Butuh Setahun Sejak Putus Sampai Kita Nyaman Jadi Jomblo

FYI.

This story is over 5 years old.

urusan percintaan

Butuh Setahun Sejak Putus Sampai Kita Nyaman Jadi Jomblo

Ini adalah segala hal aneh yang akan kamu alami sepanjang perjalanan.

Membiasakan hidup sebagai lajang layaknya pindah ke Denmark: tempatnya aneh banget dan penyesuaiannya memakan waktu lama. Kamu akan menghabiskan sebulan pertama bertanya-tanya gue di mana sih? Siapa orang-orang yang minum-minum bareng gue ini? Dan secara konstan, pada malam hari, kamu akan mikir Sumpah gue cuma pengin pulang. Bulan pertama kamu akan mewek dan minum terus-terusan; kamu bakal benci keadaan ini, tapi juga sedikit menyukainya. Bulan pertama akan dipenuhi tragedi dan keegoisan di level yang sinematik, dan kamu akan merasa berhak bersedih-sedihan selamanya.

Iklan

Tapi waktu beranjak. Bulan-bulan berlalu dan akhirnya kamu tak lagi merasa berhak curhat ke semua orang soal kisah tragis percintaanmu. Pada akhirnya kamu akan mengatakan sesuatu soal mantanmu yang menurutmu lucu—atau kamu niatkan sebagai hal lucu—dan temanmu akan bilang, “Sori, gue tahu move on pasti gak gampang. Tapi ini udah setahun lho.”

Dan temanmu itu benar. Setahun adalah batas waktu kamu bersedih-sedihan, dan itu juga waktu yang cukup untuk membiasakan diri hidup melajang. Setahun adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengkalibrasi ulang dan menyesuaikan diri, mungkin dengan beberapa batu loncatan selama prosesnya.

Ini lah batu-batu tersebut.

Bulan Pertama: Putus

Hal-hal seperti ini biasanya enggak mengagetkan. Justru masuk akal, kalau kamu menganalisa hal-hal dan perubahan-perubahan yang terjadi beberapa bulan menuju putus. Hanya saja, kalian enggak mengakuinya. Kalian menghabiskan waktu untuk bertengkar soal siapa yang terakhir kali belanja bulanan, atau berpura-pura baik-baik saja padahal habis menangis semalaman. Kalian tidak berani membicarakan hal yang benar-benar kalian takutkan, jadi kalian mengabaikannya karena terlalu keras kepala dan malas.

Jadi untuk sementara waktu kamu menginap di kosan teman, dan bangun di pagi hari dengan perasaan nyesek sekaligus lega. Kamu enggak menyesal, kamu hanya bingung sekarang mesti apa. Kalau kamu cowok, biasanya, kamu akan menjawab pertanyaan itu dengan memanjangkan janggut. Kalau kamu cewek, mungkin kamu akan potong poni. Atau mengecat rambutmu jadi warna-warni. Dan terlepas dari gendermu, kamu bakal mabuk-mabukan terus sampai suatu malam kamu ngewe sama orang yang enggak kamu suka dan rasanya bakalan aneh banget: itu apaan? Kenapa gak pas? Dan kenapa kayak gini?

Iklan

Bulan pertama rasanya eksplosif dan sureal, tapi pada akhirnya kamu enggak belajar apapun. Kecuali bahwa Tinder enggak asik dan kamu enggak jago maininnya.

Bulan Kedua: Jatah Mantan

Kehidupan orang dewasa terdiri dari hanya empat kenikmatan sejati. Tanpa urutan tertentu, kenikmatan tersebut adalah: masakan rumah, tidur siang saat hari raya, rintik hujan di atas genteng, dan jatah mantan. Sebagian orang yakin bahwa jatah mantan enggak akan berujung baik, dan mereka benar. Tapi, sori-sori aja nih, mungkin dari awal mereka enggak ngerti enaknya di mana.

Jatah mantan biasanya bisa diambil sekitar dua bulan sejak putus. Kalian janjian ngopi buat nanya kabar dan salah satu dari kalian (elo) bakal berkaca-kaca dan ngakuin bahwa hidup tanpa mantan rasanya sepet. “Aku kangen banget,” kamu bakal bilang gitu. Akan ada jeda sebelum mantanmu berpendapat. Dia ingin mengakui bahwa dia juga kangen, tapi takut terkesan lemah. Tapi kini air matamu udah mau luber dan dia tahu gak bakal rugi ngaku kangen. “Mampir ke kosanku ya,” ujarnya. “Sekalian ambil buku-bukumu.”

Jadi kamu balik ke kosannya dan yang selanjutnya terjadi enggak perlu diceritakan di sini. Pertanyaannya, kenapa dilakuin sih? Ya, namanya juga manusia. Mungkin kamu lemah saat melihat kamarnya belum berubah, atau baunya masih sama, atau karena kenangan-kenangan lama mulai bermunculan. Terus kamu jadi sedih. Dan ini bikin kamu jadi enggak sedih lagi. Bukan hanya itu, kamu bahkan jadi bersemangat lagi.

