Seorang Dokter Menciptakan Mesin Untuk Memudahkan Manusia Mati

FYI.

This story is over 5 years old.

Kematian

Seorang Dokter Menciptakan Mesin Untuk Memudahkan Manusia Mati

“Setelah satu setengah menit, kamu akan merasa disorientasi. Dalam lima menit, kamu pasti meninggal.”

Artikel ini pertama kali tayang di Tonic Belanda.

Euthanasia telah disahkan dan masuk undang-undang Belanda sejak tahun 2001. Undang-undang tersebut berlaku efektif setahun berikutnya, menjadikan Negeri Kincir Angin sebagai bangsa paling progresif terhadap hak manusia mengakhiri hidupnya bila mengidap penyakit berat. Sebelum beleid itu berlaku, tepatnya pada 1996, Philip Nitschke menjadi dokter pertama yang diizinkan pemerintah melaksanakan suntik mati untuk salah satu pasiennya. Dalam debat internasional seputar topik euthanasia, Nitschke adalah langganan pembicara paling terkenal dan kontroversial.

Iklan

Nitschke kerap dijuluki “Dokter Kematian”, sebutan lain untuknya adalah "guru euthanasia". Julukan tersebut bukanlah hiperbola. Dia adalah pendiri yayasan Exit International, organisasi yang mempromosikan euthanasia secara sukarela. Dia juga menulis buku panduan bunuh diri The Peaceful Pill. Awalnya, Nitschke hanya mau membahas hak euthanasia bagi orang yang sakit parah. Tapi dia sudah berubah pikiran. Dia sekarang percaya euthanasia tidak seharusnya dibatasi oleh kondisi dan kriteria medis, melainkan hak setiap manusia. Beberapa tahun terakhir, Nitschke menghabiskan waktunya merancang Sarco, mesin bunuh diri yang bisa dicetak 3D, yang—menurutnya—akan memungkinkan seseorang meninggal tanpa rasa sakit dalam waktu singkat. Berkat penemuan terbaru ini, Nitschke dan gagasannya lagi-lagi mendapat banyak sorotan dunia internasional. Kami mewawancarai Nitschke, membahas esensi euthanasia sebagai hak asasi manusia, rencana kematiannya kelak, dan penemuan terbarunya: Sarco.

Foto Nitschke oleh Frederieke van der Molen

Tonic: Langsung saja ya. Bagaimana perasaan anda dijuluki 'Dr. Kematian'?
Philip Nitschke: Ya, saya sudah mulai terbiasa. Tentu saya lebih suka memiliki julukan yang terdengar bagus, walau mungkin supaya bisa begitu saya harus melibatkan diri dengan topik yang lebih ceria.

Bagaimanapun, karir anda cukup kontroversial. Gimana awalnya anda tertarik dengan topik euthanasia sampai merancang mesin bunuh diri?
Awalnya cukup politis. Ketika saya bekerja untuk melegalkan euthanasia di Australia, saya bertemu lebih banyak orang yang ingin mati namun tidak memiliki alasan medis. Salah satunya adalah seorang wanita asal Prancis, seorang sarjana, yang telah merencanakan untuk meninggal pada usia 80 tahun. Alasannya bukan akibat dia sakit, tapi hanya karena dia pikir itu adalah usia yang indah untuk meninggalkan dunia. Ketika saya menanggapinya dengan skeptis, dia bilang saya tidak berhak menghakiminya—dan dia benar. Dia bilang itu keputusannya, yang tidak terikat peraturan yang saya ikuti sebagai dokter. Saya akhirnya berubah pikiran, sebagiannya karena dia. Saya menjadi yakin bahwa kematian harus menjadi hak bagi semua manusia waras.

Iklan

Opini anda dianggap kontroversial. Apa argumen antieuthanasia paling serius yang anda pernah hadapi?
Argumen paling umum adalah tidak ada tindakan bunuh diri rasional. Atau ketika seseorang berharap mati saja, secara definisi, itu dianggap dampak penyakit kejiwaan. Saya menolak dua gagasan tersebut. Keinginan seseorang untuk mati bukanlah sesuatu yang perlu diobati. Sanggahan lain yang sering saya dengar adalah pendapat bila hidup ini merupakan pemberian, yang patut Anda syukuri. Argumen kontra saya buat argumen itu adalah: Jika hidup memang hadiah, anda seharusnya juga diperbolehkan menolak pemberian tersebut. Jika tidak boleh ditolak, bukankah itu sudah seperti beban?

"Argumen paling umum adalah tidak ada tindakan bunuh diri rasional. Atau ketika seseorang berharap mati saja, secara definisi, itu dampak penyakit kejiwaan. Saya menolak dua gagasan tersebut."

