FYI.

This story is over 5 years old.

Larangan Muslim Masuk AS

Aturan Trump Larang Muslim Masuk AS Dihidupkan Kembali

Mahkamah Agung AS menyatakan sebagian dari keppres kontroversial itu sah secara hukum, sehingga boleh dijalankan oleh aparat sampai tiba putusan final dari majelis hakim.
Photo by Brian Snyder/Reuters

Artikel ini pertama kali tayang di VICE News.

Awal pekan ini, Mahkamah Agung Amerika Serikat mulai menyidangkan keputusan presiden Donald Trump yang kontroversial, mengenai larangan masuk terhadap imigran dan pengungsi dari enam negara muslim. Sebelumnya aturan diskriminatif itu dua kali dinyatakan oleh pengadilan federal cacat hukum, sehingga harus dihentikan.

Dalam putusan sementara, Majelis Hakim Mahkamah Agung mengatakan sebagian pasal dalam Keppres Trump masih bisa dijalankan. Alasannya, larangan masuk "dapat berlaku untuk setiap individu yang tidak memiliki hubungan jelas dengan perorangan ataupun organisasi tertentu saat mengunjungi wilayah Amerika Serikat."

Iklan

Putusan Majelis Hakim Agung mengenai larangan masuk bagi imigran muslim itu akan ditentukan Oktober mendatang. Berbekal keputusan MA, aparat imigrasi kini punya amunisi untuk kembali mempersulit masuk, bahkan mendeportasi langsung, imigran dari Iran, Libya, Somalia, Suriah, Sudan, serta Yaman sekalipun mereka sudah memperoleh greencard ataupun visa. Kelompok pembela hak asasi menyatakan kebijakan pemerintah AS diskriminatif dan rasis, karena mengasumsikan semua warga beragama Islam dari enam negara itu memiliki kaitan dengan terorisme ataupun berbahaya bagi keamanan negara.

"Presiden Trump telah melanggar prinsip utama dalam konstitusi kita, yang menyatakan pemerintah AS tidak boleh membela atau mendiskriminasi agama saat membuat kebijakan publik," kata Omar Jadwat, Direktur Lembaga Advokasi Imigran ACLU, lewat keterangan tertulis. "Pengadilan tingkat negara bagian dan federal sebelumnya sudah menyatakan larangan masuk ini tidak sah secara hukum. Kami percaya, Mahkamah Agung AS akan mengambil keputusan serupa."

Imigran resmi dari Timur Tengah selama ini cukup banyak yang datang ke AS. Akibat kebijakan Trump yang pertama kali berlaku pada 27 Januari lalu, pemegang visa dari enam negara mayoritas muslim yang disebut sebelumnya anjlok menjadi 6.372 orang selama periode Maret-Mei tahun ini, setelah keppres Trump dicabut pengadilan federal. Periode yang sama tahun lalu, ada lebih dari 12 ribu imigran datang dari negara-negara yang kini "dimusuhi" Negeri Paman Sam.

Iklan

Kapan Pengusiran Imigran Muslim Bakal Terjadi Lagi?

Presiden Donald Trump sudah mendapatkan informasi jika tafsir sementara Majelis Hakim Mahkamah Agung memberi celah bagi aparatnya mendeportasi dan melarang imigran muslim dari enam negara tadi masuk negaranya. Berdasarkan memo yang dikirim beberapa waktu lalu, Trump meminta semua aparat bersiap menjalankan tafsir MA paling lambat 72 jam setelah diumumkan. Artinya, ada kemungkinan pengusiran pendatang muslim dari bandara-bandara AS akan terjadi akhir pekan ini.

Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (Homeland Security) sudah mengeluarkan pernyataan resmi. Mereka mengklaim siap melakukan pengusiran imigran tertentu, "secara profesional, dengan pemberitahuan jauh sebelum pelaksanaannya, serta selalu dalam koordinasi dengan rekan-rekan swasta di industri penerbangan."

Keppres Trump diteken pada minggu pertama setelah dia dilantik sebagai presiden. Awalnya, Irak juga masuk dalam daftar tersebut. Belakangan, Irak dihapus dalam revisi beleid itu karena kecam membanjir dari publik. Semua imigran asal negara mayoritas muslim yang disebut dalam keppres Trump dianggap memiliki risiko tinggi terpapar jaringan terorisme.

"Pengadilan tingkat negara bagian dan federal sebelumnya sudah menyatakan larangan masuk ini tidak sah secara hukum. Kami percaya, Mahkamah Agung AS akan mengambil keputusan serupa."

Tidak semua negara bagian tunduk pada keppres Trump. Negara bagian seperti Washington dan California secara aktif justru menggugat beleid presiden. Gugatan ini didukung oleh kelompok LSM dan para pegiat pembela imigran. Hakim di tingkat federal menyatakan Trump melanggar banyak aturan dalam penerbitan keppres itu. Dasar yang dipakai presiden hanyalah janjinya saat kampanye, yang mengatakan siap melarang semua muslim masuk ke Amerika Serikat. Berbeda dari hakim pengadilan di tingkatan lebih rendah, majelis Mahkamah Agung AS mengatakan, "kita harus menempatkan aturan imigrasi dari presiden ini sebagai produk hukum yang netral."

Iklan

Melihat komposisi hakim agung AS yang mayoritasnya dikuasai kandidat asal Partai Republik, ada peluang kebijakan diskriminatif Trump bakal dimenangkan.

Siapa yang Bakal Jadi Korban?

Putusan sela MA menjelaskan, pemerintah AS boleh mengambil beberapa kebijakan yang tidak biasa dalam rangka "melindungi kepentingan nasional." Adanya kesulitan yang dialami warga asing di AS dianggap sah, apabila memang ditemukan ancaman terhadap keamanan dalam negeri.

Namun, putusan sela MA itu sekaligus menegaskan bila anak buah Trump di bidang imigrasi tidak boleh mendeportasi atau melarang masuk pemeluk muslim dari enam negara dalam daftar, apabila mereka terbukti punya hubungan dengan penduduk atau organisasi di AS. Secara spesifik, pemeluk muslim yang tidak boleh diusir sama sekali adalah mahasiswa, pekerja yang sudah diterima oleh perusahaan AS, serta dosen tamu yang diundang mengajar di wilayah AS."

Bagaimana Nasib Pengungsi?

Pengungsi dari wilayah zona perang, misalnya Suriah, Sudan, atau Libya, dan sudah tiba di wilayah AS, akan diizinkan masuk. Namun, untuk pengungsi yang sama sekali belum memperoleh sponsor dari UNHCR atau organisasi kemanusiaan AS sampai aturan ini diumumkan MA, maka mereka tidak akan bisa diterima oleh pihak imigrasi.

Tidak semua hakim agung di MA setuju pada keputusan menghidupkan sebagian pasal dari Keppres Trump. Hakim Agung Clarence Thomas mengungkapkan opini berbeda (dissenting opinion) menyatakan "aturan ini mustahil dijalankan di tataran teknis lapangan."

Thomas mengatakan, yang akan terjadi nantinya hanya proses hukum ruwet. Sebab petugas imigrasi harus memeriksa hubungan setiap individu dengan perorangan atau organisasi di AS. Syarat itu membuat beban petugas lapangan justru menjadi sangat berat.

"Yang akan muncul adalah banjir pemeriksaan dan pemeriksaan," ujarnya dalam keterangan tertulis.