FYI.

This story is over 5 years old.

The VICE Guide to Right Now

Semua Aktor Utama Skenario 'Papa vs Tiang Listrik' Akhirnya Divonis Penjara

Dokter Bimanesh Sutarjo dihukum penjara tiga tahun karena menghalangi penyidikan KPK, menyusul Setnov dan Fredrich Yunadi. Semoga tak ada lagi koruptor lain nekat bikin drama absurd demi menghindari aparat.
Fredrich Yunadi, Pengacara Setya Novanto, menunjukkan foto kondisi kliennya di RS setelah kecelakaan menabrak tiang listrik. Foto oleh Galih Pradipta/Antara/via Reuters.

Firasat rakyat Indonesia ada skenario dalam insiden kecelakaan Setya Novanto tahun lalu akhirnya terbukti. Nyaris seluruh aktor utamanya, mulai dari 'Papa' Setnov, sang pengacara Fredrich Yunadi, dan hari ini (16/7), dokter Bimanesh Sutarjo yang merawat terpidana korupsi e-KTP itu, resmi divonis penjara. Bimanesh menjadi terpidana paling akhir. Hakim pengadilan tindak pidana korupsi Jakarta menyatakan dokter di Rumah Sakit Medika Permata Hijau ini turut bekerja sama merintangi upaya penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi yang sedang mengejar Setnov karena kabur.

Iklan

Hukuman Bimanesh lebih rendah dari tuntutan jaksa yang menginginkan sang dokter dihukum enam tahun penjara. Selama persidangan, muncul sekian bukti bila ada koordinasi antara Bimanesh dan Yunadi sebelum Setnov masuk RS Medika gara-gara mobilnya "menabrak" tiang listrik. Bimanesh mengeluarkan opini medis beberapa saat setelah kejadian, yang mengesankan Setnov tidak bisa diperiksa penyidik akibat cedera berat dan mengidap hipertensi.

Pernyataan Bimanesh terbukti palsu, karena dokter KPK mendapati Setnov jauh dari kondisi cedera, bahkan lecet pun tidak. Jaksa memperoleh bukti meyakinkan sudah terjadi percakapan antara Fredrich dan Bimanesh sehari sebelum Setnov masuk rumah sakit, agar mantan ketua DPR itu bisa dibantu rawat inap di RS Medika.

"Perbuatan terdakwa tidak mendukung pemerintah yang sedang gencarnya memberantas korupsi dan perbuatan terdakwa mencederai profesi dokter," kata Ketua Majelis Hakim Tipikor Mahfuddin saat membacakan vonis. Kendati begitu, majelis hakim meringankan hukuman lantaran Bimanesh bersikap sopan selama persidangan dan telah berjasa bagi publik sebagai dokter sebelum kasus ini mencuat. Bimanesh dan tim pengacaranya menyatakan pikir-pikir atas putusan majelis hakim pengadilan tipikor.

Dalam persidangan sebelumnya, keterangan dua saksi kunci semakin memberatkan Bimanesh. Dokter jaga Instalasi Gawat Darurat, dokter Michael Chia Cahaya, mengaku sebelum Setnov masuk sudah dihubungi Bimanesh untuk mempersiapkan ruangan karena akan datang pasien yang mengidap hipertensi berat. Begitu pula dokter Alia, selaku Manajer Pelayanan Medik RS Medika yang mengaku dikontak Bimanesh agar mengosongkan satu kamar VIP bagi Setya Novanto. Tak hanya ruangan, Alia diminta mengubah alasan perawatan karena hipertensi menjadi kecelakaan.

Iklan

Bulan lalu, pengacara Setnov Fredrich Yunani yang menjadi perancang skenario 'papa' masuk rumah sakit, lebih dulu divonis tujuh tahun penjara. Yunadi menjadi pengacara pertama dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia dijerat dengan pasal perintangan penyelidikan oleh jaksa KPK. Dari semua drama tabrakan ini, hanya Hilman Mattauch—reporter Metro TV yang mengemudikan mobil Setnov—tak turut diseret ke kursi terdakwa pengadilan Tipikor. Hilman turut menjadi saksi dalam persidangan Bimanesh maupun Yunadi.

Redaksi Metro sudah memecatnya selepas insiden tersebut. Dari awalnya beralasan hendak ke Gedung KPK, ternyata Hilman menjadi sopir buat membawa Setnov ke studio Metro TV karena diminta redaksi menggelar wawancara khusus. Belakangan, Hilman ditetapkan sebagai tersangka, karena melanggar UU Lalu Lintas.

Sang aktor utama, Setya Novanto, seperti diketahui, mendapat vonis paling berat. Selain dihukum 15 tahun penjara, bekas petinggi Partai Golongan Karya ini dicabut hak politiknya selama lima tahun. Setnov yang selama kasusnya mencuat sering menjadi bahan olok-olok lewat meme itu diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti US$7,3 juta. Skandal megakorupsi e-KTP yang turut dia rancang bersama beberapa kolega di DPR dan pejabat Kementerian Dalam Negeri merugikan negara sebesar Rp2,3 triliun.

Kini, setelah semua yang terlibat dalam produksi drama ini terjerat hukum, kita cukup menikmatinya sebagai sandiwara untuk film kelas B yang siapa tahu kelak akan dibikin produser Indonesia.

Apalagi jika kita ingat betapa Fredrich Yunadi begitu menjiwai peran saat menceritakan kondisi mobil Fortuner Setnov yang “hancur…curr…currr” dan dramatis menggambarkan jidat sang terpidana korupsi e-KTP, “benjol segede bakpao.”

“Kalau lihat bisa kasihan banget," kata Yunadi saat dihubungi media setelah tabrakan. "Beliau orang besar, kok jadinya begini.”

Betul. Kasihan orang besar itu masuk ke bui gara-gara skenario komedi gelap buruk yang akan dikenang rakyat Indonesia sepanjang masa.