Apakah anda merasa bertanggung jawab sampai tingkatan tertentu karena memfasilitasi pilihan [melakukan] bunuh diri?
Saya tidak berpikir pertanyaan anda itu adil. Gini, saya percaya memilih kematian adalah hak. Jika Anda mengatakan kepada saya sekarang bahwa Anda akan keluar untuk bunuh diri, haruskah saya menghentikan Anda? Saya kira tidak. Saya percaya bahwa Anda, sebagai entitas otonom, bebas membuat keputusan untuk diri anda sendiri. Pilihan tersebut tidak membuat saya bahagia, tapi itu keputusan anda. Dalam hal ini, saya hanya menawarkan pilihan untuk melewati proses kematian dengan damai.

Iklan

Kenapa anda tidak memilih rute alternatif saja, katakanlah psikoterapi?
Kamu tidak tahu kan apakah dia benar-benar butuh bantuan psikologis. Memang kamu bisa tahu kenapa ada orang ingin mati dengan cara melompat ke hadapan kereta? Atau menggantung diri? Faktanya orang yang benar-benar ingin mati seringkali memilih kematian dengan cara tragis. Di Inggris, gantung diri adalah metode bunuh diri paling umum digunakan. Orang tidak tahu alternatifnya, mereka hanya tahu bagaimana metode mengakhiri hidup pakai tali. Karena tali selalu tersedia—yang tidak menghilangkan fakta bila gantung diri adalah cara mengerikan untuk mati. Makanya, buat saya tidak penting mencari tahu apa alasan mereka ingin mengakhiri hidup. Saya ingin membantu orang-orang seperti itu dengan cara lain. Tepatnya, saya mengatakan manusia seharusnya harus bisa mati dengan tenang, baik itu dibantu oleh obat-obatan atau Sarco.

Mungkin kelak ada orang yang menyalahgunakan Sacro atau obat tertentu, tapi banyak juga orang yang akan diuntungkan. Misalnya, mesin ini bisa menjadi sejenis jaring pengaman untuk lansia, apabila sakit yang mereka alami bertambah parah. Tahu ada cara mati dengan tenang dapat memberi mereka peningkatan rasa bahagia. Mereka tahu tidak perlu melakukan tindakan nekat, seperti melompat ke depan kereta atau mendorong kursi roda mereka dari dermaga lalu terjun ke laut.

Anda percaya kematian adalah hak asasi manusia. Lalu mengapa ada batas usia minimal 50 tahun yang anda sarankan di buku The Peaceful Pill?
Batas usia itu sudah banyak dibicarakan. Sudut pandang pribadi saya berangkat dari argumen seseorang perlu menjadi manusia dewasa dan memiliki akal sehat untuk membuat keputusan soal hidupnya. Pada 2011, di Amerika Serikat, gagasan saya soal euthanasia disambut banyak kritik. Saya dituduh senang saat anak muda membunuh diri mereka. Itulah sebabnya saya dan editor sepakat menambahkan syarat tertentu, yaitu jumlah pengalaman hidup yang cukup dan batas usia yang lumayan acak, yaitu 50 tahun. Saya pikir adanya batas usia merupakan satu-satunya cara membuktikan gagasan saya tidak berkontribusi dalam tren bunuh diri pemuda. Namun adanya batas umur tidak mengubah sudut pandang filosofis saya.

Iklan

Sarco menghilangkan hambatan awal euthanasia, karena tak perlu lagi ada dokter untuk memfasilitasi kematian, setidaknya dalam diagnosis. Bukankah rentan muncul masalah? Ibaratnya saya ke apotek lalu bisa mengambil obat apapun tanpa resep dokter.
Artinya anda masih terjebak di pandangan medis. Menurut pendapat saya—dan ketika berbicara tentang Sarco—kehadiran seorang dokter memang tidak diperlukan. Masih ada kondisi tertentu yang harus dipenuhi seseorang sebelum mereka dipertimbangkan melakukan euthanasia, terutama memiliki pikiran yang waras. Untuk membuktikannya perlu kuesioner online. Di masa mendatang, saya yakin kecerdasan buatan bakal sanggup menentukan patut tidaknya seseorang melakoni euthanasia, lebih cepat dan lebih akurat dibanding diagnosis dokter.

Anda mendukung skenario orang depresi menggunakan Sarco. Apakah mereka mampu secara sadar membuat keputusan seperti itu?
Orang yang tertekan menurut saya juga harus lulus tes tersebut lebih dulu untuk menentukan kemampuan mentalnya. Banyak orang depresi masih memiliki kapasitas mental untuk menyadari bahwa kematian itu permanen. Depresi bukan faktor yang diabaikan dalam penggunaan Sarco. Tetapi jika Anda mengalami depresi, anda cenderung tidak tahu apa yang anda sedang lakukan. Kalau memang keputusan ingin bunuh diri diambil tanpa sadar, anda tidak akan lulus ujian, dan Sarco bukanlah pilihan bagi Anda. Kriteria macam ini mungkin merupakan area abu-abu, tapi warnanya tidak lebih atau kurang abu-abu daripada tes yang digunakan para psikolog saat ini.

