Takhayul

Aksi Warga Depok Sembelih Babi Ngepet, Menurut Aktivis Hak Hewan Termasuk Penyiksaan

Pernah ada juga babi yang diduga hasil 'ngepet' di Depok, tapi ternyata musang. Menuru aktivis satwa, penyiksaan hewan seharusnya bisa dipidana.
Warga Bedahan Depok Sembelih Babi Diduga Hasil Ngepet Termasuk Penyiksaan Binatang
Foto babi mungil berwarna hitam hanya ilustrasi, dari acara kebudayaan di Toba, Sumatra Utara. Foto oleh Albert Ivan Damanik/AFP

Warga di Kampung Bedahan, Kecamatan Sawangan, Kota Depok, Jawa Barat tak mau ambil risiko. Mengaku kerap kehilangan uang saban Senin dan Jumat malam, seekor babi liar yang dua kali muncul di pemukiman warga ditangkap beramai-ramai pada Selasa (27/4) dini hari. Hewan itu akhirnya disembelih karena dipercaya merupakan hasil klenik jelmaan babi ngepet.

Ketua RW 4 Abdul Rosad bersaksi babi liar yang ditangkap memang makhluk jadi-jadian pencuri uang yang udah lama diburu warga. Bulan lalu, warga mengaku sudah berhasil menangkapnya. Namun, babi berhasil lolos karena warga yang menangkap masih pakai baju. Rosad percaya babi ngepet tidak bisa dilihat mereka yang berpakaian utuh.

Iklan

“Jadi, bagi warga yang enggak melepas pakaian mah, dia enggak bisa melihat. Jadi, semalam [26 April dini hari] apeslah dia [si babi ngepet] ditangkap kita. Iya, [warga] pada bugil. Jadi kalau enggak bugil, enggak bisa, kita enggak bisa melihat [babi ngepetnya]. Pada bugil itu semalam kita nangkepnya,” kata Rosad dilansir Detik. Beberapa warga mengaku kehilangan uang mulai dari Rp500 ribu sampai Rp3 juta gara-gara ulah babi ini.

Rosad juga mengatakan babi mengalami mengecil secara misterius sejak ditangkap. Dalam video penangkapan yang viral, disebut bahwa babi mulai mengecil sejak kalung yang ia kenakan dilepas. Awalnya, babi disebut berukuran sebesar anjing dengan tinggi 50 cm dan panjang 40 cm. Namun, pada Selasa (27/4) siang, ia mengecil jadi sebesar kucing dengan tinggi 15 sentimeter.

Karena khawatir babi semakin mengecil lalu menghilang, warga memutuskan memenggal kepala sang babi diiringi lantunan Al-Qur’an, siang itu juga. Jasad babi kemudian dikubur di pemakaman keluarga salah satu warga Sawangan. Penyembelihan ini sekaligus jadi cara warga mengancam keluarga pelaku yang menjelma jadi babi ngepet, untuk segera mengaku.

“Dimatiin babinya, dikubur, sampai kita tunggu satu minggu sampai keluarganya datang. Kita sudah meringatin dari pagi, ‘Hei, orang-orang deket yang punya ilmu-ilmu beginian yang kita enggak tahu […], datang[lah] pada hari ini sebelum telanjur [babinya disembelih],” ujar pria dalam video penangkapan yang beredar di medsos.

Iklan

Penangkapan babi ngepet ini sudah diketahui kepolisian, dan tampaknya aparat setuju-setuju saja dengan tindakan warga. Bahkan saat diwawancarai Merdeka, Kapolsek Sawangan AKP Rio Tobing semata menjelaskan ulang bukti-bukti kengepetan babi ini. Seperti memakai kalung kayu dan ikat kepala merah, berhasil ditangkap oleh warga yang bugil dan hanya memakai sorban hijau, penangkapan disertai taburan garam dan sabetan dari tujuh batang lidi.

