FYI.

This story is over 5 years old.

Pelecehan Seksual

Dokumenter Ini Berusaha Memahami Alasan Tak Semua Perempuan Laporkan Pelecehan Seksual

Proyek terbaru sineas Jade Jackman bertujuan membongkar wacana seputar bagaimana sebaiknya korban bertindak.
Poster film dokumenter Jade Jackman yang mencari tahu alasan perempuan tidak melaporkan pelecehan
Foto poster dari arsip pribadi Jade Jackman 

Seperti apa rasanya menjadi korban pelecehan seksual? Apa yang mereka katakan? Bagaimana cara berpakaiannya? Apa pekerjaannya? Apa yang bisa membuat cerita mereka dipercaya? Tentu saja tidak ada jawaban yang benar untuk pertanyaan-pertanyaan ini.

Setiap korban punya caranya sendiri. Kita tidak bisa mendikte korban bagaimana mereka harus menceritakan kisahnya supaya dipercaya. Filmmaker Jade Jackman berusaha mematahkan anggapan ini dalam proyek terbarunya — film tentang pelecehan seksual dengan naskah yang berasal dari cerita asli korban.

Iklan

Pembuat film tersebut ingin mendorong seluruh perempuan dan orang non-biner yang pernah mengalami pelecehan sebagai perempuan untuk membagikan pengalaman saat dilecehkan atau diserang. Kisahnya dijadikan naskah dengan identitas yang dirahasiakan. Naskah ini kemudian menjadi dasar film Jade.

Film dokumenternya akan menyelidiki alasan perempuan tidak melaporkan pelecehan seksual yang pernah mereka alami ke polisi atau pihak berwenang, atau bahkan teman dan keluarganya. Jade berkolaborasi dengan para perempuan di kancah dunia malam — termasuk Skye dari Pussy Palace dan DJ Bearcat — untuk menunjukkan bagaimana para korban lebih sering diserang oleh publik karena menceritakan pengalamannya. Bagaimanapun juga, kita hidup di zaman Brett Kavanaugh tetap terpilih sebagai hakim agung di AS terlepas dari tuduhan pelecehan seksual yang dilayangkan oleh Dr Christine Blasey Ford terhadapnya.

"Hanya ada 15% perempuan yang akan melaporkan kasus pemerkosaannya ke polisi," kata Jade kepada i-D. "Saya mengkontekstualisasikannya dengan pengalaman pribadi dan teman. Selain itu, banyak kasus pelecehan seksual yang menyinggung riwayat seksual penggugat. Saya ingin membuat dokumenter eksperimental yang menjelaskan kenapa perempuan tidak melaporkannya."

"Saya sudah bertahun-tahun menciptakan karya tentang kekerasan terhadap perempuan, jadi saya juga ingin mengubah narasi visualnya. Sayangnya, kebanyakan dari kita mengalami ini semasa hidup dan kita butuh cara yang kreatif untuk mematahkan stereotipe penyintas yang 'baik' dan ‘dapat dipercaya.'"

Iklan

Tonton dokumenter VICE menyorot sosok influencer androgini di Indonesia yang berusaha mempertahankan identitasnya walau sering dikecam kaum konservatif:

Terinspirasi oleh penelitian My body Back dan kehidupan malam, visual film ini secara estetis dipengaruhi oleh ingatan yang kabur soal perjalanan pulang di taksi dan tangan-tangan yang menggerayangi tubuh tanpa ada persetujuan. "Kalau kita menggabungkan Mulholland Drive, Under the Skin dan Enter the Void, kira-kira hasilnya jadi film ini," kata Jade. "Visualnya terinspirasi dari film-film tersebut."

Pilihan estetiknya merupakan cerminan pengalaman pribadi sang pembuat film yang juga pernah mengalami pelecehan seksual. "Saya tidak bisa mewakili semua yang dilecehkan sebagai perempuan. Saya hanya bisa menggambarkan apa yang saya alami sendiri dan kisah yang ingin saya ceritakan," ujarnya.

1539354311668-Webpnet-resizeimage

Image Isobel Mehta.

"Saya pernah dilecehkan oleh penjaga bar, yang membuat saya bertanya-tanya, 'saya harus menceritakannya ke siapa?' Ketika pelecehan terjadi di malam hari atau saat sedang mabuk, penyintas akan berpikir yang tidak-tidak karena mereka sadar akan mengingat traumanya ketika melaporkan ke polisi. Penyintas bukan pengecut. Mereka tidak mau melaporkan kasusnya karena pihak berwenang biasanya malah tidak peka dan enggan melindungi penyintas."

Proyek ini adalah kontribusi Jade untuk gerakan #MeToo. Dia berusaha mengubah narasi tentang bagaimana korban seharusnya bertindak, serta gambaran kekerasan seksual di layar kaca.

“Dengan film ini, saya ingin menunjukkan orang-orang yang harus kita percaya dan tidak," katanya kepada i-D. "Saya harap setelah menonton filmnya penonton tergerak untuk memercayai semua perempuan dan mendukung para penyintas."


Kamu bisa follow Jade di Instagram.

Artikel ini pertama kali tayang di Broadly