Transparasi Anggaran

BPK Temukan Aliran Dana APBN Rp71 M ke Rekening Pribadi, Paling Banyak di Kemenhan

Menkeu Sri Mulyani dan Menhan Prabowo Subianto akan dipanggil BPK untuk mengklarifikasi temuan tersebut. Dari Kemenhan dan TNI, uang masuk rekening pribadi mencapai Rp48,12 miliar.
BPK Temukan Aliran Dana APBN Rp71 M ke Rekening Pribadi, Paling Banyak di Kemenhan
Gedung BPK di Jakarta. Foto via Flickr/laporan tahunan BPK 2013/CC 2.0

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mendapati ada lima kementerian/lembaga mengalirkan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2019 ke rekening pribadi. Dari temuan tersebut, aliran dana ke rekening pribadi paling besar terpantau dari Kementerian Pertahanan. Jika digabung dengan belanja anggaran pertahanan TNI, total duit yang mengalir ke rekening pribadi mencapai Rp48,12 miliar. Sedangkan total uang pajak rakyat yang disorot BPK dari lima K/L tersebut, karena masuk ke rekening pribadi dalam jangka tertentu, mencapai Rp71,78 miliar.

Iklan

Ketua BPK Agung Firman Sampurna menyatakan temuan ini disorot auditor negara, lantaran aliran dana tersebut belum memiliki izin dari Kementerian Keuangan. "Yang besar memang ada pada Kementerian Pertahanan. Kementerian Pertahanan yang masuk pada rekening pribadi bersumber dari APBN itu adalah sebesar Rp 48,12 miliar," ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (21/7), seperti dilansir Kompas.com.

Sebagian rekening itu dimiliki individu yang berada di luar negeri. Dalam keterangan terpisah yang dikutip Sindonews.com, Anggota BPK Hendra Sunanto berencana memanggil Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk mengklarifikasi temuan auditor. "Kita minta Kemenkeu dan Kemenhan duduk bersama biar jadi legal lah," kata Hendra.

BPK menyebut aliran dana APBN ke rekening pribadi itu belum tentu melanggar aturan. Kadang, kementerian/lembaga melakukannya demi memangkas proses birokrasi pencairan anggaran. Namun, karenanya semua pihak harus memantau dan memastikan statusnya, sehingga tidak terjadi penyelewengan.

Dikonfirmasi terpisah, Juru Bicara Kementerian Pertahanan Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan sebagian kecil APBN tahun anggaran 2019 terpaksa ditransfer ke rekening pribadi atase pertahanan Indonesia yang bertugas di luar negeri. Tujuannya semata-mata agar kegiatan operasional mereka lebih cepat terlaksana.

"Sebab, mereka membutuhkan pengiriman dana kegiatan yang segera dan cepat," kata Dahnil, seperti dikutip Pikiran Rakyat. Dahnil berdalih transfer ke para atase ini seharusnya sudah diketahui Kementerian Keuangan, karena anak buah Prabowo Subianto sebelumnya sudah melapor secara resmi. Selain itu, Dahnil menyebut Inspektorat Jenderal Kemenhan sempat menjabarkan pertanyaan auditor BPK terkait aliran dana tersebut. "Alhasil opini Laporan Hasil Pemeriksaan Kementerian Pertahanan [2019] mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian," imbuhnya.

Iklan

BPK menjabarkan aliran dana ke rekening pribadi di lingkungan Kemenhan itu terdiri dari transfer uang ke 39 atase pertahanan, delapan di antaranya atas nama perorangan; tiga rekening untuk perjalanan dinas TNI AD; rekening penampung sisa dana pembelian alutsista; serta rekening RSAL Mintohardjo.

"Dari semua rekening yang bermasalah di atas hanya 1 rekening yang masih bermasalah sebesar Rp598,97 juta karena belum masuk Akun Kas, dan sudah direkomendasikan perbaikannya oleh BPK," kata Agung saat diwawancara khusus CNBC Indonesia.

Selain Kemenhan, transfer dana APBN yang masuk ke rekening pribadi dengan status belum mendapat izin/sepengetahuan Kemenkeu ada di Kementerian Agama sebesar Rp20,71 miliar, Badan Pengawas Pemilu sebanyak Rp2,39 miliar, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan terakhir Badan Pengawas Teknologi Nuklir (Bapeten).

Sejauh ini yang sudah terindikasi ada pelanggaran hukum adalah aliran dana ke rekening pribadi PNS di Bapeten. Sebab, uang APBN masuk ke rekening koordinator kegiatan tanpa alasan jelas, sehingga masuk indikasi korupsi.

"Temuan [di Bapeten sudah dilaporkan oleh BPK kepada instansi terperiksa. Saat ini, terdapat rekomendasi yang sudah dalam proses tindaklanjut. Sanksi yang dikenakan sesuai dengan peraturan dan tingkat kesalahan yang barang tentu dapat berupa sanksi administratif, termasuk sanksi pidana," kata Agung, seperti dilansir Kompas.com.