Pengemplangan Pajak

Ada Nama Luhut dan Airlangga di Pandora Papers, Pemerintah Diminta Bikin Investigasi

Menurut ekonom, pemerintah perlu bikin satuan khusus menyelidiki potensi penggelapan pajak nama-nama pejabat yang masuk dokumen investigasi global tersebut.
Pandora Papers Seret Luhut Panjaitan dan Airlangga Hartarto dalam dugaan pengemplangan pajak
Poster Pandora Papers terpampang di salah satu situs Prancis, melaporkan nama-nama pejabat yang diduga mengemplang pajak. Foto oleh LOIC VENANCE/AFP

Segala hal tentang Pandora Papers sedang jadi pembicaraan. Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional (ICIJ) bekerja sama dengan 600-an jurnalis dari 150 media di 117 negara, menyelidik temuan 12 juta arsip legal maupun laporan finansial yang mengungkap nama-nama tokoh berpengaruh dunia yang memiliki perusahaan di negara-negara surga pajak.

Dokumen ini memicu dugaan penggelapan pajak nama-nama yang muncul di dalamnya. Perusahaan cangkang lazimnya dipakai orang superkaya untuk kabur dari tanggung jawab pajak di negaranya, biasanya didaftarkan di negara seperti Republik Panama, British Virgin Island, Singapura, Swiss, atau Monako.

Iklan

Masyarakat Indonesia mau tak mau mesti ikut dalam perbincangan ini karena dua pejabat tinggi, yakni Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, disebut dalam Pandora Papers.

Menyikapi kasak-kusuk ini, Luhut Panjaitan lewat juru bicara Menko Marves Jodi Mahardi mengatakan dirinya kini tidak lagi memimpin dan memiliki perusahaan bernama Petrocapital S.A. seperti yang disebutkan Pandora Papers. Petrocapital bergerak di bidang minyak dan gas bumi dan terdaftar di negara “surga pajak” Republik Panama.

“Bapak Luhut Binsar Panjaitan menjadi direktur utama/ketua perusahaan pada Petrocapital S.A. pada tahun 2007 hingga 2010. Perusahaan ini rencananya akan digunakan untuk pengembangan bisnis di luar negeri, terutama di wilayah Amerika Tengah dan Amerika Selatan,” kata Jodi dalam keterangan tertulis. Namun, kendala geografis, budaya, dan kepastian investasi membuat Luhut mengundurkan diri dari perusahaan tersebut, lalu fokus pada bisnis di Indonesia saja.

Bantahan serupa juga dilontarkan Airlangga Hartarto. Tercatat memiliki perusahaan cangkang di British Virgin Islands bernama Buckley Development Corporation dan Smart Property Holdings Limited, Airlangga membantah sangkut pautnya dengan perusahaan tersebut dalam wawancara dengan Tempo.

Iklan

Apa itu Pandora Papers?

Pandora Papers adalah bocoran 8 dokumen yang terdiri dari 11,9 juta arsip dengan total lebih dari 1 miliar halaman, milik 14 agen perusahaan cangkang di berbagai negara. Isinya surat elektronik, memo, rekaman perusahaan, dan sertifikat yang menunjukkan aktivitas keuangan orang-orang terkaya di dunia yang memindahkan kekayaannya ke luar negeri demi berbagai tujuan. Ada yang emang enggak mau pamer harta, menjaga privasi, atau ada juga yang, dan ini yang paling sering, untuk menghindari bayar pajak lebih tinggi di negaranya.

Bagaimana cara mereka melakukan ini? Para orang superkaya memanfaatkan kebijakan dari negara-negara “surga pajak” yang udah disebut di awal. Negara-negara tersebut emang mendambakan pemodal asing sehingga perlakuan mereka kepada investor asing lebih “ramah” secara finansial dibanding warga negaranya sendiri. Misalkan, daripada saya mendaftarkan perusahaan properti di Indonesia dan bayar pajak tinggi, mending saya bikin perusahaan properti di Panama yang pajaknya lebih rendah.

Cara ini sebenarnya tidak melanggar hukum. Namun, aktivitas turunannya kerap jadi jalan mulus penggelapan pajak. 

