Hukum di Indonesia

Kami Ngobrol sama Orang Tajir Supaya Tahu Seberapa Gampang Beli Pulau di Indonesia

Meski ada banyak berita kontroversi "pulau pribadi", beli pulau rupanya tak otomatis melanggar hukum. Pengusaha yang diwawancara VICE membeli pulau di Teluk Lampung sekitar Rp5 M.
tata cara dan aturan hukum membeli pulau di Indonesia
Kolase oleh VICE. Foto ilustrasi pulau oleh Fidelia Zheng via Unsplash

Vania*, pengusaha properti berusia 31 tahun, adalah satu dari sangat sedikit orang di negara ini yang sanggup membeli pulau. Doi tercatat memiliki 30 hektare lahan di salah satu pulau di Teluk Lampung yang dibelinya pada 2009 seharga “sekitar Rp5-7 miliar”. Tuh kan tajir banget, selisih dua miliar aja bisa enggak keinget.

Kepada VICE, Vania menceritakan proses dia membeli pulau tersebut. “[Membeli pulau] benar-benar sama aja kayak beli tanah biasa. Bayar DP, mengurus surat jual-beli dan sertifikat, udah deh jadi hak milik. Negosiasinya enggak ribet.” Ia menambahkan lagi, “Enggak begitu ada [resistensi dari penduduk lokal]. Mereka juga kan kita rangkul dan pekerjakan. Mereka malah senang dengan adanya bantuan akses kendaraan. Selama enggak ngerusak alam dan merugikan mereka, warga biasanya netral aja.”

Iklan

Vania mendapatkan informasi pulau dijual dari kenalan. Transaksinya pun bersifat pribadi, alias antara penjual dan pembeli saja. Ia hanya berurusan dengan pemerintah ketika mengurus penerbitan sertifikat hak milik. Kini, pulau tersebut sekadar jadi kediaman pribadi. Vania berencana menjadikan lokasi tersebut sebagai cottage dan resort, namun pembangunannya ditunda karena belum sempat membentuk manajemen.

“Untuk saat ini saya punya rumah dan tempat bersantai untuk penjaga pulau tinggal dan menjaga keasrian wilayah saya. Beberapa staf saya bekerja sama dengan warga sekitar untuk menjaga pulau tetap hidup dan terurus,” kata Vania lagi.

Jual-beli pulau adalah praktik yang sekilas membingungkan. Di satu sisi kabar transaksi pulau kerap bikin polisi dan pemerintah turun tangan. Informasi ada satu pulau dikuasai pribadi juga sering jadi perbincangan publik. Namun, di sisi lain transaksinya terus terjadi dari tahun ke tahun. Dalam pemberitaan, saban kasus jual-beli pulau terungkap pasti langsung menyita perhatian.

Arsip berita pada Agustus 2020 contohnya. Muncul kabar sebuah pulau bernama Pulau Pendek di Buton, Sulawesi Tenggara ditawarkan di situs jual beli pulau (iya, situs beginian ada beneran). Alhasil, polisianggota DPR, sampai Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ikut turun tangan. Atau sebelumnya pada 2012, Kementerian Komunikasi dan Informatika sampai perlu mengawasi kabar dijualnya dua pulau bernama Pulau Gambar dan Gili Nanggu di internet.   

Iklan

Jadi jual-beli pulau boleh apa enggak nih? Kok kalau baca berita kayaknya melanggar hukum, tapi dari pengalaman Vania bisa lancar-lancar aja?

Mari kita masuk ke pengantar VICE soal hukum tanah Indonesia. Jawaban singkatnya, jual-beli pulau itu boleh kok. Cuma ada syarat dan ketentuan yang berlaku.

Menurut hukum, sepanjang masih berstatus WNI, kita boleh bercita-cita punya pulau sendiri. Cuma bahasa “beli pulau” rada enggak tepat. Kalau menurut penjelasan KKP ini, yang benar adalah “beli tanah/lahan di pulau”. Sebab, ada aturan maksimal 70 persen doang dari daratan si pulau yang boleh diperjualbelikan. Sisanya kudu dipakai untuk kepentingan umum.

Sebelum menawarkan lahan di pulau, penjualnya harus membuktikan kepemilikannya lewat sertipikat hak milik (iya, di aturan resmi pemerintah ditulis pakai ‘p’, bukan sertifikat). Hak milik ini beda dari hak pakai. Soalnya kalau statusnya hak pakai, biasanya lahan tersebut dikuasai oleh negara (yang artinya cuma negara yang berhak atasnya, dan haknya pun sebatas “mengelola”. Menurut UUPA 5/1960 negara enggak boleh punya “hak milik”).

