Legalisasi Ganja

Ide Ekspor Ganja Medis Usulan Anggota DPR Asal Aceh Ditentang Wapres Ma'ruf Amin

Padahal kajian legalisasi serupa bakal dilakukan negara ASEAN lain, termasuk Malaysia, menyusul kesuksesan Thailand. Meski pemerintah masih anti, minimal kini suara progresif mulai terdengar.
Ide Ekspor Ganja Medis Usulan Anggota DPR Asal Aceh Ditentang Wapres Ma'ruf Amin
Kolase oleh VICE. Foto Ma'ruf Amin [kiri] oleh Goh Chai Hin/AFP; Foto ilustrasi apotek melayani penjualan ganja medis via Wikimedia Commons/lisensi CC 4.0

Ide anggota DPR Rafli dari Fraksi PKS yang mengejutkan, teman satu komisi Andre Rosiade di DPR RI, direspons bermacam-macam sama masyarakat. Tapi sejauh ini pemerintah sih satu suara: menolak. Kayak sikap terkini yang ditunjukkan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.

"Ya, pertama saya kira itu ada larangan ya [untuk dilegalkan dan diekspor]. Enggak mungkinlah pemerintah melakukan itu," kata Ma'ruf di Jakarta, Rabu (5/2), dikutip CNN Indonesia. Kata Kiai Ma’ruf, Rafli juga udah ditegur partainya sendiri dan disuruh menarik pernyataan soal ide legalisasi ganja medis.

Iklan

Tampaknya sejauh ini Rafli yang maju ke Senayan dari Dapil Aceh 1 adalah satu-satunya anggota DPR yang pernah usul melegalisasi ganja. Dalam rapat kerja Komisi VI DPR RI bareng Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, Kamis minggu lalu (30/1), ia mengatakan begini:

"Ganja entah itu untuk kebutuhan farmasi, untuk apa saja, jangan kaku kita, harus dinamis berpikirnya. Jadi, ganja ini di Aceh tumbuhnya itu mudah. [Selama ini] ganja ini adalah konspirasi global, dibuat ganja nomor satu bahayanya. Narkotika yang lain dibuat nomor sekian. Padahal, yang paling sewot dan gila sekarang masuk penjara itu bukan orang ganja."

Usulan Rafli lumayan terlalu berani. Karena jangankan mengekspor, saat ini UU 35/2009 tentang Narkotika masih memberi hukuman berat untuk pemilik narkotika golongan I ini: penjara 4-12 tahun kalau punya ganja di bawah lima gram, dan rentang lima hingga 20 tahun penjara untuk ganja di atas lima gram. Ancamannya udah seberat hukuman koruptor.

Entah mencoba diplomatis atau emang masih ngasih peluang buat ganja, Ma’ruf mengatakan harus ada kajian dari Kementerian Kesehatan dulu sebelum ide jualan ganja ke luar negeri diutak-atik lagi. "Itu harus dilakukan kajian dulu. Namanya bukan mengekspor ganja itu. Sudah berubah namanya itu ya. Saya kira harus dikaji oleh Kementerian Kesehatan," ujarnya.

Di utara Aceh, pada 2018 Thailand menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang melegalkan ganja medis dan kratom medis. Otoritas kesehatan setempat bahkan membagikan cuma-cuma minyak ganja dalam kemasan botol 5 ml kepada pemegang BPJS Thailand. Legalisasi ganja medis dinilai menguntungkan sektor pertanian Thailand, dengan estimasi nilai pasar sebesar 661 juta dolar per tahun (setara Rp9 triliun).

Sementara tetangga Asia Tenggara lain seperti Laos, Malaysia, dan Filipina tengah mempelajari kemungkinan melegalisasi ganja, di Aceh pada 1970-an ganja umum jadi tanaman hias, bumbu masakan, bahan pengawet, serta obat—yang semua berakhir ketika Badan Narkotika Nasional turun ke jalan.

Di tingkatan global, PBB masih belum mencabut Konvensi Tunggal Narkotika 1961 dan Konvensi Psikotropika 1971 walau sejak António Manuel de Oliveira Guterres menjabat sebagai sekjen sejak 2017, obrolan soal legalisasi ganja jadi lebih terbuka. Mungkin nanti kalau negara tetangga mendadak kaya gara jualan ganja, Indonesia baru kepikiran untuk lebih open mind.