Makna Lirik 'Fasis Yang Baik Adalah Fasis Yang Mati' Menurut Propagandhi

FYI.

This story is over 5 years old.

Nice Song, What's It About?

Makna Lirik 'Fasis Yang Baik Adalah Fasis Yang Mati' Menurut Propagandhi

Rasanya cuma Chris Hannah, frontman unit punk asal Kanada yang kesohor itu, yang pantas kami tanya apakah tak masalah bagi kita menghajar pendukung ideologi Nazi.

Artikel ini merupakan bagian dari seri 'Nice Song, What's It About?'. Awak Noisey membahas lagu lama yang keren dan mengulik cerita di balik pembuatannya. Untuk melihat artikel-artikel sebelumnya dari kolom tersebut, klik tautan ini.

Awal tahun ini, Richard Spencer, seorang anggota gerakan "alt-right" ditonjok mukanya ketika sedang diwawancara di Washington. Selain menghasilkan beberapa meme "punch a Nazi", peristiwa tersebut membuka perdebatan apakah kekerasan fisik diperbolehkan ketika sedang melawan gerakan far-right yang rasis.

Iklan

Propagandhi sudah lama menjadi pendukung anti-Nazi semenjak band terbentuk di Manitoba di 1986. Band punk asal Kanada ini selalu membawa pesan anti-fasis yang kuat lewat musik mereka. Tentu saja ini paling nyata diwujudkan lewat lagu "The Only good Fascist Is A Very Dead Fascist", sebuah lagu yang muncul di album Less Talk, More Rock (1996). Di Indonesia, unit hip hop Homicide asal Bandung mempopulerkan gagasan tersebut lewat lirik "fasis yang baik adalah fasis yang mati" di lagu 'Puritan'.

Sama seperti lagu Propagandhi lainnya, ada elemen sarkasme dan humor yang digunakan di samping pesan lagu "The Only Good Fascist Is A Very Dead Fascist" sendiri yang kasat mata. Selain menanyakan ke orang kulit putih tentang pencapaian apa yang ras mereka berhasil raih kok bisa sampai kelewat bangga menjadi warga kulit putih, lagu tersebut sekaligus mengejek dan mengatakan semua pendukung Nazi layak dibunuh.

Dua puluh satu tahun berselang sejak lagu ini pertama kali dirilis. Kami ngobrol bareng Chris Hannah dari Propagandhi, meminta keterangan yang lebih lanjut soal perlunya menonjok pendukung ideologi Nazi di masa sekarang.

Noisey: Emangnya kita boleh ya langsung nonjok seorang pendukung Nazi?
Chris Hannah: Waduh [tertawa]. Enggak tahu deh. Coba tanya kakek nenek kita yang ikut di Perang Dunia II. Kayaknya ini perlu dievaluasi kasus per kasus. Saya ingat pengalaman yang kami alami di Dachau Memorial di Jerman. Saat itu ada seorang bocah, berpakaian seperti skinhead nazi sayap kanan berlarian membawa swastika di arena konser. Saya mengejarnya dan ingin membunuhnya, sampai saya sadar dia baru 12 tahun. Dia sedang bersama seorang pekerja sosial yang berusaha menunjukan dampak buruk Nazisme terhadap Jerman. Anak tersebut gemetar ketakutan. Kita semua satu band mengejar bocah tersebut dan hampir menghajar dia karena berani mengenakan swastika di Dachau. Namun si pekerja sosial memohon agar kami meninggalkan bocah tadi. Saya juga ogah memukul anak kecil. Nah ini contoh area abu-abu perihal isu Nazi.

Iklan

Kita harus berhati-hati mempromosikan kekerasan secara hitam putih seperti itu. Pandangan ini datang dari sosok seperti saya yang pernah tergoda untuk melakukan kekerasan pada setiap pendukung Nazi. Saya tidak ingin masuk ke wilayah itu. Seberapapun marahnya kamu, kamu harus selalu bersikap pintar, memikirkan matang-matang, dan mencari tahu motif sebenarnya dari anak muda yang memakai atribut Nazi. Ada kecenderungan sosial media untuk segera menjatuhkan siapapun yang mempertanyakan apakah pendukung Nazi layak ditonjok. Namun memang ada banyak kasus juga di mana kita tidak bisa mundur dari perkelahian di jalanan.

Masih ingat proses menulis lagu "The Only Good Fascist Is A Very Dead Fascist"?
Iya, saya ingat banget. Saya ingat rumah komunitas punk, Winnipeg, saya ingat menulis lagu ini di ruang makan, dan merekam lagu ini di studio.

Saya ingat berusaha mencari cara mengakhiri lagu dan bertanya ke anggota lain apabila lirik "Kill them all and let a Norse god sort' em out" itu terdengar kocak atau enggak. Mereka semua tertawa, terus ya udah, kelar deh lagunya. Lagu ini setengah becanda, setengah serius. Setengah becanda karena ditulis oleh bocah-bocah berumur 24 tahun yang masih cupu. Saya selalu kesal mendengar orang-orang yang mengujarkan kekerasan tapi belum pernah sekalipun berantem betulan. Kamu harus merasakan perkelahian, baru kamu bisa mengerti rasa takut dan adrenalin yang muncul.

Dead Kennedys menulis lagu "Nazi Punks Fuck Off" sebagai respons terhadap kaum rasis yang menginfiltrasi kancah punk San Fransisco awal 80an. Nah, apakah ada banyak kaum Nazi di kancah musik Winnipeg pertengahan 90'an?
Di seluruh Kanada ada subkultur skinhead Nazi yang terorganisasi dan kancah musik Winnipeg, tempat band kami berasal, didominasi anak skinhead. Salah satu alasan kami memulai band ini dan menulis lagu adalah menantang para skinhead tersebut. Kancah musik Winnipeg agak aneh, secara fisik para skinhead sangat mendominasi gig tapi tidak semua dari mereka juga Nazi. Banyak yang ngakunya, "Oh, kami dengerin Screwdriver tapi bukan album yang rasis." Ada banyak sekali drama di kancah musik 90'an, tapi kehadiran Nazi itu memang nyata.

Omong-omong, Perdana Menteri Kanada saat ini [Justin Trudeau] pengen kelihatan jadi politikus bersih ya?
Perdana Menteri kami saat ini emang sukses secara humas dalam perihal mencanangkan liberalisme global, terutama kalau bandingannya sosok seperti Donald Trump. Namun di saat yang sama, semua polahnya sekadar pencitraan. Isu paling kritis yang butuh segera direspons di Kanada saat ini adalah memperbaiki hubungan kita dengan masyarakat adat yang tanahnya kita curi lewat kolonialisme.

Berarti pemerintah yang liberal dan ingin mengesankan citra toleran adalah fasisme yang lain?
Dulu kami menghadapi skinhead dan nazi yang menginfiltrasi kancah musik. Sekarang, setelah bisa melihat ke belakang, saya sadar bahwa masalah tersebut bisa dibilang sepele dibanding isu kolonialisme tanah adat yang dipicu supremasi kulit putih di tanah air kami. Barulah akhir-akhir ini muncul gerakan perlawanan dari masyarakat adat asli di Kanada maupun di luar negeri seperti gerakan Black Lives Matter. Saya sekarang berumur 46 tahun dan masih sadar bahwa realitanya kami masih hidup di bawah bayang-bayang supremasi kulit putih. Fasis itu masih dimana-mana, cuma pakaiannya aja beda.

Album baru Propagandhi 'Victory Lap' dirilis akhir September 2017 oleh Epitaph Records.