FYI.

This story is over 5 years old.

10 Pertanyaan Penting

10 Pertanyaan yang Selalu Ingin Kalian Tanyakan pada 'Tukang Parkir' di Indonesia

Sebenarnya mereka bisa nyetir enggak sih? Bagaimana dinamika perebutan kekuasaan lahan di antara para tukang parkir? Kami menanyakan hal-hal yang selama ini bikin kamu penasaran pada tukang parkir senior asal Jaksel.
Seluruh foto aktivitas tukang parkir oleh penulis.

Di Indonesia, yang punya pekerjaan paling misterius bukanlah tukang ketok magic atau agen badan intelijen. Buatku, atau buat kebanyakan orang Indonesia lainnya, “juru parkir” adalah pekerjaan paling misterius yang berulang kali mengundang pertanyaan. Buat pengendara tukang parkir hampir seperti pemain jailangkung. Kita datang tak dijemput, tapi bedanya pas mau pulang baru diantar. Itulah yang paling bikin keki sekaligus mengundang banyak sekali pertanyaan, “pada ke mana sih tukang parkir ini, kenapa muncul pas kendaraan kita mau ke luar?”

Iklan

Pekerjaan sebagai juru parkir di kota-kota besar di Indonesia bisa dibilang marak, sporadis lebih tepatnya! Di negara tanpa sistem parkir mumpuni seperti Indonesia, di mana hampir setiap keluarga setidaknya punya satu buah kendaraan bermotor pribadi, persoalan bisnis lahan parkir adalah ladang basah bagi uang. Jakarta sebelumnya mengoperasikan parking meter di beberapa titik pada zaman kepemimpinan Ahok. Kini alat tersebut tidak lagi berfungsi saat Anies Baswedan menjabat. Putus kontrak katanya.

Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia pada 2015 mencapai 121,39 juta unit. Dalam data Badan pusat Statistik, jumlah yang paling banyak adalah sepeda motor, yakni 81,5 persen dari total kendaraan bermotor. Sementara itu 11 persennya adalah mobil penumpang termasuk kendaraan milik pribadi. Di Jakarta saja, jumlah mobil di jalanan mencapai 6 juta unit saban hari.

Aku menyusuri sepanjang jalan Senopati, Jakarta Selatan, mencari satu per satu juru parkir yang mau menjawab 10 pertanyaan penting ini. Awalnya banyak juru parkir yang enggan bicara. Hingga aku bertemu dengan Nurkholis, yang sudah 15 tahun menjadi juru parkir di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Ia menolak menyebut detail lokasi kavling tempat Ia mangkal, karena khawatir “si Bos” yang akan kita bicarakan nanti mengetahui dan memperkarakannya. Waduh, rupanya menjabarkan detail sistem parkir di kota-kota besar di Indonesia sudah seperti "rahasia" yang cukup bahaya untuk dibicarakan apalagi diusut.

Iklan

VICE: Kenapa juru parkir suka tiba-tiba muncul pas pengemudi mau ngeluarin mobil? Misterius lah pokoknya…
Nurkholis: Oh iya, saya sering ngalamin juga. Misalnya saya lagi di seberang pas dia lagi mau parkir. Pas dia keluar saya bantuin, eh dianya komplain, “tadi enggak ada, sekarang ada”. Kadangkala itu terjadi kalau saya lagi bengong. Kadang kan enggak kelihatan karena lagi di seberang. Kita kadang enggak menetap sih. Ada kan lapaknya yang lebar, tau-tau di lapak bagian lain ada mobil yang udah masuk.

Saya bingung sama tarif parkir. Kadang kalau saya ngasih takut ngasih uang kekecilan, kadang kalau uangnya besar nanti enggak ada kembalian dianggap ngasih semuanya. Tarifnya gimana sih Pak?
Kalau tarif itu dari Dishub langsung. Dari tahun 2015, mobil Rp5.000, kalau motor Rp2.000. Sebetulnya kan ada karcis dan tarif yang resmi dari Dishub. Kalau soal tarif parkir enggak semuanya Rp5.000 sih. Karena kan misalnya nih, kalau parrkir di bank ke ATM palingan cuma parkir lima menit doang. Jadi ada yang cuma bayar Rp2.000 aja. Ya enggak masalah sih saya. Saya prinsipnya kemanusiaan.