Mekanisme yang berpotensi terjadi: misalnya Anda orang superkaya (bayangin aja dulu). Anda bisa minta bantuan penyedia jasa pengelola kekayaan untuk membeli sebuah perusahaan di negara “surga pajak”, namun bukan atas nama Anda. Lalu, pada dokumen perusahaan, Anda menunjuk nama-nama direksi palsu tanpa mencantumkan nama sendiri agar semakin sulit dilacak. Maka, karena Anda sudah punya perusahaan, tentu Anda bisa membuka rekening bank di negara tersebut, juga bukan dengan nama Anda.

Iklan

Dari rekening itu, lantas Anda bisa beli barang-barang mewah macam kapal pesiar atau, yang sering terjadi, properti. Voila, meski kapal pesiar itu dibeli atas nama “perusahaan”, Anda tetap bisa membawanya untuk kepentingan pribadi seperti menyeberangi Laut Arafuru, tanpa perlu khawatir bayar pajak barang mewah yang tinggi di Indonesia. Tindakan ini jelas merugikan negara karena menyebabkan hilangnya potensi penerimaan pajak yang besar.

Selain menghindari pajak, alasan umum lain para orang kaya memindahkan kekayaan ke luar negeri adalah untuk mencuci uang. Makanya, tujuan ICIJ mengekspose nama-nama orang berpengaruh ini ya agar segera dilakukan investigasi mendalam: apakah pemindahan kekayaan yang dilakukan mereka melakukan perbuatan kriminal?

Selain Luhut dan Airlangga, nama-nama besar yang termaktub di Pandora Papers adalah Raja Yordania King Abdullah II, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, Presiden Kenya Uhuru Kenyatta, dan Mantan Perdana Menteri Australia Tony Blair.

Pandora Papers yang dibocorkan sumber anonim kepada ICIJ adalah kebocoran data finansial terbesar hingga saat ini. Sebelumnya, pada 2016, pernah dibocorkan 11,5 juta arsip keuangan perusahaan cangkang, juga dirilis ICIJ dengan nama Panama Papers. Kalau kalian kepo tapi males ngulik apa itu Panama Papers, nonton aja film Meryl Streep The Laundromat.

Apa yang harus dilakukan Pemerintah Indonesia dengan informasi ini?

VICE menghubungi Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Menurut Bhima, dampak penggelapan pajak ke negara surga pajak berkontribusi pada rendahnya rasio pajak di Indonesia. Estimasi nilai hilang dari praktik ini mencapai Rp33,6 triliun pada 2018.

Iklan

“Pengusaha, misalnya, mengambil sumber daya alam dari Indonesia, tapi hasilnya justru dibawa lari ke luar negeri. Harusnya wajib pajak badan membayar pajak penghasilan sebesar 25 persen misalnya, tapi di Bahama [jadi] nol persen. Kan artinya negara kehilangan penerimaan yang besar,” kata Bhima saat dihubungi VICE.

Bhima menilai pemerintah harus segera membuat satuan tugas lintas kementerian/lembaga untuk melakukan penyidikan dugaan penggelapan pajak. “Pihak yang namanya tersangkut Pandora Papers bisa dipanggil untuk dimintai keterangan dan melampirkan bukti-bukti. Apabila laporan keuangan seperti LHKPN [Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara] dan SPT [Surat Pemberitahuan Tahunan] ternyata berbeda dengan fakta dan pihak terkait tidak bisa memberikan sanggahan, maka kasusnya bisa naik ke tahap pemeriksaan wajib pajak,” tambah Bhima. 

Masalah yang akan dihadapi, kata Bhima, negara-negara surga pajak seperti British Virgin Island dan Panama biasanya sulit diajak bekerja sama untuk bertukar data dengan pemerintah Indonesia. Ditambah, nama Luhut sebenarnya sudah masuk Panama Papers. Nyatanya, ia masih bebas melakukan aktivitas bisnis dan duduk di pemerintahan tanpa ada konsekuensi apa pun.

“Jika ada pejabat negara yang namanya masuk Pandora Papers tapi tidak mampu menjelaskan asal dana dan memberikan bukti kuat, sebaiknya mundur sebagai tanggung jawab moral. Kasus serupa pernah terjadi saat Perdana Menteri Islandia diberhentikan Mahkamah Agung dan Menteri Perindustrian Spanyol mengundurkan diri saat nama keduanya masuk dalam Panama Papers,” tutup Bhima.

Terus apa respons negara sejauh ini? kepada Tempo, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengatakan masih meneliti dokumen ini.