Game Legendaris

Jangan Malu Kecanduan Main 'The Sims', Game ini Efektif Mendistraksi Beban Hidup

Keluarga Sim-ku hidup bahagia walau di dunia nyata sedang terjadi pandemi, dan aku ikutan senang melihatnya.
Karakter Sim penulis
Tangkapan layar milik Chloé Thibaud

Aku sedang asyik nge-scroll medsos ketika melihat iklan Facebook yang menarik perhatianku. “Ciptakan duniamu dengan The Sims 4 — dapatkan diskon 75 persen sekarang juga! Stok terbatas.” Aku terakhir kali main game simulasi ini waktu masih kecil. Aku masih ingat menghabiskan waktu berjam-jam untuk membangun rumah jelek dan belajar bahasa Simlish. Aku sontak mengunduh game itu. Rasanya seperti membeli sebungkus rokok setelah puluhan tahun berhenti merokok.

Iklan

Dulu, aku senang membayangkan karakter Sim sebagai orang dewasa. Aku bisa memiliki segalanya. Karier yang cemerlang. Rumah dengan taman yang luas. Suami penyayang. Anak-anak menggemaskan. Hewan peliharaan.

Namun kini, terjebak di rumah, aku ingin menciptakan kehidupan nyataku dalam The Sims. Aku selesai bikin karakter Sim yang mirip denganku satu jam kemudian. Setelah itu, aku mengisi tes kepribadian yang jawabannya akan menentukan sifat dan aspirasi karakterku. Aku cukup kaget melihat hasilnya. Sim Chloé bukan jurnalis, melainkan “komedian kurang terkenal”. Dia angkuh. Karakter Sim-ku “gampang bosan nonton televisi ‘murahan’, dan memperoleh kepercayaan diri ketika berada di sekitar Sim sombong lainnya”. Aku banget, nih.

Selanjutnya, aku membeli rumah seharga 15.000 Simoleon di Willow Creek, cukup menarik buat orang Paris yang cuma bisa sewa apartemen sepertiku. Aku juga beli komputer dan mikrofon untuk melatih keterampilan melucu. Satu-dua jam berlalu, dan Chloé masih sendirian. Dia sibuk ngoceh pakai mik di ruang tamu. Dia sudah kebelet pipis dan kelaparan. Badan Chloé mulai gemetaran, memintaku untuk mengakhiri sesi latihan dan mengizinkannya buang air kecil.

coronavirus sims jeux vidéo

Chloé sang komedian garing.

Tak terasa sudah lima jam aku bermain The Sims. Aku enggak makan, minum dan pergi ke kamar mandi sama sekali sepanjang mengurus karakterku. Aku juga lupa soal virus corona dan anxiety karena kelamaan di rumah. Enggak tahan ingin membagikan kisah Sim Chloé, aku pun mengunggahnya ke Instagram. Reaksi teman-teman yang mengenang game ini membuatku lebih tenang dan enggak merasa bersalah main seharian.

Iklan

Aku mulai enggak sabaran keesokan harinya. Sim Chloé enggak menghasilkan banyak uang untuk memuaskan keangkuhannya. Untung saja aku masih ingat dengan trik ctrl+shift+c. Ternyata masih berfungsi! Aku terus melakukan ini sampai jumlah Simoleon bertambah banyak. Aku—eh karakter Chloé mendadak jadi kaya raya.

Kali ini, aku berjanji main satu jam saja, tapi kenyataannya aku sibuk merenovasi rumah tiga jam kemudian. Aku memilih lantai kayu dengan tembok bata merah. Setelah itu, aku menghias ruangan dengan kaktus dan lilin. Aku membelikan Chloé kulkas terbaik, dan ranjang ternyaman yang pernah ada di The Sims. Mungkin sekarang dia akan naik level.

Upayaku enggak sia-sia. Beberapa jam kemudian, Chloé mendatangi beberapa pesta dan mempunyai banyak teman baru. Di dunia nyata, aku menghabiskan waktu ngobrol di Tinder, mengandalkan kalimat pembuka super konyol seperti “Mudah-mudahan stok makaronimu cukup!” atau “Kamu jadi match terakhirku sebelum dunia berakhir!”

Aku mencarikan cowok buat Sim Chloé dengan memperkenalkan diri kepada Sim pertama yang berpapasan dengannya. Dan dia adalah Florent.

Florent bukan tipeku. Kumisnya aneh, dan rompi bergaris warna-warni yang dipakai pun jelek abis. Tapi, semakin lama aku ngobrol dengan orang tolol ini, semakin besar juga kepercayaan diriku. Karisma Chloé juga ikut meningkat. Aku melemparkan guyonan kepadanya, dan secara terang-terangan bertanya dia masih lajang atau enggak. Aku juga mengajaknya berdansa dan bikin kue cokelat bersama—sambil mengenakan pakaian dalam. Sayang sekali, Florent malah kabur.

Saking kecewanya, aku mengeluh ke sahabat Alban malam itu. Yap, aku ngomongin kehidupan The Sims seolah-olah itu nyata. “Aku rasa game ini bagus untukmu, buktinya bisa membuatmu tetap sibuk.” Benar juga, sih. Aku jadi merasa lebih baik dan semakin menenggelamkan diri ke dunia The Sims.

Terlepas dari pertemuan pertama yang kurang oke, Sim Chloé dan Florent akhirnya berpacaran. Kami ciuman, dan aku menyuruh dia menginap di rumah. Kemudian kami “woohoo” di tempat tidurku yang elegan. Aku hamil, dan kami menikah setelahnya. Sekarang aku bisa mengutak-atik Floent. Aku memakaikan dia kemeja kotak-kotak, dan mengubah kumisnya jadi jenggot lebat. Kami memperluas rumah, dan Sim Chloé melahirkan anak kembar. Mengurus empat karakter Sim memang sulit, tapi seenggaknya mereka bahagia. Aku ikutan senang melihatnya.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE Prancis