Juga ada cerita misterius bahwa pada Senin pukul 12 malam, warga melihat tiga pria bermotor lewat. Salah satunya berjubah yang kemudian masuk kebun warga. Selama 1,5 jam pria itu duduk di kebun, lalu dari tempat yang sama malah berjalan keluar seekor babi.  

Tahun lalu, kabar babi ngepet berkeliaran juga pernah terjadi di Depok. Warga Jalan Tarumanegara IV, Sukmajaya, mengetahuinya dari rekaman CCTV. Namun, saat diperiksa Dinas Pemadam Kebakaran dan Keselamatan Kota Depok, termasuk setelah tanya ke sana-sini, hewan yang diduga bukan babi, melainkan musang. Musang milik warga yang sudah pindah tiga tahun lalu, namun ketinggalan.

"Musangnya memang ukuran jumbo atau besar, ada empat ekor. Pernah terlihat di Cakalele, musangnya walau gendut tapi lincah," kata Kabid Penanggulangan Bencana Dinas Kebakaran Denny Romulo kepada Tribunnews.

Tampaknya urusan hewan mistis ini emang perlu melibatkan ahli hewan. Pasalnya, di sejumlah kasus warga sampai menyakiti hewan terduga mistis tersebut. Misalnya pada 2016 silam, seekor anjing liar ditangkap warga karena disebut kepergok berjalan beriringan di sekitar kampung dengan babi ngepet. Keduanya coba ditangkap, namun sang babi lolos dari kepungan.

Iklan

“Karena beberapa hari terakhir sejumlah warga mengaku kehilangan uang, akhirnya mereka menganggap anjing itu ialah anjing jadi-jadian. Ketika ditangkap, kaki anjing dipukul sampai patah, kemudian dibawa ke rumah sakit,” kata Kapolsek Pondok Gede Sukadi kepada Merdeka.

Sempat diamankan polisi, Sukadi mengaku mengembalikan anjing ke warga selama sehari dengan alasan warga memerlukannya sebagai pemancing babi ngepet yang kabur. Setelah dua hari berlalu dan anjing tersebut tidak terbukti sebagai siluman, barulah hewan malang itu dibawa kelompok pencinta hewan untuk diadopsi. 

Kasus serupa juga pernah diberitakan di Jawa Tengah (2009) dan Jawa Timur (2014).

Aktivis satwa liar Indira Nurul Qomariah menyebut kepercayaan ini masuk kategori penyiksaan hewan dan melanggar aturan.

“Kasus babi yang dibunuh dan anjing yang kakinya dipatahkan karena dituduh ada hubungan dengan babi ngepet termasuk tindakan penyiksaan hewan, melanggar kesejahteraan satwa. Satu dari lima prinsip kesejahteraan satwa adalah hewan harus terbebas dari rasa sakit,” kata Indira, yang juga Biology Advisor di Centre for Orangutan Protection, kepada VICE. “Tindakan penganiayaan hewan melanggar KUHP Pasal 302 ayat 2 tentang perlindungan hewan, dan PP No. 95/2012 Pasal 92 tentang kesejahteraan hewan.”

Indira menambahkan, pembunuhan hewan seharusnya dilakukan untuk mendatangkan manfaat. Misalnya, hewan ternak untuk memenuhi kebutuhan lemak dan protein hewani, hewan laboratorium untuk uji coba obat dan vaksin, dan hewan yang sakit parah sehingga lebih baik dikorbankan untuk mengakhiri penderitaan.

Tapi ya begitulah, warga punya definisi tambahan soal “manfaat”. Apalagi kaitannya sudah sama kepercayaan. “Saya tidak bisa mengubah kepercayaan orang lain, tetapi sebaiknya percayai sesuatu yang bisa membuat kita lebih manusiawi dan penuh welas asih. Tinggalkan kepercayaan yang mendorong kita untuk melakukan kekerasan,” tambah Indira. “Hewan adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan, sama seperti manusia. Hewan punya hak untuk hidup dengan baik.”