Iklan

Bisakah anda menjelaskan cara kerja Sarco?
Peti mati ini bisa dicetak siapapun dengan printer 3D. Tankinya nanti perlu diisi menggunakan nitrogen cair, yang bisa dibeli secara legal. Setelah anda duduk di dalam mesin, nitrogen mulai mengalir ke dalam tanki. Setelah satu setengah menit, anda akan mulai merasa terdisorientasi—perasaan yang mirip efek terlalu banyak meneguk minuman keras—dan beberapa menit kemudian anda kehilangan kesadaran. Sekitar lima menit, anda pasti sudah "lewat". Satu-satunya cara untuk mengendalikan peti mati ini hanya dari dalam, jadi tidak mungkin membunuh orang lain memakai Sarco. Anda pun bisa memilih pemandangan yang gelap atau transparan. Kalau mau, anda bisa membawa mesin itu ke lokasi tertentu.

Saya harap cetak birunya akan tersedia secara online awal tahun 2018. Sarco pertama kemungkinan besar akan dibangun di Swiss, karena ada orang yang tertarik pada mesin itu. Pengacara saya di Belanda telah memberi tahu kami menggunakan mesin itu di sana tidak ilegal. Sebab baik di Swiss atau Belanda, mengakhiri hidup bukanlah kejahatan. Saya hanya menyediakan cetak biru dan instruksi secara online, namun saya tidak akan memberi instruksi tambahan lain. Penggunalah yang berada dalam kendali penuh.

Kembali ke pilihan pemandangan akhir yang anda sebutkan. Jika kelak bisa memilih mati, anda ingin melihat pemandangan seperti apa?
Saya ingin ke utara Australia dan menempatkan Sarco saya di padang pasir ketika matahari sedang terbenam. Ide itu kedengarannya bagus. Meskipun begitu, setelah dipikir-pikir, akan sulit membawa nitrogennya karena perkara jarak, ditambah fakta bahwa nitrogen seringkali tidak bertahan dengan baik kalau diangkut terlalu lama.

Iklan

"Saya baru saja mendapat ancaman pembunuhan. Saya tidak tahu apakah pelakunya fundamentalis anti-euthanasia atau malah penjual pil bunuh diri ilegal."

Katakanlah anda sudah berada di Sarco, lalu anda berubah pikiran, ada tombol untuk membatalkan prosesnya?
Ya, ada jendela darurat yang akan terbuka saat anda memencet tombolnya, yang membuat oksigen masuk ke mesin saat itu juga. Selain itu, Anda bisa menekan tombol berhenti sampai momen di mana Anda hampir hilang kesadaran.

Apa pendapat keluarga anda tentang ideologi soal euthanasia tersebut?
Ibu saya malah menjadi salah satu pendukung besar gagasan saya. Dia berada di panti jompo dalam beberapa tahun terakhir hidupnya, karena dia tidak bisa tinggal di rumah lagi. Dia sangat benci tinggal di sana. Dia ingin mati. Tapi dia tidak sakit, jadi dia tidak memenuhi syarat euthanasia. Saya juga tidak bisa membantunya, karena semua orang pasti tahu saya dalangnya bila dia mati tiba-tiba. Andai dulu dia memiliki pilihan seperti Sarco, pasti pilihan itu akan menjadi pelipur yang luar biasa baginya.

Apakah Anda pernah mendapatkan ancaman pembunuhan karena kepercayaan soal euthanasia?
Dua puluh tahun terakhir, saya untungnya hanya menerima beberapa ancaman tak serius. Baru-baru ini saya mendapat ancaman pembunuhan serius pertama. Saya tidak tahu apakah itu dari seorang fundamentalis agama, atau dari orang yang menjual obat euthanasia ilegal. Dalam buku, saya menyebutkan beberapa situs palsu yang menjual pil bunuh diri abal-abal seharga 700 Euro satu butirnya. Kalau datang ke seminar terbuka, saya selalu memastikan pengamanannya sangat ketat.


Jika kalian mengenal seseorang yang sedang tertarik atau memiliki gagasan bunuh diri, luangkan waktu sejenak membantu mereka. Arahkan kawan atau saudara kalian itu kepada beberapa aktivis yang bisa menolong untuk curhat dan konsultasi lebih lanjut. Salah satunya adalah komunitas Into the Light yang dapat dikontak melalui saluran ini atau kirim email ke pendampingan.itl@gmail.com. Komunitas tersebut dapat juga dihubungi via Facebook, Twitter, dan Instagram.

Banyak sekali kawan-kawan kita yang berjuang menghadapi depresi dan pikiran-pikiran kalut setiap hari.

Percayalah, kalian tidak sendirian.