Kalau uang parkir ini uangnya masuk ke mana Pak?
Kalau kita sih ada setor ke Dishub, ada yang ke bos kita juga ada. Nah sisanya buat kita. Aku sih biasanya enggak terlalu banyak. Sehari palingan dapat Rp80.000 sampai Rp100.000. Kalau persentasenya saya kurang tahu sih. Ini kita sistemnya setor lah, setor ke bos lapak sekian, setor ke Dishub sekian. Misalnya, ada 10 lembar karcis mobil. Nanti sehari 2 lembar bukti karcis keluar yang disetor ke Dishubnya, kan kecil tuh setor ke Dishub paling Rp10.000. Jadi, setor ke Dishubnya enggak semua dari total yang didapat. Saya juga enggak tahu itu peraturan dari siapa.

Iklan

Kalau deal perebutan area parkir ini bagaimana sih?
Ya tergantung yang punya lapak lah. Ada orang lain yang megang gedung. Karena ini kan sistemnya jual-beli juga, ada kontrak. Nah yang jual beli lahan parkir itu yang megang wilayahnya. Sebut aja dia Si Bos. Si Bos itu bukan yang punya gedung ini, tapi orang lain yang megang lahan parkirnya. Tapi bukan Dishub juga ya. Kalau jual-beli lahan enggak boleh sama Dishub.

Pernah terlibat dalam perebutan lahan parkir kah?
Kalau dulu zaman Pak Harto (Orde Baru) banyak preman. Jadi banyak yang tawuran. Dulu kekuatannya itu preman. Kalau sekarang pakai duit. Kalau punya duit, bisa beli lahan parkir, ya bisa jadi bos. Jadi sistemnya mereka ini membeli lahan nih, kalau mau misalnya batas lahan dari ujung ke ujung ya boleh.

Cara bagi-bagi kekuasaan wilayah parkir itu bagaimana?
Kalau secara keseluruhan sih orang lain ada yang nguasain dari lampu merah ke lampu merah. Ada juga penguasaannya dibagi-bagi per kavling. Area buat saya jaga ya di kavling sini aja. Nanti beda kavling beda yang jaga. Jadi juru parkir ini seperti karyawan aja. Ada juru pakir pembantu.

Apa kaitannya juru parkir di sini sama Dishub?
Misalnya kayak seragam dari Dishub, karcis dari Dishub. Kalau yang ‘megang’ lahan sih intinya mereka cuma buka lowongan kerja saja mencari para juru parkir.

Kalau Bapak pernah kepikiran punya lahan parkir sendiri? Jadi bos gitu misalnya?
Mau sih, cuma enggak ada duit untuk beli area hahaha. Kalau untuk sistem kavling kayak begini sekitar Rp30 jutaan. Ini kira-kira lahan parkir untuk tiga buah ruko. Bosnya lain-lain. Kalau dulu waktu zaman premanisme biasanya dari ujung ke ujung, dari satu lampu merah ke lampu merah lagi. Kalau sekarang sistemnya lebih banyak yang begini, per kavling

Karcis ini kan sebenernya hak orang yang parkir, jarang ada yang minta ya Pak?
Kadang ada yang minta juga. Tapi enggak semua orang minta. Tapi kadang ada supir yang parkir suka minta karcis banyak.

Kalau jadi juru parkir apakah harus tahu cara menyetir?
Enggak dituntut bisa nyetir lah. Aku juga belum bisa nyetir. Harusnya sih bisa nyetir dan parkir, takutnya terkena kendala sopirnya enggak ada, setidaknya bisa nolong lah. Tapi kebanyakan sebetulnya bisa sih. Di sini soalnya enggak ada persyaratan harus bisa nyetir, yang penting yang punya lapaknya mau ngambil rekrut siapapun juru parkir. Tapi yang merekrut kita bukan dari Dishub langsung. Hampir semua yang di Jakarta seperti itu, kecuali security parking kan lain yah sistemnya.