FYI.

This story is over 5 years old.

Pengakuan Kriminal

Trik Mencetak Uang Palsu Senilai Rp3,4 Triliun Tanpa Masuk Penjara

Frank Bourassa disebut-sebut sebagai pemalsu Dollar AS terbaik sedunia. Kepada VICE, dia menceritakan alasannya bisa bebas walau sempat ditangkap polisi.
Frank Bourassa, free man. Images courtesy Daily Vice

Artikel ini pertama kali tayang di VICE Canada

Frank Bourassa memilih minum Goldschlager saat kami bertemu. Itu merek liker ringan bikinan Swiss yang memunculkan aroma kayu manis, karena dia mengaku tidak terlalu suka rasa alkohol yang pahit getir. Ironisnya, Goldschlager yang dalam tiap botolnya dihiasi satu lapisan emas, adalah minuman yang cocok untuk lelaki sepertinya. Bourassa disebut-sebut sebagai pemalsu uang terbaik sedunia, rekornya pernah mencetak US$250 juta (setara Rp3,4 trilun) mata uang Negeri Paman Sam yang nyaris menyerupai asli. Hebatnya lagi, dengan kejahatan berat di masa lalu, Bourassa sampai sekarang tidak pernah mendekam di penjara. Dia tetap bisa menikmati kehidupan sebagai manusia bebas.

Iklan

Apa rahasianya?

Saya menemui Bourassa di sebuah bar, pinggiran kota kelahirannya, Distrik Trois-Rivières, Provinsi Quebec, Kanada. Nama barnya 'Les Contrebandiers' (Bahasa Prancis yang artinya 'Gerombolan Penyelundup'), ironis betul ya karena saya ke sini untuk ketemu seorang pemalsu uang kenamaan. Lebih ironis lagi, para pelayan tampaknya tidak sadar ada seorang kriminal besar sedang nongkrong di sana bareng saya. Mereka terkesan tidak mengenal sosok Bourassa. Kemungkinan besar penyebabnya akibat cerita Bourassa lebih banyak diliput media massa Amerika Serikat.

"Demikianlah, di kota kelahiran sendiri, berita kejahatan saya tidak banyak diliput. Mayoritas penduduk Quebec berkomunikasi menggunakan Bahasa Prancis, jadi liputan berbahasa Inggris tidak terlalu banyak diikuti warga," ujarnya. "Ya begini ini Quebec, seakan terisolir dari dunia luar."

Bourassa menikmati anonimitasnya di Quebec. Dia hidup tenang, sederhana, sambil sesekali jalan-jalan keliling kota kecil yang persis berada di tepian Sungai Saint Lawrence.

Sebelum menikmati kedamaian seperti sekarang, dia pernah membuat keputusan besar yang membahayakan hidupnya. Bahkan berisiko menjerumuskannya dalam kenistaan tiada akhir. Ide kriminalitas itu muncul saat Baroussa sambil mengendarai mobil sedang berhenti di lampu merah. "Di perhentian lampu merah itu aku merenung. Betapa sia-sianya hidup, kita ini rela bangun tiap pagi bekerja keras demi menjual barang atau memberi jasa ke orang, dan tujuan akhirnya adalah mendapat uang," ujarnya. "Lalu aku mikir, kenapa enggak sekalian saja kita bikin uangnya langsung. Semua masalah langsung lenyap. Kita enggak perlu lagi dipusingkan sama pekerjaan. Toh hasil akhirnya langsung didapat."

Iklan

Frank Bourassa: 'Aku dulu tidak tahu cara hidup sederhana.'

Sejak ide kriminal itu tercetus, Bourassa menghabiskan beberapa tahun mempelajari seluk beluk seni mencetak uang palsu. Dia mengamati secara detail fitur pengaman di tiap lembar uang kertas Amerika Serikat. Bourassa rela mendatangi ratusan perusahaan kertas, demi mencari bahan yang bisa membantunya memalsu dollar AS secara sempurna.