Iklan

Bulan Ketiga: Putus Kedua

Permasalahan dari jatah mantan adalah, ujung-ujungnya cuma ada dua skenario. Antara kalian balikan, atau kalian makin sakit. Dan meski skenario kedua bisa terjadi dengan berbagai cara, intinya mah satu: mantanmu move on duluan.

Mungkin juga, kamu yang move on duluan. Kalau itu yang terjadi, selamat! Kamu bisa melewatkan bagian ini dan membaca artikel lanjutan saya berjudul “Jatuh Cinta Enggak Biasa-Biasa Aja!!!” Tapi, kalau memang benar dia yang move on duluan, sabar ya. Suatu hari nanti temanmu bakal bilang, atau kamu bakal dapat chat, atau tahu lewat Instagram bahwa mantanmu udah punya pacar baru dan kamu akan menyadari bahwa mereka sedang berada dalam kereta super cepat menuju kebahagiaan dan enggak akan memedulikan kamu lagi.

Bulan Keenam: Rasanya Sih Baik-Baik Aja, Tapi Apa Iya?

Rambut dan janggutmu sudah panjang lagi sejak terakhir kali dipangkas, dan kamu sudah beberapa kali pergi kencan dengan orang-orang baru. Kamu bilang ke orang-orang bahwa kamu udah baik-baik aja, tapi saat bilang begitu kamu menatap mereka terlalu lekat dan memaksakan diri supaya gak berkedip. Jadi, kamu ketahuan. Atau, setidaknya, mereka enggak percaya. Lalu pada suatu Jumat malam kamu kebanyakan minum dan menghabiskan empat jam ngestalk mantanmu di media sosial. Ini semacam gatal yang harus digaruk. Jadi kamu garuk-garuk dan rasanya leeeeegaaaaa tapi gatalnya gak hilang dan kamu jadi gak berhenti menggaruk. Ada foto mantan dengan pacar barunya tersenyum, renang-renang bareng, mainan sama anjing lucu—ITU ANJING MEREKA?—dan garukan itu jadi edan. Postingan Facebook dia jadi unyu. Teman-temanmu—yang kamu percaya—ngelike sampah ini dan bahkan berkomentar “Iiih gemes :3”. Sekarang bagian yang kamu garuk-garuk udah berdarah dan kamu tahu kamu perlu berhenti tapi tetap gak bisa. Sudah enam bulan berlalu. Kamu harusnya udah bisa legowo. Tapi enggak. Ikhlas aja belum.

Iklan

Bulan Kesembilan: Sebenarnya, Kamu Udah Ikhlas Tau

Di titik ini kamu mungkin sudah punya baju favorit untuk kencan dan banyak trik soal Tinder. Kalau kamu naksir cowok, mungkin kamu sudah cukup bijak untuk gak ngeswipe-kanan cowok yang fotonya lagi megang ikan. Kalau kamu naksir cewek, mungkin kamu sudah tahu sebaiknya gak ngeswipe-kanan cewek yang fotonya di depan platform 9 ¾ ala-ala Harry Potter. Kamu gak tahu itu fotonya di mana, yang kamu tahu semua cewek pernah foto di situ.

Kini hidupmu sudah menemukan ritme yang pas. Kamu udah gak lagi menciptakan obrolan-obrolan palsu di dalam kepala untuk mengumpulkan segala kebenaran dalam semesta dan memadatkannya menjadi berlian tajam untuk menusuk mantanmu. Kamu udah move on dan kamu lebih bahagia.

Kecuali di hari Minggu. Kamu enggak akan bahagia di hari Minggu karena hidup melajang adalah hidup secara ekstrem: kalau seru, seru banget; kalau sepi, sepi banget. Dan setelah gila-gilaan di Sabtu malam, enggak ada yang lebih sepi daripada Minggu pagi dan siang.

Bulan Kedua Belas: Gimana Gimana?

Jadi kamu sudah move on. Bagus. Selamat ya. Sekarang kamu sudah melajang cukup lama sampai-sampai kamu mulai lupa rasanya punya pacar. Kamu bakal nelpon temanmu si Ujang: “Cuy, ngebir yuk hari Jumat?” Dan si Ujang bakal balas, “Sabi sih, tapi gue tanya cewek gue dulu.” Lalu kamu akan bilang, “Ngapain… Hah? Kok tanya cewek lo? Gue gak mau ngebir bareng cewek lo?”

Dan pas kamu nutup telepon, kamu bakal mikir Ujang udah ngaco. Karena sebagai lajang, hubungan percintaan akan terlihat gila. Sangking lajangnya kamu, kamu jadi bertanya-tanya apa jangan-jangan kamu sudah gak bisa lagi jatuh cinta. Apakah Tinder dan sinisme merusak kemampuanmu untuk terkesima oleh manusia lain? Untuk hidup kayak si Ujang sama ceweknya? Siapa sih yang mau kayak gitu?!

Ya kamu mau. Dan suatu hari nanti, kamu akan jatuh cinta lagi dan makan di restoran sambil bersyukur bahwa pacarmu cakep banget. Dan kamu akan pacaran dan akan geli sendiri—tapi kamu juga merasa lengkap dan bahagia.

Follow Julian on Twitter or Instagram and read some more dating themed stuff from the same guy: