FYI.

This story is over 5 years old.

The VICE Guide to Right Now

Demi Penis Besar, Warga Papua Nugini Rajin Suntikkan Minyak Kelapa ke Alat Kelamin

Semakin banyak orang mengalami kelainan bentuk penis setelah diperbesar pakai minyak kelapa. Akibatnya, ikatan dokter setempat menetapkannya sebagai "masalah nasional."
Gavin Butler
Melbourne, AU
Demi Penis Besar, Warga Papua Nugini Rajin Suntikkan Minyak Kelapa ke Alat Kelamin
Sumber foto ilustrasi (kiri) via Max Pixel dan (kanan) Pixabay. Lisensi Creative Commons

Ikatan dokter di Papua Nugini mendesak penduduk lelaki setempat agar berhenti menyuntik penis mereka dengan benda asing. Imbauan ini menyusul keresahan akibat prosedur pembesaran penis ilegal yang sedang ngetren dalam beberapa tahun terakhir.

Pasalnya, banyak laki-laki di sana yang menyuntikkan minyak kelapa, baby oil, minyak goreng dan silikon supaya alat kelaminnya bisa semakin panjang dan tebal. Namun sayang seribu sayang, hasilnya gagal total.

Iklan

Ahli bedah Akule Danlop dari Rumah Sakit Umum Ibu Kota Port Moresby membeberkan kepada The Guardian, bila selama dua tahun terakhir kliniknya telah mengobati lebih dari 500 pasien yang mengalami kelainan bentuk penis setelah disuntik minyak kelapa.

"Dua tahun terakhir ini, saya menemukan lima kasus baru setiap minggunya. Dan ini hanya yang terlihat saja karena mereka berobat ke saya. Tak ada yang tahu pasti seberapa banyak orang yang melakukannya," kata Akule. "Saya menangani tujuh orang hari ini."

Bukanlah hal sulit untuk memahami dampak buruk yang mungkin terjadi jika menyuntik penis dengan minyak dan silikon. Kemaluan mereka tentu bisa membesar, tetapi karena bengkak.

“Ada gumpalan abnormal dan kental yang tumbuh di penis [pasien]. Benjolannya kadang muncul di skrotum,” terang Akule. “Banyak yang sudah menjadi borok dan terkelupas. Beberapa pasien kesulitan buang air kecil. Kulupnya bengkak, sehingga tidak bisa berkontraksi.”

“Mereka mengaku menyesali perbuatannya,” lanjutnya.

Dalam beberapa kasus tertentu, prosedur ini merusak fungsi otot ereksi sehingga sulit bagi pasien untuk berereksi.

Tren ini juga menimbulkan masalah lain bagi Akule. Dia adalah satu-satunya ahli bedah di Port Moresby yang mampu menangani kondisi semacam ini. Tenaga medis jadi terkuras karena harus menangani masalah yang disebabkan oleh diri sendiri. Padahal masih ada pasien lain yang lebih membutuhkan.

“Ada kanker dan kondisi lain [yang mesti diobati],” katanya. “Kami dibuat frustrasi karena ada orang lain yang lebih pantas [diobati], sementara orang-orang ini malah mencari penyakit.”

Iklan

Para korbannya berasal dari setiap kelompok usia dan sosial. Akule telah menangani remaja yang masih 16 tahun dan orang dewasa di atas 55 tahun. Namun, mayoritas pasiennya berusia antara 18 hingga 40.

“Ada pasien saya yang memiliki profesi mulia seperti bekerja di firma hukum,” jelasnya. “Mereka datang dari berbagai daerah di Papua Nugini, jadi tidak hanya terjadi di Moresby.”

Banyak penduduk di Lae, Vanimo, Madang, dan Goroka yang “ditipu” untuk menjalani proses pembesaran penis. Glen Mola, dosen kesehatan reproduksi, kebidanan dan ginekologi di University of PNG, menyebutkan bahwa kebanyakan pelakunya adalah perawat lelaki. Mereka membuka praktik tanpa izin usaha.

"Praktik ini tidak ada hubungannya dengan pekerjaan mereka sehari-hari. Mereka melakukannya sebagai pekerjaan sampingan," kata Glen. "Mereka gencar mempromosikan jasanya dengan bilang hal-hal seperti 'Saya bisa membesarkan penismu.' Pasien pun jadi tertarik melakukannya. Tapi, hasilnya tidak seperti yang diinginkan… dalam beberapa kasus, mereka tidak bisa berhubungan intim lagi."

Akule berusaha mencari akar masalahnya. Dia penasaran mengapa begitu banyak lelaki yang rela menyuntikkan minyak ke penis mereka. Bersama sejumlah dokter, dia mengumpulkan data dari pasiennya dan mendokumentasikan alasan mereka menjalani prosedur pemanjangan penis. Akule ingin tahu apakah alasannya berkaitan dengan film porno.

Menurut ABC, penelitian yang diterbitkan tahun lalu di Monash University menyebutkan bahwa sebagian besar lelaki Australia menjalani pembesaran penis untuk meningkatkan kepercayaan diri. Dalam hal ini, peneliti Gemma Sharp dan Jayson Oates menemukan bahwa sebagian besar korban memiliki ukuran penis yang standar. Temuan ini "menunjukkan kalau alat kelamin bintang porno relatif besar, sehingga orang biasa merasa penisnya tidak sebagus mereka."

Sebagian pasien Akule tampaknya memiliki alasan yang lebih mulia.

"Alasan utama pasien [menjalani prosedurnya] yaitu untuk memperpanjang dan menebalkan [penis mereka] agar pengalaman seksualnya bersama pasangan semakin nikmat," ujarnya.

Follow Gavin di Twitter atau Instagram

Artikel ini pertama kali tayang di VICE ASIA.