"Aku sepertinya punya bakat untuk meneliti sesuatu," ujarnya. "Aku jenis orang yang tahu dan paham apa kemampuan terbaikku. Menari samba, jelas aku tidak becus. Tapi kalau meneliti, wah, aku bisa melakukannya ribuan jam secara telaten."

Hasil dari kerja keras itu, menurut pengakuan Bourassa terbayar. Dia menemukan komponen kunci untuk memuluskan kejahatannya: bahan baku yang tepat, komponen keamanan yang bisa meniru dollar semirip mungkin, serta mesin cetak uang terbaik.

Faktor terakhir itu jadi penentu. Setelah saling bertukar email berbulan-bulan, satu perusahaan percetakan di Eropa bersedia memasok bahan baku uang kertas pesanan Bourassa, yang tampaknya berhasil meyakinkan mereka kalau pemesannya adalah instansi legal. Ketika kiriman kertas itu sampai di alamat rumahnya, Bourassa merasa gembira sekali. "Hari paket itu datang rasanya jadi hari aku paling berbahagia."

Selain kebahagiaan, tentu saja terselip rasa takut. Dia sudah melanggar hukum pidana lintas negara. "Bahkan selama beberapa hari kala itu aku tidak berani bicara keras-keras sama siapapun. Aku parno banget. Aku merasa ada alat rekam tersembunyi di rumah. Semua ucapanku yang terkait uang palsu bisa mengirimku ke penjara," kata Bourassa. "Aku berusaha melakukan pemalsuan serapi mungkin. Walaupun tampaknya mereka percaya sama kebohonganku, tidak ada jaminan perusahaan kertas itu belum menghubungi FBI atau kepolisian setempat."

Iklan

Tonton Dokumenter VICE Indonesia mengenai balap motor ilegal dengan taruhan uang ratusan juta, tapi berisiko mengorbankan nyawa anak-anak muda pebalapnya:


Bahan baku utama uang palsu pesanan Bourassa tiba di Pelabuhan Montreal. Dalam momen ini, Bourassa sudah tidak bisa bekerja sendirian lagi. Butuh tiga hari pemantauan lapangan, mengutus orang lain untuk mengambil paket, serta menyewa lebih dari tiga mobil demi menutupi jejak selama pengangkutan kertas uang tadi.

Saat menceritakan detail kejahatannya di masa lalu, Bourassa memilih duduk denganku di meja bar paling pojok. Cahaya redup sekali. Dia bilang semua kehati-hatian itu lebay, tapi dia sejak awal membayangkan semua langkahnya akan diendus polisi. Makanya, dia melakukan berbagai langkah preventif yang bisa membuatnya lepas dari jeratan hukum.

"Contohnya, aku sengaja memindah tumpukan kertas itu ke kardus-kardus berbeda tiap ganti mobil, karena bisa saja satu kardus sudah disadap aparat," ungkapnya. "Ketika akhirnya uang kertas itu masuk truk dan siap dibawa ke percetakanku, aku merasa puas. Gila, rencanaku yang kupikir nyaris mustahil ternyata bisa berhasil."

Kenapa jumlah yang dicetak harus US$250 juta? Dia bilang, itulah batas maksimal uang yang bisa dicetak sesuai bahan baku kiriman dari perusahaan rekanannya di Eropa sana. Selain menguji batas seekstrem mungkin, dia mengaku tidak mau setengah-setengah saat melakukan kejahatan. "Kalau sudah terlanjur seperti ini, ya ayo basah sekalian. Aku percaya kalau kita total, hasil yang didapat juga akan maksimal."

Iklan

"Aku dulu tidak tahu cara hidup sederhana."

'Sekarang aku bahkan tidak mau lagi menyentuh lembaran uang palsu, sekecil apapun nominalnya."

