FYI.

This story is over 5 years old.

Takhayul Populer

Kenapa Kita Dilarang Melarang Orang Hujan-hujanan

Emang iya hujan-hujanan bikin orang sakit? Atau itu hanya mitos yang berlaku di Indonesia saja?
ilustrasi oleh Dini Lestari

"Takhayul Populer" adalah seri artikel VICE mengungkap akar mitos-mitos populer dari Indonesia yang masih dipercayai sampai sekarang. Klik di sini untuk membaca artikel serupa.

Orang dewasa memang rumit, mereka terbagi jadi kubu-kubu tertentu. Ada yang pro-life ada yang pro-choice, ada yang yang pro-demokrasi ada yang pro-militerisme, ada yang merasa pribumi dan ada yang menunjuk orang lain sebagai non-pribumi. Mendingan anak-anak, membedakan kelompok anak-anak generasiku itu gampang, cuma ada geng hujan-hujanan dan geng enggak dibolehin hujan-hujanan.

Iklan

Aku termasuk yang enggak dibolehin hujan-hujanan. Sampai sekarang aku tidak pernah menemukan alasan mengapa orang tuaku melarang hujan-hujanan. Hal tersebut bikin masa kecilku kurang 'afdol'. Hujan-hujanan pertamaku sewaktu SMP (kasihan banget), itu pun enggak sengaja karena kehujanan sewaktu pulang sekolah.

Itu kisahku, ternyata ada lagi yang lebih parah. Alby Pratama, 27 tahun, dilarang orang tuanya hujan-hujanan sampai dia SMA. Segala alasan ia terima mulai dari, "Alby nanti kamu sakit!"; "Alby nanti kamu korengan!"; "Hih nanti banyak kotoran burung kena badan!"; hingga "Jangan hujan-hujanan lah, mau ujian sebentar lagi, nanti sakit!". Saat itu, Alby selalu nurut.

Bertahun-tahun kemudian, Alby memilih berkarir sebagai reporter televisi yang punya hobi touring dan riding motor jarak jauh. Liputan di tengah bencana alam ditambah berkendara jarak jauh dalam keadaan hujan bukanlah hal baru. Ternyata Ia baru sadar bahwa tubuhnya kuat-kuat saja. Padahal sampai sekarang ia berusia 27, ibunya masih melarang Alby terpapar hujan. Alby bilang, hingga kini Ibunya kerap melarangnya keluar rumah tatkala langit mendung.

"Setelah kuliah sampai sekarang motor-motoran terus, hujan-hujanan malah sehat-sehat saja, enggak pernah sakit karena hujan," kata Alby sabil tertawa. "Kalo sekarang gue malah galau bukan takut sakit,"

Aku, Alby, dan barang kali anak-anak yang dilarang hujan-hujanan lainnya punya banyak pertanyaan besar. "Apa bedanya basah-basahan pakai air hujan dan basah-basahan air PDAM biasa?" "Kenapa hujan-hujanan disebut bikin kita sakit, sedangkan renang sejak matahari terbit hingga tenggelam di rendaman air kaporit dianggap enggak masalah?" Mengapa kita terus-terusan mengkriminalisasi hujan?

Iklan

Itu pertanyaan yang bertahun-tahun enggak pernah dijawab orang tua kami. Mungkin orang dewasa punya definisi lain soal hujan, simbol kegalauan misalnya? Toh bagiku dan teman-teman masa kecilku, hujan menjadi simbol kebahagiaan. Enggak heran sih kalau orang dewasa jadi gampang galau sekalinya lihat hujan. Coba, ada berapa musisi yang bikin lagu bawa-bawa nama hujan dan isinya galau soal cinta-cintaan? Guns n' Roses? Prince? Elvis Presley? Se-galau-galaunya Ibu Sud pas bikin lagu anak-anak Tik Tik Tik Bunyi Hujan di Atas Genting ujung-ujungnya masih ceria aja tuh, enggak kayak The Rain Song-nya Led Zeppelin yang bikin galauuu banget itcuh. Orang dewasa rumit banget deh.


Baca artikel VICE lain yang sama-sama membahas soal hujan

Alby mengaku, kelak jika Ia punya anak, enggak ada tuh istilah melarang anaknya hujan-hujanan. Ia khawatir jika kelak larangan-larangan tersebut bisa mencegah anaknya di masa mendatang untuk mengeksplorasi lingkungan.

"Hal yang gue rasain saat gue dilarang hujan-hujanan waktu kecil, secara otomatis benak gue tersugesti 'habis kehujanan pasti sakit" dan itu bikin gue seakan takut dan lemah," ujar Alby. "Dan hujan sebenernya gak sejahat itu, kecuali kita memang tinggal di lingkungan yang tercemar macam Chernobyl."

Demi bisa memecahkan kasus ini, aku percayakan seorang dokter untuk menjawabnya. Dokter Mahesa Paranadipa dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan bahwa Ia termasuk anak-anak yang terpapar dengan mitos serupa. Namun, Dokter Mahesa menyebutkan air hujan bukanlah penyebab sakit, melainkan daya tahan tubuh individu tersebut.

Iklan

"Suhu yang dingin akan menurunkan imunitas tubuh. Selain itu, air hujan yang mengenai tanah pada saat hujan, akan mengangkat bakteri dan virus yang ada di bawah tanah untuk naik ke permukaan," ujar Mahesa kepada VICE Indonesia. "Pada saat kotoran tersebut naik, otomatis seseorang akan terpapar bakteri dan virus, sehingga yang membuat orang sakit itu bukanlah air hujan."

Dokter Mahesa berpendapat, bermain di tengah hujan bagi anak-anak sungguh bukan masalah kok, tentu jika kondisi anak segar bugar. Lain halnya jika kondisi mereka sedang tidak fit dan punya gangguan kesehatan. Itu mah namanya cari penyakit!

"Ya enggak apa-apa, karena dengan bermain, anak itu beraktivitas, terpapar dengan lingkungan, tubuhnya juga akan merespon dengan lingkungan, dan kuman. Anak beradaptasi. Itu membuat daya tahan tubuhnya lebih kuat, tapi jangan terlalu lama juga karena kondisi dingin di luar itu akan menurunkan daya tahan tubuh" kata Mahesa.

Bisa jadi kalimat 'masa kecil kurang bahagia' itu valid bagiku dan bagi yang lainnya yang tidak hujan-hujanan sedini mungkin karena diterjang mitos. Kami, geng dilarang hujan-hujanan cuma bisa duduk memandang air begitu saja jatuh basah ke badan.

Jangan heran deh kalau saat ini banyak jiwa-jiwa anak yang terjebak romantika senja, mungkin karena kami dulu sering dilarang keluar lewat jam magrib. Jangan salahkan juga bila banyak yang galau pada syahdunya wangi tanah dan hujan. Mungkin karena kami hanya bisa duduk galau menatap ke luar jendela jika hujan tiba.

Lantas, berapa insan muda lagi yang mesti kehilangan secercah keindahan masa kecil? Biarkan kami atau anak-anak lainnya kelak mencicipi kebahagiaan dengan hujan-hujanan!