keuangan

Ngobrol Sama Anak Muda yang Obsesi Menabungnya Ekstrem

"Aku pernah beberapa minggu cuma makan mi instan supaya bisa menabung uang."
ilustrasi uang tabungan dan bungkus mi instan
Ilustrasi oleh Esme Blegvad

Ethan sangat hemat, berbeda dari orang kebanyakan. Dia mulai mengatur keuangannya dengan ketat begitu masuk kuliah. Bisa dibilang Ethan jarang menghabiskan uang pegangannya.

“Aku pernah cuma makan mi instan selama beberapa minggu penuh. Aku enggak pernah main sama teman biar uangnya bisa ditabung dan pinjaman biaya kuliah cepat lunas,” ungkapnya.

Ethan terbukti bisa lulus tanpa utang berkat tabungan yang diperoleh dari pekerjaannya sebagai asisten guru, proyek serabutan dan sejumlah beasiswa swasta. Walaupun begitu, dia masih suka mengkhawatirkan uang. “Aku belum bisa menyingkirkan kebiasaan ini, padahal hidupku sudah enak sekarang,” imbuhnya. “Sekalinya makan di luar, aku selalu pesan makanan paling murah. Sepertinya aku agak terobsesi menabung.”

Iklan

Ada banyak manfaat jika kita rajin menabung, apalagi di kondisi perekonomian seperti sekarang ini. Namun, menabung juga bisa membawa masalah apabila dilakukan secara berlebihan. Sisi gelap mengumpulkan uang sayangnya hampir enggak pernah dibahas, tak seperti perilaku boros yang sering kali mengakibatkan seseorang terlilit utang. Orang super hemat sebenarnya punya uang, tapi mereka takut menghabiskannya.

Kalian bisa dikatakan terobsesi menabung manakala sebagian besar uangnya disimpan tanpa tujuan apa pun. Kalian rajin mengecek saldo rekening, dan takut uangnya akan habis jika membeli sesuatu. Dengan demikian, pada titik mana kebiasaan menabung dianggap telah mengambil alih hidup seseorang?

Salah satu faktor utama orang bisa terobsesi menabung yaitu pola asuh orang tua. Spesialis perilaku keuangan bersertifikat Derek Hagen berujar kebanyakan orang yang tumbuh dalam keluarga tak mampu akan mengembangkan perasaan takut kekurangan uang. Mereka mengendalikan ketakutan itu dengan menabung. Sementara lainnya khawatir terjadi yang enggak-enggak di masa depan. Mereka menyimpan uang supaya punya pegangan suatu saat nanti. “Secara tanpa sadar perilaku kita didorong oleh ‘skenario enggak punya uang’ yang muncul sejak kita masih kecil,” terangnya.

Semasa mudanya, keluarga Snezhina mengalami kesulitan ekonomi. Penulis ini bisa terobsesi menabung mungkin karena ibu mengajarkan pentingnya berhemat.

Iklan

“Ibu dulu sering bilang untuk beli yang penting-penting saja,” tuturnya. “Kami enggak pernah beli sesuatu karena lapar mata. Semua barang di rumah punya kegunaannya masing-masing.”

Pola pikir tersebut melekat sampai dia beranjak dewasa. Snezhina memiliki penghasilan tetap. Dia bisa menghamburkan uangnya kapan saja, tapi yang dilakukan perempuan satu ini malah berhemat. Dia baru belanja gila-gilaan jika waktunya sudah tepat.

“Aku selalu menyimpan uang gaji. Enggak ada rencana mau dipakai sama sekali, aku suka saja gitu melihat saldo bertambah terus. Mending seperti itu daripada menghabiskannya untuk barang enggak penting,” lanjutnya.

Psikolog klinis dan penasihat keuangan Dan Pallesen mengutarakan perilaku menabung secara kompulsif sama enggak sehatnya seperti kebiasaan menghamburkan uang. “Memegang aset dan sumber daya sangat adaptif,” papar Dan. “Sebagian orang menabung untuk bertahan hidup di situasi yang tak terduga. Misalnya, banyak disciplined investor menghabiskan sebagian besar waktunya mengumpulkan simpanan pensiun yang takkan habis seumur hidup. Mereka menentang gagasan menghabiskan uang,” tambahnya. Kebiasaan ini tak diragukan lagi akan menimbulkan kecemasan.

Kelewat berhemat diyakini sebagai salah satu gejala Obsessive Compulsive Personality Disorder (OCPD), dan dianggap bentuk penimbunan yang lebih parah. Stewart, pegawai perusahaan keuangan pribadi, menyadari ketakutan menghabiskan uang malah memperparah gangguan kecemasan yang dideritanya. Kedua faktor ini akhirnya memengaruhi segala aspek kehidupan Stewart. Dia mengakui, “Bukannya menghabiskan uang, aku justru sibuk menambah jumlahnya dan memikirkan bagaimana jadinya jika pendapatanku enggak ditabung dan diinvestasikan.”

Iklan

Beberapa orang yang memiliki kebiasaan ini cenderung melihatnya sebagai berdisiplin secara finansial. Mereka bertujuan membatasi pengeluaran dan memotivasi diri sendiri untuk hidup sesuai kemampuan. Sikap hemat terkadang membantu mereka jadi orang kaya. Snezhina merasa enggak ada yang salah dengan kebiasaan menabungnya. Dia bahagia hidup seperti itu. “Aku enggak menyesal jarang mengeluarkan uang,” ucapnya.

Namun, sikap hemat berlebihan bisa membawa masalah bagi diri sendiri dan orang terdekat apabila mereka sampai mengabaikan kebutuhan pokok hanya demi menabung.

Lalu, bagaimana cara mengatasinya?

“Kalian harus menyadari punya masalah ini,” saran Derek. Menurutnya, kalian bisa mengurangi rasa takut mengeluarkan uang dengan langkah-langkah kecil, seperti menghadiahkan diri sendiri ketika mencapai target menabung. Orang yang terlalu hemat enggak suka menghamburkan uang, bahkan untuk dirinya sendiri. Oleh karena itu, mereka harus berlatih untuk sesekali membeli sesuatu yang jarang dibeli. Ini cara yang bagus menyingkirkan kebiasaan tersebut.

Buat Ethan, menabung dapat menenangkan pikirannya dalam dunia yang penuh ketidakpastian. Namun, dia kepengin sekali bisa mengeluarkan banyak uang tanpa perlu merasa bersalah. “Aku berharap suatu saat nanti bisa benar-benar menikmati uang hasil kerja kerasku,” tuturnya.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE UK