Perjudian Bourassa sukses besar, sesuai instingnya. Uang palsunya tak terdeteksi sama sekali—nyaris mirip 100 persen dengan pecahan dollar asli. Dia kaya raya dalam beberapa bulan saja. Tapi, supaya tidak menarik perhatian aparat Kanada maupun AS, dia tetap berusaha hidup sehemat mungkin. "Aku mulai mendapat pelanggan untuk mengedarkan uang palsu buatanku. Biasanya klien baru aku beri contoh US$700 ribu, supaya mereka bisa mencoba mengedarkan di lingkungannya dulu. Kita lihat, apakah ada yang bisa terdeteksi. Rata-rata puas dan segera menghubungiku lagi untuk pesan kembali."

Bisnis uang palsu, dari sisi produsen seperti Bourassa, adalah upaya mencari profit lewat margin biaya cetak. Per bundel pecahan US$100, dia menjualnya US$30—untungnya lebih dari 100 persen ongkos produksi. Sayangnya, di titik ini pula uang palsu sangat berisiko. Karena kau wajib menjualnya, dan tidak bisa menghabiskannya sendirian, maka besar peluangmu harus selalu bertemu orang baru; orang yang tidak kau kenal ataupun kau percaya. Persis seperti itu nasib Bourassa. Seorang polisi yang menyamar pelan-pelan menyadari ada pemain baru dunia uang palsu yang mengedarkan pecahan nyaris mendekati asli. Uang cetakannya pun segera terpantau Dinas Intelijen AS dan Kepolisian Nasional Kanada.

Suatu hari, Bourassa mempersilakan orang yang baru dikenalnya datang melihat contoh uang palsu. Orang itu adalah perlambang nasib nahas sekaligus akhir kerajaan bisnisnya yang baru mekar beberapa bulan saja. Dia polisi yang menyamar.

Iklan

Bourassa segera dicokok. Pemerintah AS menuntutnya diesktradisi, karena obyek yang dipalsukan adalah mata uang negara mereka. Bourassa langsung lemas mendengar informasi itu ketika diinterogasi polisi Kanada. Ekstradisi ke AS adalah akhir segalanya. Kau dipenjara jauh dari keluarga, tidak mungkin ada yang mengunjungi, dan tak punya siapa-siapa selama hidup dalam bui. "Aku waktu itu berpikir, 'oke ini akhir segalanya. Ini akhir hidupku'," katanya. "Aku yakin sekali akan dipenjara sangat lama, sehingga tidak akan bisa lagi bertemu ayahku. Barangkali dia akan meninggal dan aku tak bisa datang ke pemakamannya karena masih dipenjara."

Dewi Fortuna, rupanya, masih berpihak pada Bourassa. Pengacaranya saat itu dengan cerdik menemukan celah untuk mencegah aparat mengekstradisinya. Kok bisa? Semua juga berkat kehati-hatian Bourassa. Selama pengiriman bahan baku sampai ke percetakan, Bourassa tidak pernah melakukannya sendirian. Selalu ada orang lain. Tak ada sama sekali wajah Bourassa di CCTV selama proses pencetakkan.

Alhasil, dia hanya dikenai dakwaan sebagai pengedar. Bourassa pun bersedia menyerahkan US$200 juta uang palsu yang belum dia edarkan kepada polisi Kanada untuk diperiksa dan dijadikan standar pemeriksaan mutu uang palsu lainnya. Alhasil, Bourassa hanya dikenai hukuman penjara enam minggu, yang tak perlu dia lakoni, dan membayar denda US$1.350.

Denda itupun bukan untuk bisnisnya mengedarkan uang palsu, melainkan karena polisi menemukan sejumput pil narkoba di jok belakang mobilnya. "Aku beneran enggak pernah make narkoba. Entah gimana, polisi menemukan beberapa pil di mobil, mungkin itu punya salah satu klienku."

Iklan

Foto-foto penyelundup legendaris terpasang di dinding bar.

Di belakang meja bar tempat kami ngobrol, dindingnya memajang foto-foto kriminal besar masa lalu. Mereka semua rata-rata berprofesi sebagai penyelundup barang ilegal, termasuk menjual alkohol yang pada dekade 1920-an sempat dilarang pemerintah AS. Sekilas yang tampak adalah wajah bos kriminal legendaris macam Lucky Luciano, Arnold Rothstrein, dan Al Capone. Skala kejahatan Bourassa, andai bisa sukses lebih lama, sebetulnya menyamai mereka. Bedanya, Bourassa masih hidup dan tak pernah dihukum berat. Sementara nama-nama tadi membusuk di bui atau bahkan mati ditembak polisi.

