The VICE Guide to Right Now

Polisi Bawa Senpi Dalam Kasus Tewasnya 2 Mahasiswa Kendari Hanya Kena Sanksi Disiplin

Investigasi ricuh demo tolak sejumlah RUU kontroversial di Kendari belum tegas menyatakan siapa pelaku pembunuhan mahasiswa Universitas Halu Oleo.
Polisi Bawa Senpi Dalam Kasus Tewasnya 2 Mahasiswa Kendari Hanya Kena Sanksi Disiplin Penembakan Mahasiswa Universitas Halu Oleo
Aksi teatrikal digelar menuntut polisi mengungkap pelaku penembakan dan pembunuhan dua mahasiswa Universitas Halu Oleo Kendari. Foto oleh Adek Berry/AFP

Mahasiswa di Kendari, Sulawesi Tenggara sudah lebih dari sebulan konsisten berunjuk rasa menuntut jawaban dari kepolisian atas kematian dua rekannya, Immawan Randi dan Muhammad Yusuf Kardawi. Namun mereka harus menghadapi kenyataan pahit. Enam polisi didakwa atas penyalahgunaan senjata api pada demonstrasi 26 September lalu hanya dikenai sanksi disiplin. Keputusan kepolisian ini mengundang reaksi keras dari pengguna Internet.

Iklan

Keenam polisi itu adalah AKP Diki Kurniawan, Bripka Muhammad Arifuddin, Bripka Muhammad Iqbal, Brigadir Abdul Malik, Briptu Hendrawan, dan Bripda Fatur Rochim. Keenamnya sudah menjalani sanksi disiplin Oktober ini. Hukuman mereka ringan karena dakwaannya bukan pembunuhan, melainkan tidak menaati perintah pimpinan yang melarang pembawaan senjata api saat mengamankan unjuk rasa di depan kantor DPRD Sulawesi Tenggara, 26 September 2019.

"Terhadap AKP Diki Kurniawan bersama lima orang terduga pelanggar lainnya dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran tertulis, penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun, penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun, penundaan pendidikan selama satu tahun, dan penempatan di tempat khusus selama 21 hari," demikian keterangan Kepala Sub Bidang Penerangan Masyarakat Polda Sultra Kompol Agus Mulyadi, dilansir BBC Indonesia.

Peluru yang ditembakkan polisi saat unjuk rasa diduga kuat menyebabkan kematian dua mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO). Penyelidikan pelaku pembunuhan Randi dan Yusuf sendiri "tampaknya" masih berjalan. Mabes Polri mengatakan, dari pemeriksaan kepada enam polisi tadi, tiga di antaranya memang melepaskan tembakan “ke atas” saat demonstrasi.

"Dari pemeriksaan satu kali, ada yang [melepaskan tembakan] dua kali," ujar Kepala Biro Provost Mabes Polri Brigjen Hendro Pandowo saat dikonfirmasi BBC Indonesia.

Immawan Randi, mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan UHO, tewas tertembak di dada saat berdemonstrasi di Gedung DPRD Sultra, 26 September silam. Yudi Ashari, dokter yang menangani korban, mengonfirmasi bahwa Randi memang ditembak peluru.

Iklan

"Korban dibawa sudah dalam kondisi terluka di dada sebelah kanan selebar 5 cm, kedalaman 10 cm akibat benda tajam. Luka tembak belum bisa dipastikan (karena) peluru karet atau peluru tajam. Udara tertembak di dalam rongga dada atau pneumothorax sehingga menyebabkan korban meninggal dunia," ujar Yudi kepada Kompas.

Sedangkan Yusuf tewas ditembak di depan gedung Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sultra. "Diduga penembakan pertama terjadi terhadap Yusuf di pintu samping Disnakertrans, disusul dengan penembakan Randi," ujar Koordinator Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Yati Andriyani yang menyelidiki kasus penembakan demonstran dengan mewawancarai berbagai saksi.

Keputusan sanksi disiplin juga jadi kabar buruk untuk keluarga Randi yang tegas meminta pertanggungjawaban. "Kami dari pihak keluarga menginginkan bentuk tanggung jawab kepolisian dalam hal ini. Jadi, bagaimana bentuk tanggung jawabnya, entah seperti apa, kami butuhkan tanggung jawab," ujar Rasmin, salah satu keluarga Randi, kepada Kompas. Sudah barang tentu pemberian sanksi disiplin bukanlah bentuk pertanggungjawaban yang diinginkan keluarga korban.

Tuntutan atas keadilan untuk Randi dan Yusuf masih dilancarkan mahasiswa Kendari, termasuk dalam demonstrasi kemarin (28/10) di depan markas Polda Sulawesi Tenggara. Demo berlangsung ricuh karena polisi mengirim tembakan air, yang dibalas mahasiswa dengan melempar bungkusan tahi sapi.