Kejelasan hak milik ini yang bikin Kasman, seorang pedagang pulau di Selayar, Sulawesi Selatan tersandung masalah. Ia dijadikan tersangka oleh polisi karena diduga memalsukan sertifikat hak miliki atas Pulau Lantigiang yang kepada perempuan bernama Asdianti seharga Rp900 juta, dua tahun lalu.

Iklan

Kasus ini makin ribet karena menurut Bupati Selayar Muhammad Basli Ali, Pulau Lantigiang masuk kawasan konservasi Taman Nasional Taka Bonerate (TNTB) Selayar alias dikuasai pemerintah. Kuasa Asdianti yang kadung membeli pulau tersebut membela kliennya, menyebut transaksi bersifat perorangan. Menurunya, tanah di pulau milik keluarga Kasman sejak 1942, sementara pemerintah lewat TNTB baru datang pada 2000.

Kasus itu belum selesai, sengkarut lainnya muncul di NTB bulan ini. Pulau Gili Tangkong di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, kedapatan dijual daring sampai Minggu (7/2) malam. Lewat situs Private Island Online, para calon pembeli yang berminat bisa menghubungi narahubung yang tertera di situs, namun per hari ini postingan tersebut sudah tidak bisa diakses.

Private Island Online adalah situs yang sama tempat Pulau Gili Tangkong, Pulau Tojo Una Una (Sulawesi Tengah), Pulau Ayam (Kepulauan Riau), Pulau Sumba (NTT), dan Pulau A-Frames (Sumatera Barat) ditawarkan.

Soal Gili Langkong, pemerintah setempat mengaku belum tahu apa-apa. “Kalau dijual atau disewa kita belum dapat informasinya. Tetapi terkait lahan pulau-pulau kecil masih kewenangan pengelolaan di kabupaten, sedangkan wilayah lautnya 0-12 mil kewenangan provinsi,” kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTB Yusron Hadi. 

Iklan

Balik ke kursus hukum singkat di paragraf sebelumnya. Ketentuan lain jual-beli pulau adalah prinsip bahwa tanah di Indonesia enggak boleh dijual ke warga negara asing, termasuk tanah di sebuah pulau kecil nan terpencil. Dasar hukumnya masih UUPA yang melarang WNA punya hak milik di Indonesia.

Kalau kamu ingat, pada 2014 sempat heboh tuh kasus Pulau Cubadak di Sumatera Barat yang pengelolanya, seorang WN Italia, mengusir warga lokal yang berkunjung tanpa izin. Saat itu kasusnya menjadi sorotan karena pengelola disangka memiliki pulau tersebut. Kata pemda setempat sih, si bule cuma nyewa dari suku pemilik hak ulayat pulau tersebut.

Manakala calon penjual dan pembeli sudah memenuhi syarat-syarat di atas, proses transaksi bisa digas. Yah, walau dari sisi penjual pulau, ternyata ada satu hal lagi yang mereka perlukan ketika ada calon klien mau beli pulau.

“Surat pernyataan bank. Biar yang jual yakin yang beli beneran punya uang banyak, enggak tipu-tipu, hahaha,” kata Ryan*, pemilik pulau pribadi di Kepulauan Seribu yang lagi nawar-nawarin pulaunya, kepada VICE.

Buat informasi aja. Harga pulau punya Ryan dibanderol Rp270 miliar, siapa tahu ada pembaca VICE tertarik sebab sampai berita ini ditulis, pulau tersebut belum laku. Menurut Ryan, karakteristik yang biasanya “sanggup” membeli pulau adalah mereka yang kaya (ya iyalah), berkoneksi, dan bekerja di bidang properti. 

Salah satu pihak yang Ryan tawari adalah Sauri, pengusaha sawit asal Lampung berusia 28 tahun. Kepada VICE, Sauri mengaku sudah tiga kali ditawari pulau, namun belum pernah doi terima sebab belum jadi prioritas. Oh ya, dari Sauri pula kita belajar bahwa selain harus punya uang untuk beli pulau, kita juga harus siap membayar pajak pulau yang bejibun.

“Paling murah [ditawari pulau harga] Rp15 miliar. Paling mahal sekitar Rp400 miliar. Untuk Pajak Bumi dan Bangunan rata-rata di atas Rp1 miliar [per tahun] kalau luas tanahnya di atas 15 hektare,” kata Sauri. 

Membaca kalkulasi di atas, sebagian pembaca [dan penulis artikel ini] segera sadar kalau satu-satunya “pulau” yang bisa dibeli semasa hidup hanyalah mayones Thousand Island.

*Nama-nama narasumber diubah atas permintaan mereka untuk privasi