Bourassa merasa berhasil memenangkan pertempuran melawan sistem peradilan. Dia masih punya sebagian kecil dari US$50 juta uang palsu yang belum sempat diedarkan. "Aku menyembunyikannya dan tidak buru-buru hendak mengedarkannya kembali," kata Bourassa. "Aku tentu tidak bisa menceritakan detailnya kepadamu, tapi aku tertarik memberi satu petunjuk. Lokasinya 50 langkah dari sebuah pohon oak besar."

Bourassa menyampaikan informasi itu sambil menyeringai. Tak jelas apakah petunjuknya serius atau hanya bercanda.

Aku bertanya kepadanya, apakah dia merasa pantas dihukum lebih berat dibanding hanya percobaan penjara dan denda? Dia mengangguk setuju. Tapi, menurut Bourassa, dia tak sampai dipenjara lama karena satu-satunya korban dalam bisnis ini adalah pemerintah.

Bourassa bilang, klien-kliennya tak ada yang beroperasi di Kanada dan AS. Nyaris semua uang palsu yang sempat dia edarkan dikirim ke Asia, Afrika, dan Eropa. "Aku jelas orang brengsek, silakan sebut aku kriminal. Tapi nyatanya selama melakukan kejahatan ini aku tidak pernah menyakiti orang lain. Satu-satunya kejahatanku adalah mengakali pemerintah."

Iklan

Kira-kira, apakah dia tahu ke mana saja uang palsunya beredar? Bourassa bilang melacaknya sekarang sudah mustahil. Setidaknya, sembari tertawa, dia yakin uang panas macam itu tidak mungkin, "dipakai untuk sumbangan perpuluhan gereja."

Bourassa menikmati kebebasan—setidaknya di Kanada doang.

Rupanya, ada faktor lain yang membuat Bourassa menghindari penjara. Dua tahun belakangan, dia bersedia menjadi informan polisi, bank, maupun perusahaan swasta untuk melacak dan mengidentifikasi uang palsu. Pemalsu dollar yang kualitasnya dikenal terbaik sedunia, kini menjadi orang yang memburu uang palsu lain di pasaran.

Selain itu, Bourassa sebetulnya tetap kalah ketika bermain-main melawan hukum. Dia memang tidak dipenjara, serta tidak diekstradisi, asal dia tinggal di Kanada. Artinya, Bourassa seumur hidupnya tak akan bisa ke luar negeri. Sejengkal saja meninggalkan tanah Kanada, maka dia akan langsung dicokok dan dibawa ke penjara AS. Kebebasannya terenggut.

Dinas Intelijen Dalam Negeri AS (Secret Service), menolak berkomentar mengenai perjanjian yang dibuat polisi Kanada dan Bourassa. Saat dihubungi VICE, juru bicara Secret Service bilang investigasi atas pemalsuan uang yang dilakukan lelaki asal Quebec itu terus berjalan.

Kemungkinan besar, Bourassa masih dipantau polisi. Apalagi kalau benar dia masih menyembunyikan sebagian uang palsunya dulu. Di akhir wawancara, dia seakan mengirim pesan kepada polisi, yang barangkali membaca artikel ini: berhenti saja memangawasi Bourassa, itu tindakan sia-sia. Kenapa?

"Sekarang aku bahkan tidak mau lagi menyentuh lembaran uang palsu, sekecil apapun nominalnya," ujarnya. Tapi kalau ada kesempatan, maukah dia kembali menempuh semua risiko tersebut mencetak uang palsu yang kualitasnya mendekati sempurna?

"Mungkin saja. Setidaknya aku bahagia. Aku membuktikan bisa melakukan yang terbaik di bidang yang aku kuasai."


Follow Brigitte, penulis artikel ini, di Twitter.