Narkoba

Polisi Sumut Terbukti Pura-pura Temukan Ganja 327 Kg, Divonis 20 Tahun Penjara

Letak kesalahannya: 8 polisi ini sengaja bersandiwara melindungi si pemil. Vonis hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa yang minta hukuman mati.
Polisi Sumatra Utara divonis 20 tahun penjara karena pura-pura temukan ganja 327 kilogram
Foto hanya ilustrasi, diambil dari momen operasi gabungan BNN hancurkan 4,5 hektar ladang ganja di Lametuba, Aceh. Foto oleh Chaideer Mahyuddin/AFP

Delapan anggota Polres Kota Padangsidimpuan, Sumatera Utara, dan satu warga sipil dihukum 10 sampai 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Medan kemarin (12/1) karena kasus kepemilikan ganja sebanyak 327 kg. Para polisi ini jadi pesakitan, karena bersedia melindungi si pemilik sekaligus pengedar ganja dari razia. Caranya, mereka bersandiwara menemukan ratusan kilo ganja tak bertuan, padahal aslinya mereka kenal pemiliknya.

Iklan

Bripka WS, pemimpin sandiwara para polisi ini, dan si warga sipil yang berinisial EAR, dihukum paling berat 20 tahun penjara serta denda Rp1 miliar. Sedangkan Aiptu MPB yang notabene mantan kepala unit pemberantasan narkoba, dijerat 13 tahun bui dan denda Rp1 miliar. Sisa enam aparat lain masing-masing dapat jatah kurungan 10 tahun.

“Terdakwa tersebut di atas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melawan hukum, melakukan tindak pidana menerima narkotika golongan 1 bukan tanaman yang beratnya melebihi 1 kilogram sebagaimana dakwaan primer,” ujar Ketua Majelis Hakim Jarihat Simarmata saat membacakan hasil sidang. Kesembilan terdakwa dijerat Pasal 114 ayat 2 juncto Pasal 132 ayat 1 UU No. 35/2009 tentang Narkotika.

Kasus rekayasa kepemilikan ganja dimulai saat EAR diberi amanah oleh Mulia (masih dalam pengejaran polisi) untuk menjaga 15 karung ganja miliknya. EAR menerima amanah dan menyimpan tumpukan karung di gudang rumahnya di Kampung Darek, Kota Padangsidimpuan.

Doi mulai panik ketika pada polisi menggerebek penyimpanan narkotika di sebuah rumah di kampung tersebut, hanya berjarak 500 meter dari rumah EAR. Ia lantas menelpon Mulia dan meminta 15 karung ini segera diambil kalau enggak mau ia buang. Mulia meminta EAR tenang, menyebut akan ada pihaknya yang “menjemput” karung.

Iklan

Mulia rupanya menggunakan ilmu paling bermanfaat di negeri ini: koneksi. Setelah telepon EAR, ia menghubungi Edi Santoso (juga masih DPO) yang kemudian mengajukan proposal kerja sama kepada Bripka WS. Edi menawarkan untuk menyerahkan 327 kg ganja kepada polisi secara sukarela dengan syarat tidak ikut ditangkap. WS tergiur, lantas menyusun rencana.

Bersama 7 rekannya, WS bersama tim #SaveGanja-nya janjian dengan EAR untuk memindahkan karung-karung mariyuana itu ke area perkebunan PTPN-III, lalu melapor ke atasan bahwa mereka “baru saja menemukan ganja-ganja tanpa pemilik”. Seperti kita ketahui, laporan ini kemudian terbongkar sebagai rekayasa semata.

Putusan tim majelis hakim dilaporkan tidak mutlak. Hakim Tengku Oyong, salah satu dari tiga ketua majelis, merasa perbuatan para terdakwa yang memindahkan ganja bukanlah tindak pidana, melainkan pelanggaran administrasi dan mestinya dilepaskan dari pemidanaan. Namun, dia kalah suara dari dua hakim lain. Putusan ini juga jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Abdul Hakim yang meminta WS dan EAR dihukum mati. 

Kegiatan polisi bahu-membahu dengan pengedar narkoba pernah juga terjadi di Riau, tahun lalu. Perwira IZ (55) diketahui punya kerjaan sampingan sebagai kurir sabu berupah Rp20 juta sekali jalan. Setelah ketahuan, doi dipecat dan kini dalam proses peradilan.

“Kita harap majelis hakim memberikan hukuman yang layak kepada pengkhianat bangsa ini. Kemarin mungkin [dia masih] anggota, tapi hari ini bukan. Makanya saya hanya sebut nama, tapi pangkatnya tidak,” ujar Direktur Reserse Narkoba Polda Riau Victor Siagian penuh sakit hati kepada Kompas. IZ turut dijerat UU 35/2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman mati.

Selain ngangkut dan jadi kurir, polisi pernah ketahuan ambil peran lebih besar sebagai bandar narkoba. Satuan Polres Pagaralam, Sumatera Selatan pernah menangkap perwira berpangkat ipda berinisial BS atas dugaan jadi bandar sabu. BS dilaporkan berkuasa mengedarkan sabu di daerah sekitar kaki Gunung Dempo.

Melihat keterlibatan polisi dalam dunia narkotika, kriminolog Universitas Islam Riau Kasmanto Rinaldi mengatakan kejahatan ini emang menggoda secara finansial. “Narcotic crime ini sangat berbeda dengan kejahatan konvensional seperti pembunuhan, perampokan, perkosaan, dan sebagainya. Sebab dalam kejahatan ini ada unsur keuntungan dan cost yang tinggi,” kata Kasmanto dilansir dari Gatra. Yah, soal itu sih semua orang juga tahu.