donelly menyatakan larangan Trump tidak berdasar. Dia memerintahkan pihak imigrasi AS segera melepas warga asing yang datang memegang visa resmi. Merujuk pada ikhtisar keputusan presiden AS, warga dari Suriah, Iran, Somalia, Yaman, Irak, Sudan, dan Libya dilarang masuk Negeri Paman Sam selama 90 hari ke depan. Program penampungan pengungsi, terutama asal Suriah, turut dihentikan selama empat bulan mendatang.

"Akan ada pelanggaran berat terhadap hak pemegang visa serta banyak warga negara asing lain atas terbitnya keputusan presiden yang ditandatangani pada 27 Januari 2017," kata Donelly.

Pernyataan Hakim Donelly membuat puluhan pengunjung sidang bertepuk tangan, tapi dia bergegas meminta orang-orang diam. Gugatan di pengadilan ini diajukan oleh Organisasi Persatuan Kebebasan Sipil Amerika Serikat (ACLU). Keputusan Donelly, menurut lembaga nirlaba ini, menyelamatkan setidaknya 200 imigran dari ancaman deportasi dalam waktu dekat. Berbekal keputusan hakim federal di New York itu, ACLU segera menyebar kuasa hukum ke berbagai bandara, agar imigran yang ditahan petugas segera dilepas. ACLU sempat bertanya pada Hakim Donelly, apa solusinya jika ada imigran yang tetap tidak dibebaskan setelah muncul keputusan tersebut. "Jika memang ada yang belum kunjung dibebaskan, tolong kabari saya," ujarnya.

Selain menganulir sebagian isi keppres, Hakim Donelly juga memerintahkan aparat AS untuk segera mengumumkan daftar lengkap imigran yang sudah ditahan di bandara oleh petugas imigrasi. Juru bicara pemerintah yang hadir dalam persidangan menyatakan hal itu sulit dipenuhi. "Sebab ada ratusan imigran dari tujuh negara terlarang yang datang ke AS," ujarnya.

Iklan

"Saya tidak mau tahu. Susun daftarnya segera," kata Donelly.

Keputusan hakim federal ini segera menyebar ke Terminal 4, Bandara Internasional John F. Kennedy di New York. Di sana ada ribuan orang, baik pengunjuk rasa maupun keluarga imigran yang ditahan, sedang berkumpul. Mereka bersama-sama memperjuangkan pembebasan para imigran hanya karena berasal dari negara yang masuk dalam keppres Trump.

Salah satu keluarga imigran yang ditahan menangis saat mendengar keputusan Hakim Donelly. "Saudara saya harus dibebaskan, dia memiliki visa," kata perempuan itu. Saudaranya hingga berita ini dilansir masih ditahan oleh imigrasi Bandara New York.

Demonstran di Bandara JFK menuntut imigran muslim dibebaskan. Foto oleh AP

Puluhan pengacara secara sukarela terlibat aksi menolak larangan muslim masuk AS di bandara-bandara besar AS. Mereka berusaha memberi bantuan hukum kepada keluarga imigran yang ditahan. Banyak dari pengacara ini sebetulnya tidak menguasai bidang hukum imigrasi, sebab sehari-hari mereka bekerja sebagai pengacara perpajakan atau korporasi. Salah satunya adalah Junine, pengacara pajak berusia 27 tahun. Dia mengajak rekan-rekannya sesama pengacara dari seantero New York membantu para imigran yang ditahan petugas gara-gara keppres Trump. Dia berkeliaran di sekitar bandara JFK membawa plang bertuliskan, "Jika anda butuh pengacara, hubungi saya."

"Saya akan membantu mereka yang ada di kerumunan ini menemui pakar hukum imigrasi yang sesungguhnya," kata Junine. "Hanya ini yang bisa saya lakukan. Tentu saja, masih lebih baik daripada berpangku tangan."

Iklan

Trump berkelit dari kritikan para pegiat HAM serta ribuan pendukung imigran yang menggelar demonstrasi di depan bandara. Lewat Twitter, dia berkukuh larangan masuk itu penting, serta sudah dilakukan banyak negara lain di Eropa.

Hingga Minggu (29/1), masih banyak petugas imigrasi di berbagai bandara internasional AS menahan imigran dari tujuh negara muslim. Kepala Staf Gedung Putih, Reince Preibus, muncul di acara bincang-bincang politik televisi, mengklaim kebijakan ini diperlukan untuk meminimalisir ancaman keamanan Negeri Paman Sam. Dia mengklaim sangat mungkin daftar larangan masuk ini diperluas, misalnya, ke Pakistan. Adapun tujuh negara mayoritas muslim itu dipilih lantaran masuk dalam kategori Kementerian Dalam Negeri AS sebagai negara pendukung terorisme. Berdasarkan catatan lembaga CATO, tidak ada satupun warga Somalia, Suriah, Sudan, Irak, Iran, Libya, atau Yaman pernah melakukan terorisme di wilayah AS sejak 1975.

Saat didesak lebih lanjut oleh pembawa acara CBS, Preibus tidak bisa menjelaskan apa solusi bagi pengungsi atau imigran dari Suriah, misalnya, yang sudah memperoleh suaka masuk AS atau memegang visa resmi.

Juru bicara Gedung Putih, Sean Spicer, turut berkelit ketika diserang pertanyaan bertubi-tubi oleh pembaca acara stasiun televisi ABC. Dia disodori fakta, bahwa salah satu imigran yang ditahan di bandara akibat Keppres Trump adalah Hameed Khalid Darweesh, penerjemah bagi militer AS selama Perang Irak. Darweesh bebas berkat bantuan Senator Jerry Nadler and Nydia Velazquez yang datang langsung ke Bandara.

Spicer berdalih pengamanan ekstra bagi imigran muslim memang berisiko membuat banyak orang mengalami masalah imigrasi. Dia menganggap penahanan itu bukan masalah besar. "Saya pikir dalam beberapa kasus memang akan muncul ketidaknyamanan," ujarnya.