Berita

Didenda Karena Kentut Depan Polisi, Lelaki Austria Mengklaim itu 'Kebebasan Ekspresi'

Dalam pembelaan di pengadilan, lelaki itu mengklaim aksi mengentuti aparat dijamin oleh UU soal hak warga sipil negaranya.
Foto ilustrasi lelaki buang gas
Foto: Getty Images

Juni tahun lalu, sempat ramai pemberitaan mengenai lelaki Austria 22 tahun yang didenda 500 Euro (Rp8,7 juta) karena “sengaja mengentuti” polisi. Kini 10 bulan berselang, terdakwa menyampaikan argumen dalam persidangan bahwa kentut termasuk kebebasan berekspresi, menurut harian Der Standard pekan lalu.

Iklan

Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Wina menjabarkan jalannya peristiwa pada hari itu. Kita sebagai pembaca bisa menentukan sendiri apakah klaim kentut adalah ekspresi yang dilindungi benar adanya.

Pada 5 Juni 2020, lelaki berinisial AB sedang main di taman bersama teman-temannya ketika polisi menghampiri mereka untuk melakukan pemeriksaan identitas.

“Terdakwa masih dalam posisi duduk ketika membuang gas,” bunyi dokumen tersebut. “Dia lalu mengangkat bokong dan mengejan untuk melepaskannya.”

“Teman-temannya tertawa saat dia kentut dan saksi F bergurau,” lanjut dokumen itu. “Terdakwa menyeringai ke arah polisi karena terhibur.”

Dia membela diri di pengadilan kalau dirinya tidak sengaja kentut. Kalau pun disengaja, dia merasa berhak melakukan itu karena merupakan bentuk ekspresi.

Sayang sekali, hakim tidak menyetujui argumennya.

Dalam penilaian hukum yang mendetail tentang kentut merupakan bentuk ekspresi yang dilindungi atau bukan, hakim berpendapat kentut dan sendawa tidak memiliki “sifat komunikasi” dan dapat “mengganggu ketertiban sosial”. Bahkan seandainya kentut memang bentuk ekspresi yang dilindungi, hal itu akan tetap dianggap “melampaui batas kesopanan”.

Hakim meringankan dendanya menjadi 100 Euro (Rp1,75 juta) sebagai bentuk simpati melihat situasi keuangannya dan dia tidak pernah melanggar hukum sebelumnya.

Namun, sebagaimana dikatakan pengacara Matej Zenz kepada surat kabar Wina Kurier, kliennya belum mau menyerah dan akan mengajukan banding ke mahkamah konstitusi.

“Ini masalah prinsip bagi kami,” terang Zenz. “Kentut hanyalah masalah sepele.”