Konflik Papua

Bangun Istana di Papua Sampai Lowongan BUMN jadi Janji Jokowi Buat Redam Konflik Papua

Presiden menyampaikan berbagai janji itu saat menemui tokoh Papua dan Papua Barat di Jakarta. Sekitar 1.000 mahasiswa Papua dijanjikan langsung diterima bekerja di BUMN besar.
Bangun Istana Kepresidenan di Papua Sampai Jaminan Diterima BUMN jadi Janji Jokowi Buat Redam Konflik Papua
Presiden Jokowi saat naik motor meninjau pembangunan Jalan Trans Papua di Habemam, Jayawijaya. Foto oleh Indrianto Eko Suwarso/Antara Foto/via Reuters.

Sebanyak 64 tokoh Papua mendatangi Istana Negara, Selasa (10/9) lalu. Pertemuan dengan Presiden tersebut diatur Menkopolhukam Wiranto untuk membicarakan percepatan kesejahteraan Tanah Papua. Isu ini dianggap mendesak oleh Jakarta, lantaran kerusuhan yang melibatkan rakyat Papua terus terjadi beberapa minggu belakangan.

Biar kalian enggak bingung, VICE akan menyebut "Papua" untuk Provinsi Papua, "Papua Barat” untuk Provinsi Papua Barat, dan "Tanah Papua" jika merujuk kedua provinsi itu sekaligus.

Iklan

Rombongan dipimpin Abisai Rollo, Ketua DPRD Papua yang juga Ketua Tim Kampanye Daerah Jokowi-Ma’ruf Amin untuk Papua di Pilpres 2019. Para tokoh ini berasal dari Tanah Papua dan sejumlah wilayah lain Indonesia, dengan latar belakang sebagai tokoh adat, gereja, organisasi, akademisi, mahasiswa, perempuan, dan pemuda.

Dari sembilan permintaan yang disampaikan para tokoh, barangkali yang paling menyita perhatian adalah permintaan pada Jokowi agar bersedia membangun Istana Kepresidenan di Jayapura. Abisai mengaku bersedia menyumbangkan tanah seluas 10 hektare demi memuluskan rencana tersebut.

"Saya menyumbangkan tanah 10 hektare untuk dibangun Istana Presiden sehingga perjalanan bapak ke Papua diubah dari berkunjung menjadi berkantor," ujar Abisai, dikutip Tempo.

Jokowi mengaku kaget dengan permintaan tersebut. Ia lantas merespons dengan memastikan apakah benar rakyat Papua mau menyerahkan tanah 10 hektare secara cuma-cuma kepada negara untuk dibangun istana, yang dibalas Abisai bahwa tawarannya serius.

"Ini saya bisik-bisik dulu dengan para menteri supaya keputusannya tidak keliru. Nanti saya ngomong 'iya', duitnya nggak ada. Jadi mulai tahun depan istana dibangun,” ujar Jokowi, merespons positif ide gagasan berkantor di Papua.

Dalam pertemuan kemarin, Presiden Jokowi didampingi Wiranto, Mensesneg Pratikno, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan. Sembilan tuntutan yang disampaikan dan bagaimana respons Jokowi adalah sebagai berikut, dirangkum dari CNN Indonesia dan Tirto.

Iklan

  • Jokowi diminta melakukan pemekaran provinsi lima wilayah adat di Provinsi Papua dan Papua Barat.
  • Perlu ada embentukan badan nasional urusan Tanah Papua.
  • Perlu ada penempatan pejabat-pejabat eselon satu dan dua di kementerian dan LPMK mewakili Papua.
  • Pembangunan asrama nusantara di seluruh provinsi sekaligus jaminan keamanannya.
  • Delegasi meminta revisi UU 21/2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dalam Prolegnas 2020.
  • Diharapkan ada instruksi Presiden untuk memprioritaskan pengangkatan Aparatur Sipil Negara (ASN) asal Papua.
  • Meminta percepatan Palapa Ring Timur untuk meningkatkan mutu koneksi Internet Papua.
  • Meminta Jokowi mengesahkan lembaga adat perempuan dan anak Papua.
  • Terakhir, membangun Istana Kepresidenan di Jayapura

