FYI.

This story is over 5 years old.

Berita

Krisis Uang Tunai Melanda India

Persiapan yang lemah dari pemerintah India saat mengganti uang pecahan besar, memicu antrean ribuan orang menukar uang di mana-mana.
Foto dari Associated Press

Artikel ini pertama kali tayang di VICE News.

India sedang mengalami krisis uang tunai, setelah pemerintah setempat secara mengejutkan mengumumkan keputusan mengganti uang pecahan nominal besar secara serentak pekan lalu.

Kebijakan ini diumumkan pada 8 November, bertujuan menyingkirkan uang palsu dan uang tunai yang disimpan selain di perbankan resmi. Akibatnya jutaan warga India kebingungan. Ribuan orang mengantre di bank, kantor pos dan mesin-mesin ATM untuk menukar, menarik, dan menyimpan uang tunai.

Iklan

Before you go to bank
Yeah 500/1000 ₹ notes.
ID proof
Lunch box
Playing cards
Dinner
Bedsheets
And lots and lots of patience #CashCleanUp
— ikpsgill (@ghaintbanda) November 10, 2016

Pemerintah India mengabarkan berita yang mengejutkan ini pada Selasa pekan lalu, tiba-tiba saja menyatakan uang kertas nominal 500 dan 1.000 rupee (setara Rp98 ribu dan Rp197 ribu) akan segera ditarik dari peredaran dan diganti dengan uang kertas baru. Artinya ada lebih dari 22 miliar lembar uang kertas di India yang tidak berlaku—setara 86 persen dari total peredaran mata uang seluruh India.

Mohan Guruswamy, Ketua dari Lembaga Pusat Kebijakan Alternatif di New Delhi mengatakan pada VICE News, pemerintah India awalnya berharap kebijakan mereka dapat menghapus praktik-praktik perekonomian pasar gelap yang selama ini tidak terjangkau otoritas pajak. "Diperkirakan antara 30 hingga 75 persen dari Produk Domestik Bruto India beredar di sektor-sektor pasar gelap yang tidak dipajaki. Pemerintah mengincar uang-uang tersebut."

Namun di negara seperti India yang warganya banyak bertransaksi menggunakan uang tunai, kebijakan ini—disertai kurangnya perencanaan yang baik—malah menimbulkan masalah yang lebih besar. "Saya kaget sekali dengan kurangnya persiapan," kata MP Subramanian Swamy, salah satu ajudan utama Perdana Menteri Narendra Modi.

Lembaran uang baru itu, misalnya, berukuran lebih kecil sehingga tidak sesuai dengan 200.000 mesin ATM yang kini beroperasi di seluruh India. Menteri Keuangan India, Arun Jaitley, dikutip oleh Financial Times mengatakan penyesuaian mesin ATM memakan waktu dua hingga tiga minggu.

Iklan

Pemerintah India akhir pekan lalu menyatakan perbankan telah memperoleh pasokan uang kertas nominal besar senilai 3 triliun rupee (setara Rp593 triliun) sejak kebijakan ini resmi diberlakukan. Bank-bank diminta tetap buka seperti biasa pada hari libur, serta tak lagi menerapkan batas maksimal penarikan uang selama masa transisi.

Crackdown has started..!!!! Income tax dept carries out raids in Delhi and Mumbai..!!!#CashCleanUp
— Manak Gupta (@manakgupta) November 10, 2016

Awal pekan ini, upaya tambahan meredam krisis ternyata masih diperlukan. Pemerintah Negeri Sungai Gangga menyatakan siap memasang ATM mini di berbagai lokasi strategis, di seluruh negara bagian. Bank lalu diminta meniadakan sementara biaya transaksi kartu kredit dan debit.

Guruswamy menilai pemerintah India seharusnya menyasar orang-orang yang menyimpan uang di perbankan luar negeri-termasuk para politikus dan elit India. "Itu lebih baik dari kebijakan saat ini yang menyasar ikan teri-pedagang dan petani yang tidak punya akses ke perbankan, bahkan masih menyimpan uang di rumah."

The intention of #CashCleanUp was to catch the corrupt unawares.
Right now, it's caught the honest in serpentine lines to survive the day!
— Sorabh Pant (@hankypanty) November 10, 2016

PM Modi meminta masyarakat bersabar, sekaligus berjanji akan segera menyelesaikan segala persoalan teknis soal uang ini. Dia menegaskan kebijakan tersebut dalam jangka panjang bakal menguntungkan masyarakat India.

"Saya ikut merasakan ketidaknyamanan yang terjadi belakangan, itu sebabnya saya bekerja siang-malam agar orang-orang segera lepas kesulitan dari imbas kebijakan tersebut," kata Modi saat berkampanye pekan lalu. "Saya tidak akan membiarkan warga miskin India kesulitan menukar uang."

Kendati PM Modi sudah berusaha menenangkan publik, Guruswamy tetap merasa skeptis. "Perdana menteri boleh saja bilang orang miskin di India tidur nyenyak, sementara yang tak nyaman adalah orang kaya. Kenyataannya yang terjadi, menurut saya, sebaliknya."