FYI.

This story is over 5 years old.

Politik Internasional

Cina Rancang Aturan Penjarakan Orang Hong Kong yang Mengolok Lagu Kebangsaan Tiongkok

Konflik ideologi antara warga Hong Kong dengan pemerintah Cina semakin sengit. Tiongkok berupaya memenjarakan semua yang membangkitkan sentimen anti-Cina
kebebasan berekspresi
Suporter bola Hong Kong

Legislator di Hong Kong kabarnya tengah mempertimbangkan untuk mengeluarkan undang-undang yang akan menjerat bagi siapa saja yang tidak menghormati lagu kebangsaan Tiongkok. Para pelanggar akan dikenakan hukum tiga tahun penjara. Rencana ini tentu bisa semakin menekan kebebasan warga sipil Hong Kong.

Undang-undang, yang dibuat untuk membatasi sentimen anti-Cina di mata publik, nantinya hanya menambah kekhawatiran akan hilangnya kebebasan berekspresi di Hong Kong. Dalam beberapa tahun terakhir, Beijing telah membatasi kebebasan sipil di bekas koloni Inggris yang berpenduduk 7,4 juta orang dan diatur berdasarkan kebijakan “satu negara, dua sistem” ini, yang membuat orang Hong Kong jadi lebih bebas — termasuk berekspresi — daripada orang-orang di Cina Daratan.

Iklan

Apabila RUU-nya disahkan, siapa saja yang “menghina” lagu kebangsaan Tiongkok akan dikenakan denda sebesar HK$50.000 (setara Rp90 juta). Selain itu, para pelajar juga akan diajarkan lagu “March of the Volunteers” (Mars Para Sukarelawan) di sekolahnya.

Langkah ini menyusul kemarahan warga Daratan Tiongkok terkait kasus pencemoohan lagu kebangsaan Cina yang dilakukan oleh suporter bola Hong Kong. Mereka telah melakukan ini selama beberapa tahun terakhir sebagai bentuk protes atas meningkatnya perambahan Beijing di negara mereka.

Badan legislatif Cina mengeluarkan undang-undang yang melarang pencemoohan lagu kebangsaan di Daratan Tiongkok pada 2017, dan menambahkannya pada lampiran konstitusi de facto Hong Kong. Itu berarti Dewan Legislatif wajib bertugas sebagai pemerintah untuk memperkenalkan undang-undang yang setara.

Rabu lalu, kelompok pro-Beijing dan pro-demokrasi saling beradu pendapat di luar Dewan Legislatif ketika anggota parlemen membacakan RUU tersebut. Aktivis mahasiswa Joshua Wong, tokoh terkemuka dalam protes pro-demokrasi pada 2014, memimpin flash mob di depan gedung legislatif dan membentangkan spanduk bertuliskan “Beri kami kebebasan untuk tidak menyanyikan lagu kebangsaan.”

Ivan Lam Long-yin, ketua partai Demosisto yang pro-demokrasi, mengatakan bahwa partainya menentang RUU itu karena khawatir dapat “membatasi kebebasan berekspresi dan memaksa warga untuk menunjukkan loyalitas kepada rezim.”

Iklan

Dia meminta pemerintah untuk menarik undang-undangnya dan merilis konsultasi publik.

Fernando Cheung Chiu-hung dari Partai Buruh berpendapat bahwa “rakyat bisa menghormati lagu kebangsaan atas kemauannya sendiri, bukan karena dipaksa oleh undang-undang yang membatasi kebebasan.”

Di dalam badan legislatif itu sendiri, ada anggota yang tidak setuju dengan RUU-nya. Beberapa anggota parlemen tampak mengangkat spanduk bertuliskan: “Tolak undang-undang lagu kebangsaan. Selamatkan kebebasan berekspresi.” Namun, jumlah oposisi yang menentang hanya sedikit sehingga RUU akan tetap disahkan dan rencananya dilakukan pada Juli mendatang.

Sejauh ini, Beijing telah mengusir pembuat hukum yang dipilih secara demokratis dari Dewan Legislatif, melarang orang lain ikut pemilihan, dan menjatuhkan tuntutan berat terhadap aktivis pro-demokrasi. Penyensoran media oleh Beijing juga semakin menumbuhkan kekhawatiran.

Foto: file foto pada pada Selasa, 14 November 2017. Penggemar klub sepakbola Hong Kong mencemooh lagu kebangsaan Tiongkok sebelum dimulainya pertandingan kualifikasi AFC Asian Cup 2019 melawan Lebanon di Hong Kong. (AP Photo/Kin Cheung, File)