Turki

Rencana Pemerintah Turki Ubah Hagia Sophia Jadi Masjid Memicu Kemarahan Umat Kristen

Presiden Erdogan sejak lama ingin membawa Turki jadi lebih religius. Tapi kebijakannya kali ini membuat marah umat Kristen Ortodoks. PBB minta Turki menahan diri.
hagia sophia
Foto: imageBROKER / Alamy Stock Photo

Jumat pekan lalu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memerintahkan agar Hagia Sophia diubah menjadi masjid. Keputusannya sontak menuai penolakan dan kecaman sengit dari berbagai belah pihak, serta mengobarkan sensitivitas keagamaan dari kalangan Kristen Ortodoks sedunia.

Pengalihfungsian bangunan peninggalan abad keenam itu diumumkan satu jam setelah pengadilan Turki mencabut status museum Hagia Sophia. Amerika Serikat, Rusia, Yunani, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah memperingatkan agar statusnya tidak diubah.

Iklan

Sebelum ditetapkan sebagai museum, Hagia Sophia pernah berfungsi sebagai gereja pada kekaisaran Bizantium Kristen dan masjid selama kesultanan Ottoman. Perubahan ini adalah kemenangan besar bagi Erdogan, yang sudah lama berupaya mengubah pondasi sekuler republik Turki modern menjadi lebih konservatif.

Hagia Sophia selesai dibangun pada 537 Masehi oleh kaisar Bizantium Justinian di bekas jantung kota Konstantinopel, menjadikannya gereja terbesar di dunia selama berabad-abad. Bangunannya beralih fungsi jadi masjid setelah Kekaisaran Ottoman menaklukkan kota tersebut pada 1453. Pendiri sekuler Turki modern, Mustafa Kemal Ataturk, mengubah bangunan Hagia Sophia jadi museum lewat dekrit 1934.

Keputusan Dewan Negara Turki menemukan dekrit 1934 Ataturk tersebut ilegal. Menteri Luar Negeri Siprus Nikos Christodoulides menentang keras keputusan Turki dalam sebuah twit, yang menurutnya hanyalah “pengalihan isu” untuk kepentingan politik dalam negeri.

“Turki telah melanggar kewajiban internasionalnya dengan mengubah status Hagia Sophia, situs bersejarah yang merupakan simbol universal dari kepercayaan Kristen Ortodoks,” begitu bunyi twitnya.

Kementerian budaya Yunani melihatnya sebagai “provokasi terbuka”, sementara Gereja Kristen Ortodoks Rusia mengatakan langkah Turki hanya akan memicu perpecahan. Patriark Ekumenis Bartholomew, kepala spiritual di Istanbul yang mewakili sekitar 300 juta umat Kristen Ortodoks di seluruh dunia, berpandangan perubahan status ini akan “mengecewakan jutaan umat Kristen di seluruh dunia” dan “memecah belah” Timur dan Barat.

Iklan

Meski keputusan Erdogan disambut hangat oleh kelompok Islam konservatif dan anggota partai AK yang menduduki parlemen, analis menunjukkan banyak warga Turki tidak menyukai perubahan itu.

“Presiden Erdogan berusaha mendulang dukungan yang semakin berkurang karena lesunya perekonomian,” Fadi Hakura, analis Turki di think-tank Chatham House, memberi tahu VICE News. “Dia ingin menyingkirkan sistem sekuler Ataturk, dan mengubah identitas nasional Turki jadi lebih religius.”

Hakura mengatakan taktik ini kurang efektif dalam memperoleh dukungan. Menurut jajak pendapat MetroPoll, sekitar 44 persen orang Turki yakin perubahan status Hagia Sophia diumumkan untuk mengalihkan perhatian publik dari kegagalan rezim Erdogan mengelola ekonomi selama dua tahun terakhir.

“Baik kelompok konservatif maupun nasionalis Turki sudah muak dengan populisme agama yang dilakukan rezim Erdogan,” lanjutnya. Hakura berujar sebagian besar orang Turki lebih memedulikan perekonomian sekarang, yang dikhawatirkan semakin memburuk akibat keputusan tersebut.

“Keputusannya akan merusak reputasi Turki sebagai negara penuh toleransi di mata dunia. Ini akan memengaruhi sektor pariwisata, yang sangat dibutuhkan untuk memulihkan ekonomi,” ujar Hakura.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE News