sekte, india, kejahatan, kebiri paksa, aliran sesat
Hansraj Chauhan yang mengenakan rompi biru gelap (barisan depan, kedua dari kiri) duduk dengan tangan terlipat menghadap guru spiritual. Foto disediakan oleh Hansraj Chauhan.
Sekte

Saya Gabung ke Sekte untuk Berbakti Pada Tuhan, Ujungnya Malah Dikebiri Paksa

“Tanpa saya sadari, para monster itu telah memperbudak saya,” kata Hans, yang menjadi korban kebiri paksa sekte spiritual .
Pallavi Pundir
Jakarta, ID

Hansraj Chauhan baru enam tahun ketika ayah ibunya memperkenalkan dia ke kelompok yang menganut kepercayaan lokal di desa Tohana, negara bagian Haryana di utara India. Selama hampir 50 tahun, kedua orang tua Chauhan berdoa dan melayani pemimpin spiritual bersama suatu dera (kelompok agama).

Dia pertama kali ikut serta dalam kegiatan mereka pada 1985.

“Yang saya lakukan saat itu cuma memanjatkan beberapa patah doa,” lelaki yang kini berusia 42 memberi tahu VICE.

Iklan

Menurut Chauhan, dua anggota dari dera yang berbeda, Dera Sacha Sauda, mulai memperhatikan keberadaannya ketika dia berusia 13. “Bisa dibilang mirip cuci otak,” katanya. “Mereka perlahan-lahan membujuk saya, dimulai dengan menyuruh saya melakukan seva [tugas melayani], seperti bersih-bersih dan menjaga kantin.”

Dia masih sekolah dan menunjukkan ketertarikan terhadap musik. Lama-lama, Chauhan diminta mengatur sound system di setiap acara.

Para anggota Dera Sacha Sauda wajib mematuhi segala pantangan yang ditentukan, seperti tidak boleh minum alkohol, makan daging, berselingkuh dan berbohong. Mereka juga aktif menjadi sukarelawan di bakti sosial dan peduli bencana. Sekilas tak ada yang salah dari organisasi ini.

Tangkapan layar dari video arsip menampilkan Hansraj Chauhan yang masih muda bersama Shah Satnam Singh, guru spiritual Dera Sacha Sauda. Jabatan Satnam diturunkan ke Gurmeet Singh pada 1990.

Tangkapan layar dari video arsip menampilkan Hansraj Chauhan yang masih muda bersama Shah Satnam Singh, guru spiritual Dera Sacha Sauda. Jabatan Satnam diturunkan ke Gurmeet Singh pada 1990.

Tiga tahun kemudian, dua pengikut mengajaknya bertemu lelaki gemuk berjenggot lebat yang merupakan pemimpin dera. “Orang-orang itu memberi tahu guruji (guru) kalau saya memiliki potensi untuk tinggal di kamp dera,” kenang Chauhan.

Guru spiritualnya kala itu dikenal dengan nama Huzoor Maharaj Gurmeet Ram Rahim Singh Insan. Nama aslinya Gurmeet Singh.

“Bisa dibilang mirip cuci otak. Mereka perlahan-lahan membujuk saya, dimulai dengan menyuruh saya melakukan seva [tugas melayani], seperti bersih-bersih dan menjaga kantin.”

“Itulah perkenalan saya dengannya. Saya dilantik menjadi sadhu (petapa) muda,” tuturnya. “Pengabdian saya tumbuh di lingkungan yang memperlakukannya bak Tuhan. Kami dibuat percaya segala hal tentangnya sangat ilahi. Kami bahkan menggunakan bahasa yang memujanya seperti Tuhan.”

Iklan

Setelah terdiam untuk beberapa saat, dia menambahkan: “Saya tak tahu kalau sebenarnya dia monster.”

Pada 1948, Dera Sacha Sauda dibentuk sebagai organisasi nirlaba yang berfokus pada kesejahteraan sosial. Kelompok ini diklaim memiliki lebih dari 60 juta pengikut di seluruh dunia. Mereka bermarkas besar di Sirsa, negara bagian Punjab, India utara — kota praja yang dipadati rumah-rumah para pengikutnya, sekolah, rumah sakit dan bahkan gedung bioskop. Namun, lama-lama mereka mulai menuai kontroversi.

Chauhan yang masih muda bermain gitar (warna merah) dalam acara dera.

Chauhan yang masih muda bermain gitar (warna merah) dalam acara dera.

Sebagai guruji, Singh — dipanggil “bling baba” alias “dewa bling” karena selalu mengenakan perhiasan mewah — menjadi yang paling menonjol di antara mereka semua. Selain mengaku sebagai utusan dewa, dia mengklaim dirinya aktor, musisi, desainer fesyen, penulis naskah dan olahragawan. Entah dia benar-benar bertalenta atau tidak. Perdana Menteri Narendra Modi bahkan pernah memuji keterlibatannya di kegiatan sosial.

Iklan

Pada 2002, dua perempuan mengirim surat tanpa nama kepada perdana menteri India Atal Bihari Vajpayee. Surat itu menjelaskan secara detail tentang pemerkosaan yang dilakukan sang guru. Dalam serangkaian penyelidikan, pemberitaan media melaporkan Singh memiliki harem, yang para perempuannya dinikahkan dengan pengikut laki-laki setelah disetubuhi olehnya. Singh menyebut tindakan ini “maafi” atau pengampunan. Tuduhan demi tuduhan mulai berdatangan menerpanya sejak itu.

“Pengabdian saya tumbuh di lingkungan yang memperlakukannya bak Tuhan. Kami dibuat percaya segala hal tentangnya sangat ilahi. Kami bahkan menggunakan bahasa yang memujanya seperti Tuhan.”

Singh baru dinyatakan bersalah 15 tahun kemudian, dengan hukuman 20 tahun penjara. Penangkapannya pada 2017 memicu gelombang kerusuhan di Haryana utara, menewaskan sedikitnya 30 jiwa dan melukai lebih dari 200 orang. Di tahun yang sama, tim penyelidik menemukan “gua seks” — diduga tempat terjadinya kekerasan seksual di kediaman pribadi Singh — dan kuburan massal di markas besar.

Iklan

Pada 2019, dia dan tiga pengikutnya tersandung kasus pembunuhan jurnalis yang terjadi pada 2002. Pemimpin sekte itu sekarang mendekam seumur hidup di penjara karenanya.

Singh lagi-lagi dijatuhi hukuman penjara seumur hidup setelah menghabisi seorang karyawan. Dia juga diperintahkan mengganti rugi sebesar 3,1 juta Rupee (setara Rp590 juta) kepada keluarga korban.

Chauhan buka-bukaan tentang pengalaman buruknya selama di dera pada 2014. Tak ada yang meminta persetujuannya terlebih dulu, tak ada pula yang menjelaskan prosedurnya. Proses pengadilannya masih terus berlanjut. 

Tiga laki-laki duduk bersebelahan.

Dia masih ingat saat pertama kali mendengar tentang “operasi” pada 1999.

Kelayakan operasinya diuji coba pada kuda. Hewan itu mati tiga bulan setelah dikebiri — jangka waktu yang menurut mereka aman untuk dilakukan pada manusia.

“Saya dan petapa lain sering mendengar tentang operasi dari pihak manajemen senior lainnya di dera. Para laki-laki ini mengklaim akan melakukan operasi, dan setelah mereka keluar, guruji memeluk mereka. Akan ada keriuhan, dan dia menghadiahkan barang milik pribadinya seolah-olah itu istimewa.”

Iklan

Untuk waktu yang lama, Chauhan tak tahu-menahu kalau operasi yang dimaksud adalah pengebirian. “Saya hanya dikasih tahu akan lebih dekat dengan Tuhan setelah melakukannya, hati saya sepenuhnya setia kepadanya, dan ini hanya operasi kecil,” ujarnya. “Banyak yang dirahasiakan, tapi kami tak pernah mempertanyakan ini karena telah dibutakan kesetiaan.”

Dalam ingatannya, ada sekitar 400-500 laki-laki yang menjalani operasi pada 1999. “Kami mengetahui di kemudian hari beberapa anggota manajemen tingkat atas diperintahkan melebih-lebihkan manfaat prosedurnya, seperti dapat mendekatkan mereka kepada Tuhan dan menjernihkan pandangan tentang dunia setelah dioperasi. Mereka tidak menyinggung sisi medisnya sama sekali.”

Ketika Chauhan ikut dalam perjalanan Singh, sang guru menyuruhnya bertemu dengan dokter dari dera dan memberi tahu mereka kalau Singh telah mengatakan, “Tum par rehmat ho gayi hai (Kamu telah diberkati).” Chauhan baru 17 tahun kala itu.

“Banyak yang dirahasiakan, tapi kami tak pernah mempertanyakan ini karena telah dibutakan kesetiaan.”

Setibanya di rumah sakit, dia melihat 20 laki-laki — beberapa masih di bawah umur — sedang menunggu giliran dioperasi. Chauhan ingat diberi sebotol Pepsi yang telah dicampur obat bius. “Saya masih menyadari apa yang terjadi padaku,” tuturnya. “Mereka lalu menyuntik alat kelaminku, tapi saya tidak bisa melawan karena setengah sadar.” Dia hanya bisa muntah, lalu pingsan ketika operasi dimulai.

Iklan

Saat siuman keesokan paginya, dia merasakan sakit yang teramat sangat di genitalnya. “Seperti ada yang merobek isi perutku,” ungkapnya. Dia sadar ada yang salah dengan tubuhnya. Tiga hari kemudian, dia mengintip ke bagian bawah ketika asisten dokter melepas perban. “Saya tidak punya testis. Sudah hilang.”

“Pada saat itulah cintaku pada guruji mati. Saya harus pergi. Mereka telah berbuat jahat kepada saya.” 

Gurmeet Singh bersama para pengikutnya, termasuk Chauhan yang berdiri paling kanan (mengenakan serban merah muda).

Gurmeet Singh bersama para pengikutnya, termasuk Chauhan yang berdiri paling kanan (mengenakan serban merah muda).

Sayangnya, Chauhan tidak bisa langsung meninggalkan dera. Proses pemulihannya memakan waktu. Selama berada di sana, dia mendengar desas-desus beberapa anggota dera dibunuh karena menolak dikebiri. Dalam wawancara bersama The Quint, Chauhan menuduh mantan gurunya sengaja memerintahkan pengebirian massal supaya anggota dera tidak bisa menikah atau berhubungan seks. Padahal, kehidupan Singh sendiri sangat liar.

Penyelidikan Biro Investigasi Pusat (CBI) menemukan tindakan ini dilakukan untuk membungkam kemarahan yang muncul di antara pengikutnya akibat kekayaan dan popularitas Singh yang kian meningkat. Pada saat itu, dia diduga bungalo besar untuk keluarga dan orang terdekatnya. 

Lelaki berkemeja biru berdiri di tembok penuh piala dan penghargaan

Chauhan hanyalah segelintir orang yang berani membongkar kebusukan mantan guruji.

Pada 2012, tiga tahun setelah angkat kaki dari dera, Chauhan mengumpulkan keberanian untuk menuntut Singh dan 166 orang lain yang terlibat di dalamnya. Hasil pemeriksaan medis yang diperintahkan pengadilan membuktikan skrotum Chauhan “kosong, tidak ada testis”, dan menemukan “bekas luka linier horizontal yang berukuran sekitar satu inci di kedua sisi skrotum.”

Iklan

Dalam putusannya pada 2014, Pengadilan Tinggi Punjab dan Haryana menegaskan “pemotongan buah zakar [dilakukan] sebagai praktik penipuan dan janji… bahwa tindakan semacam itu membuka jalan menuju Tuhan.”

Tujuh orang pengikut bersaksi mereka juga dikebiri, sedangkan beberapa lainnya mengatakan bersedia dikebiri pada 2015.

Singh dan para dokternya diadukan diadukan ke polisi. Pada 2019, Singh menanggapi tuduhan tersebut dengan enteng. Menurutnya, dia siap dipenggal jika tuduhannya terbukti benar. Navkiran Singh selaku pengacara Chauhan mengungkapkan kepada media lokal, kasus ini berjalan lambat.

Chauhan mulai merasakan efek samping, seperti perubahan hormonal parah yang mengakibatkan hilangnya facial hair dan ginekomastia (pembengkakan jaringan dada laki-laki). Dia juga tak mampu memiliki kehidupan seks yang memuaskan, serta kesulitan mendapat pekerjaan beberapa tahun pertama sejak hengkang dari dera.

Iklan

“Saya merasa masa muda saya telah dirampas, dan semangatku untuk melakukan banyak hal dalam hidup,” terangnya. “Tanpa saya sadari, monster itu telah memperbudak saya.” 

Lelaki memainkan alat musik.

Chauhan sekarang berprofesi sebagai musisi dan guru musik di sekolah swasta.

Saat dia pertama kali mengungkapkan kebenarannya, Chauhan mengatakan rumahnya didatangi “anggota geng” yang hendak menculiknya. Kepolisian setempat sampai mengerahkan pengawal untuk melindunginya, mengingat betapa kerasnya reputasi sekte Singh kala itu.

“Mereka takkan membunuh saya secara langsung,” katanya. “Mereka akan membuatnya seperti kecelakaan.”

Keluarga Chauhan awalnya meminta setiap penduduk desa Tohana untuk mengucilkan mereka demi keselamatan semua orang. Namun, ancamannya lama-lama berkurang seiring dengan hancurnya reputasi Singh.

Meskipun tampaknya Singh akan mendekam di penjara seumur hidupnya, Chauhan menganggap hukuman itu tak sebanding dengan perbuatannya selama ini.

“Dia monster, teroris internasional,” tandas Chauhan. “Dia telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan. Kalau membicarakan hukuman, hukuman gantung saja belum cukup. Dia harus dijadikan contoh supaya mereka-mereka yang memproklamirkan diri sebagai Tuhan akan berpikir seribu kali sebelum melakukan kejahatan seperti itu.”

Follow Pallavi Pundir di Twitter.