FYI.

This story is over 5 years old.

Fashion

Suka Gaya Fashion Vintage ala Bangsawan? Pantau Akun Instagram Ini

Akun IG-nya Stacey Nishimoto menghadirkan busana-busana yang selama ini seakan terkubur di ceruk internet, untuk kita nikmati bersama. Fesyen vintage kayaknya bakal ngetren lagi.
Semua foto oleh Richard Ramirez Jr.

Artikel ini pertama kali tayang di i-D

Kalau kamu demen belanja baju bekas, boleh jadi kamu sudah follow Stacey Nishimoto, ratunya segala hal vintage di Instagram. Estetika Nishimoto mungkin paling pas dideskripsikan sebagai pergelutan di pedesaan Inggris sekitar tahun 1983, atau “Laura Ashley on crack.” Yang menarik, sampai akhir bulan lalu, Nishimoto belum pernah ke Inggris—dia lahir di California dan tumbuh besar di San Francisco sebelum pindah ke Los Angeles tujuh tahun lalu. Vintage adalah pekerjaan sehari-harinya; dia adalah pemilik The Corner Store, toko daring yang menjual baju-baju berkerah dan ruffles.

Iklan

“Saya rasa kegemaran saya pada vintage muncul saat masih remaja di 90an,” ujarnya lewat telepon dari LA, sekembalinya dari London. “Saat itu fashion dan grunge bergabung, dan mudah sekali membuat tampilan-tampilan dari toko-toko vintage.” Coba bayangkan Marc Jacobs for Perry Ellis dan gelombang glamor yang menghantam industri fashion. “Sebagai remaja saya selalu punya selera yang mewah tapi saya gak punya duitnya! Jadi toko-toko vintage memenuhi keinginan saya untuk menciptakan dunia saya sendiri. Dan vintage sudah menjadi bagian dalam hidup saya tanpa saya sadari—saya selalu tertarik pada sejarah dan masa lalu. Mereka lebih istimewa dan misterius bagi saya—segala hal dari masa yang berbeda.”

Daya tarik utama dari belanja pakaian bekas adalah, tentu saja, harganya. Seseorang bisa berpakaian seperti bangsawan dengan mengenakan pakaian-pakaian bekas bangsawan. Tentu, pakaian-pakaian yang dijual Nishimoto sedikit lebih mahal dibandingkan toko-toko baju bekas lainnya; itu karena tokonya sudah dikurasi. Latar belakang Nishimoto adalah penata gaya, yang tampak jelas dari foto-foto yang dia unggah. “Begini, saya bekerja sebagai penata gaya sebuah perusahaat, di Nasty Gal. Saya adalah kepala penata gaya selama 5 tahun, lalu mereka mulai memecat banyak orang. Saya sangat takut, saya kehilangan penghasilan tetap. Jadi saya mulai menjual baju-baju saya di Instagram supaya bisa menyambung hidup. Seru sih! Dan mudah.” Itulah bagaimana dia memulai The Corner Store.

Iklan

Kunci dari kesuksesan toko ini adalah estetika yang hiper femme. “Saya rasa, saya sangat romantis,” ujarnya. “Tapi di wakti bersamaan, saya juga minimalis. Jadi saya suka banget dengan Saint Laurent. Tapi saya terobsesi dengan awal era 80an. Dan saya bisa menjiwainya. Saya suka sekali dengan penampilan Princess Di—dia sangat mewah. Saya juga suka pakaian-pakaian berkerah dan berlengan lebar rancangan YSL.”

Yang juga menarik dari proyek ini adalah perempuan-perempuan yang dia temui untuk menjadi model produknya; sekumpulan perempuan dari latar beragam yang dia temukan di Instagram. “Saya tinggal di Los Angeles, saya datang dari latar belakang campuran, dan kasting adalah salah satu bagian favorit saya,” ujarnya tentang proses kasting. “Saya menemukan malaikat-malaikat cantik ini di Instagram, dan saya mengirimkan mereka DM. Karena saya dari LA, saya senang merayakan Latinas di sini, semua perempuan dari latar belakang campuran. Saya rasa ini penting, dan sejujurnya saya menganggap hal tersebut modern dan patut.”

Sulit membicarakan LA tanpa sekaligus mereferensikan betapa banyak kota ini telah berubah. Di satu sisi, kota ini semakin sibuk dan padat. Di sisi lain, kancah fashion dan seni di sini telah menjadi kiblat kreatif di seluruh dunia. “Saya sempat berpikir Southern California itu norak, tapi saya dulu arogan,” ujarnya. “Lalu saya pindah ke sini, dan pandangan saya berubah. Saya merasa kancah fashion di Los Angeles saat ini sangat khas dan dapat dikenali di seluruh dunia… Saya rasa Los Angeles adalah tempat yang keren banget, dan sebelumnya saya gak berpikir begitu!”

Di samping Saint Laurent, Nishimoto memiliki rekomendasi merek-merek yang dia temukan di luar internet. “Ada label bernama Leslie Lucks. Keren banget deh—arsitektural, volume—dan ada pakaian-pakaian yang saya pengin simpen sendiri karena terlalu sayang,” ujarnya soal obsesi terkini. “Dan ada juga label 70an milik Angela Holmes bernama Droopy and Browns. Dari Inggris Raya, dan gak banyak yang tahu. Hmm apa lagi ya. Saya juga suka Charles Jourdan. Dia kayak merek Paris tua yang memproduksi hal-hal megah. Kayak Laura Ashley on crack! Bahan tekstilnya bagus banget!”

Terang saja, dengan segala pengetahuan ini, langkah terakhirnya adalah merancang pakaiannya sendiri. “Ya, selanjutnya saya mau meluncurkan koleksi saya dan mengubah The Corner Store menjadi brand.” Dia penggemar Palomo Spain, dan modernitas Y Project—menarik banget untuk melihat apa yang dia ciptakan. Soal masa depan tren fesyen vintage, inilah komenter Nishimoto.

“Sulit untuk menduga-duga, tapi perasaan saya gaya Victorian akan ngetren lagi. Saya masih merasa sangat romantis, dan saya rasa gaya seperti itu tidak akan pudar dalam waktu dekat.” Sedangkan Nishimoto sendiri lebih suka terus berpakaian seperti First Lady of Los Angeles. “Kamu kenakan pakaian romantis, hasilnya sempurna. Kamu menjadi orang berbeda, kamu tidak dapat diganggu. Busana yang kukenakan ini ibaratnya baju zirah dari semua anggapan miring orang lain.”