Dari sembilan tuntutan, permintaan terakhir tampaknya paling menyita perhatian. Selain pembangunan istana, tuntutan yang langsung direspons Jokowi adalah pemekaran wilayah. Pada dasarnya, dia setuju dengan usul pemekaran, hanya saja tidak memungkinkan kalau langsung lima provinsi. Menurutnya, akan lebih masuk akal bila pemerintah pusat mengabulkan dua atau tiga pemekaran provinsi terlebih dulu.

Terkait kekhawatiran soal daya saing sumber daya manusia Papua sebagai salah satu penyebab utama masalah kesejahteraan rakyat Papua, Jokowi berjanji akan memberi anak-anak Papua jalur khusus untuk ditempatkan di BUMN-BUMN gede. Tidak tanggung-tanggung, Presiden akan memaksa BUMN menyediakan 1.000 loker buat sarjana asal Papua. Terkait permintaan penempatan ASN eselon satu dan dua asal Papua, Jokowi meyakinkan para tokoh kalau dia dan kabinet akan segera mengatur mekanismenya.

Iklan

Obral janji Jokowi ini demi meredam dampak kerusuhan Papua beberapa minggu belakangan. Sebelum ini saja, situasi sempat memanas kembali saat 700 mahasiswa asal Papua tercatat polisi pulang kampung ke tanah kelahirannya.

Belum ada alasan pasti mengapa mereka semua pulang, namun Majelis Rakyat Papua (MRP) menduga ini ada hubungannya dengan maklumat yang dikeluarkan MRP saat aksi damai di Jayapura, 19 Agustus lalu, yang diikuti oleh ribuan masyarakat dan mahasiswa.

"Apabila adik-adik mahasiswa dan mahasiswi tidak merasa nyaman, tidak ada perlindungan dari provinsi dan kabupaten-kota di seluruh Indonesia, maka kami akan minta [mereka] untuk pulang, setelah pulang mereka lanjutkan pendidikan di Tanah Papua" kata Timotius Murib, Ketua MRP, kepada Kompas. Timotius menyebutkan, ada utusan dari Kapolri yang meminta MRP meninjau kembali maklumat tersebut, setelah ditemukan aksi pulang kampung massal ini.

Menanggapi ini, Kapolda Papua Irjen Rudolf A. Rodja mengatakan eksodus ini terjadi karena rasa tidak aman yang dialami mahasiswa Papua sekaligus seruan kelompok-kelompok tertentu yang ingin memperkeruh situasi.

"Jangan sampai adik-adik kita ini menjadi korban dari kepentingan-kepentingan elit-elit atau kelompok-kelompok. Ini yang harus kita cegah karena anak-anak ini adalah aset bangsa yang perlu kita perhatikan masa depannya," ujar Rudolf pada media awal pekan ini. Per 9 September, dari 700 mahasiswa Papua yang pulang kampung, jumlah terbanyak berasal dari Manado sekitar 300 orang.

Adapun aktivitas kota-kota yang sebelumnya mengalami kerusuhan, seperti Sorong, Jayapura, dan Manokwari kini sudah berangsur normal. Pemblokiran Internet juga sudah dicabut oleh Kominfo.

Di sisi lain, polisi masih berkukuh bahwa kerusuhan di berbagai tempo hari bukan sekadar akibat kasus rasisme ormas dan aparat dalam pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya. Aparat sudah menetapkan beberapa tersangka yang dituduh memprovokasi warga, dan bakal dijerat memakai pasal makar. Di antaranya Benny Wenda yang selama ini dikenal memperjuangkan Papua merdeka, pengacara Veronica Koman, serta aktivis Surya Anta.