Maaf Nih, Tren Bisnis Selebgram Belum Akan Mati Dalam Waktu Dekat
Foto Kendall Jenner oleh Andrea Raffin/Shutterstock.

FYI.

This story is over 5 years old.

Tren Internet

Maaf Nih, Tren Bisnis Selebgram Belum Akan Mati Dalam Waktu Dekat

Anda benci influencers? Gerah ngeliat kelakuan selebtwit? Tukang promosi di Instagram? Sori deh pola bisnis mereka masih akan populer kata pelaku industri.

Artikel ini pertama kali tayang di Motherboard.

Kamu kira tragedi Fyre Festival, iklan Pepsi "Live for Now" yang mengundang kecaman, sampul ulang tahun ke-10 Vogue India yang dikritik karena menampilkan selebriti kulit putih—alias semua kontroversi apapun yang berhubungan sama sosok Kendall Jenner deh—menandakan senjakala tren bisnis influencers? Sori, kamu salah besar. Petinggi industri periklanan berkata bahwa, menurut data, selebgram akan tetap ada dan berlipat ganda hingga beberapa tahun ke depan. "Mereka masih menjadi sumber terpercaya," ujar Justin Rezvani, yang menduduki daftar Forbes "30 under 30" penggagas platform marketing influencer TheAmplify, pada Motherboard. "Saya rasa orang-orang akan semakin sadar, mereka akan meriset lebih banyak, tapi saya tidak yakin insiden [Fyre] bisa menghancurkan reputasi keseluruhan industri." Kegagalan festival musik mewah itu memberi sorotan pada praktik-praktik curang dan tidak jujur yang terkadang ditemukan pada proses marketing para influencer, yang mengandalkan jangkauan media sosial para selebritas untuk melebarkan hype merek-merek dan produk tertentu. Bintang-bintang seperti Jenner dan Selena Gomez, yang memiliki followers militan di sosmed (masing-masing berjumlah 80,3 juta dan 120 juta), disebut-sebut sudah "tidak otentik" karena keduanya menjadi influencer untuk terlalu banyak merek. Dalam kasus Fyre, orang-orang yang mengiklankan acara tersebut lupa menyatakan bahwa mereka dibayar untuk melakukan hal tersebut pada kanal media sosial pribadi mereka dan bahwa mereka bahkan tidak akan menghadiri acara tersebut. "Akan ada banyak kesalahan di kemudian hari, tapi jasa influencer akan terus diminati," ujar Rezvani. "Kalau kamu lihat datanya, industri (influencer) ini baru saja dimulai." Dia mengklaim bahwa masa depan industri "lebih mengedepankan hubungan dengan merek-merek. Eksekusi jangka panjang, beberapa tahun sekali, bukan hanya postingan Instagram sekali waktu lalu selesai." Ryan Detert, CEO platform influencer bernama Influential, berkata bahwa kita mungkin akan lebih jarang melihat selebgram sejenis Jenner dkk. "Orang-orang enggak mau mengikuti saran seseorang dengan follower 3-4 juta yang mengiklankan 10 merek dalam sebulan," ujarnya pada Motherboard. "Darwinian banget sih, dalam hal jika [influencer] menjadi terkenal, lalu mereka mendapatkan merek-merek besar, banyak merek akan mulai mengakhiri kerja sama dengan seleb papan atas karena meski mereka punya banyak follower, follower merek tidak akan seloyal itu," ujarnya. Manfaat lainnya dari bekerja sama dengan seleb kelas menengah, menurut Detert, adalah mereka tidak akan "melanggar moral mereka sendiri atau mengecewakan pendukung mereka karena mereka masih terlalu rentan untuk jadi 'sell-out'." Hal tersebut penting dalam era digital, di mana "otentisitas"—atau, cerminan otentisitas—adalah kunci kesuksesan. "Influencer yang akan terus maju adalah mereka yang selalu jujur dan apa adanya dengan pendukung mereka," ujar konsultan dan pembuat strategi media sosial Ravi Shuckle pada Motherboard.

"Konsumen tidak sekadar ingin lihat mobil-mobil baru yang keren, rumah mewah, atau produk-produk mahal," ujarnya. "Mereka sadar bahwa kesempurnaan adalah ilusi dan bisa mendeteksinya dalam cara seseorang mengiklan. Terutama pada media sosial, mereka juga pengin lihat kegagalan-kegagalan produk dan saat-saat di mana produk tersebut tidak mujarab bagi si seleb."