Kiri: Foto Alfia Distefano saat masih muda. Kanan: Foto nenek Alfia saat berulang tahun ke-100
Semua foto oleh Alfia Distefano
10 Pertanyaan Penting

10 Pertanyaan Buat Manusia yang Telah Berusia 100 Tahun

Seperti apa rasanya hidup hingga seabad? Nenek Alfia menjalani hidup dengan penuh kebahagiaan, terlepas dari peperangan dan segala kehilangan yang telah dialaminya.
Claudia Floresta
Catania, IT

Italia memiliki jumlah centenarian (seseorang yang telah berusia 100 tahun) tertinggi di dunia setelah Jepang, Uruguay, Hong Kong dan Puerto Rico.

Pola hidup sehat, serta ikatan sosial dan basis spiritualitas yang kuat diyakini menjadi alasan seseorang dapat berumur panjang. Institut Statistik Nasional Italia lebih lanjut menunjukkan, perempuan cenderung hidup lebih dari 100 tahun dibanding lawan jenis. Di Italia sendiri, 84 persen centenarian merupakan perempuan.

Iklan

Nenekku, Alfia Distefano, berulang tahun ke-100 pada Januari lalu. Lahir di Sicilia pada 1921, nenek menceritakan semua hal yang telah dilalui semasa hidupnya.

VICE: Pernah terbayang oleh nenek bisa hidup selama ini?

Alfia: Ya, enggak pernah lah. Saya memang selalu makan makanan sehat dan berolahraga, tapi baru sadar sudah lama sekali hidup setiap meniup lilin ulang tahun.

Kapan tahun terbaik dan terburuk dalam 100 tahun terakhir?

Yang terburuk jelas saat Perang Dunia II. Saudara laki-lakiku harus ikut berperang, meninggalkan saya dengan ayah ibu. Ayah kami buta, jadi enggak bisa dikirim ke medan perang. Kami pindah ke desa yang kecil kemungkinannya untuk dibom, tapi tetap saja terjadi kadang-kadang. Serangan udara pernah terjadi di daerah kami suatu hari. Kami melarikan diri dan bersembunyi di gua bersama orang lain. Situasinya mengerikan. Banyak yang tewas ketika mencari perlindungan. Saya masih ingat betapa bahagianya ketika Amerika membebaskan kami, tapi juga khawatir dengan saudaraku yang belum pulang. [Kabar baiknya, kedua saudara nenek pulang dengan selamat.]

Saya juga melewati banyak tahun-tahun menyenangkan. Saya menjalani hidup dengan baik dan sepenuh hati. Masih ada momen indah bahkan selama masa-masa sulit.

Foto hitam putih keluarga Alfia Distefano.

Alfia (tengah) foto bersama keluarganya.

Berapa banyak orang terdekat nenek yang sudah meninggal?

Iklan

Setiap kehilangan itu berbeda-beda. Kematian putra pertamaku merupakan yang tersulit. Dia meninggal saat usianya baru lima tahun. Hati nenek hancur saat itu. Saya berpikir hidup telah berakhir sampai akhirnya punya anak lagi. Ada kehidupan baru di depanku, dan dia pantas mendapatkan seluruh kasih sayang yang bisa saya berikan.

Saya selalu beruntung dalam hal ini. Setiap kali kehilangan seseorang, pasti ada kehidupan baru yang mengingatkanku untuk tetap tegar. Contohnya ketika suami meninggal pada 1992. Cucu pertamaku berulang tahun pada saat yang sama.

Apakah nenek masih takut mati?

Dulu iya. Sekarang pun masih, tapi untuk orang-orang yang saya cintai. Ketika kamu setua ini, kamu akan menyadari kematian adalah sesuatu yang adil dan tak terelakkan. Kematian hanya menakutkan ketika terjadi terlalu dini.

Berapa besar perubahan yang terjadi selama 100 tahun terakhir?

Banyak sekali perubahannya sampai-sampai saya enggak bisa menjelaskannya. Saya rasa saya lebih menghargai perubahan ini karena tahu seperti apa hidupku sebelumnya. Ketika masih muda, kami enggak memiliki apa yang kami miliki sekarang. Bukan hanya komputer atau ponsel saja, kami juga enggak punya kulkas. Makanan disimpan dalam sumur dan gudang bawah tanah. Air ledeng pun belum ada.

Iklan

Teknologi saat ini sangat canggih, saya enggak memahaminya. Saya gembira sekali bisa melihat keponakan meski dia jauh dariku.

Bagaimana dengan kehidupan perempuan?

Sewaktu kecil dulu, ayah bilang saya seharusnya jadi laki-laki saja. Kecerdasanku “sia-sia” karena tugas perempuan cuma mengurus rumah dan anak. Mustahil bagi perempuan untuk menginginkan sesuatu yang berbeda.

Tapi sekarang, keponakan saya bebas melakukan dan menjadi apa saja. Itu sangat bagus, walau saya harus mengakui agak menakutkan juga.

Banyak orang zaman sekarang yang berkenalan lewat aplikasi kencan. Kalau dulu kayak gimana?

Dulu beda banget. Kami di rumah saja. Hanya keluar untuk misa Minggu, pergi ke pekan raya atau nonton teater. Kami tak pernah terpisah dari anggota keluarga.

Saat lelaki naksir denganmu, mereka akan tanya-tanya tentangmu dan mengirim kerabatnya ke rumah kamu atau minta dijodohkan oleh perantara seperti mak comblang. Jika keluarganya merestui, merek akan menanyakan kesediaan perempuan. Lelaki itu baru bisa bertemu dengan orang yang mereka sukai setelah bertunangan. Mereka main ke rumah dan berhadapan dengan seluruh anggota keluarga. Mereka enggak boleh duduk dekat tunangan. Intinya kamu baru bisa mengenal mereka setelah menikah.

Foto pernikahan Alfia

Foto pernikahan Alfia

Satu-satunya yang saya tahu tentang suami sebelum menikah adalah dia tampan, pekerja keras, dan datang dari keluarga baik-baik. Kami enggak paham seks. Lelaki memang diajarkan tentang seks, tapi kami para perempuan menikah tanpa ada gambaran apa yang akan terjadi.

Iklan

Bagaimana nenek menghabiskan hari-hari sekarang ini?

Saya sudah enggak bisa melakukan banyak hal beberapa tahun belakangan. Saya mudah lelah dan bisa jatuh kapan saja. Saya kadang terjatuh, tapi saya merasa seperti sudah mati jika enggak melakukan apa-apa. Contohnya, saya suka berkebun, tapi kerabatku menganggap itu terlalu berbahaya. Saya merawat bunga, berjemur dan ngobrol dengan tetangga.

Tetangga menyukaiku. Saya sedih enggak bisa ngobrol dengan benar sekarang karena pandemi. Jaga jarak menyusahkan saya yang sulit mendengar.

Percayakah nenek dengan kehidupan setelah mati?

Saya percaya ada kehidupan setelah mati. Saya yakin bisa bertemu lagi dengan orang-orang yang sudah meninggal, dan bersukacita atas pencapaian mereka yang masih hidup.

Menurut nenek, “kehidupan yang baik” itu idealnya berapa lama?

Yang pasti enggak sepanjang umurku. Nenek belum pikun walau sudah tua, tapi tak semua orang bisa seberuntung ini. Banyak sekali yang ingin saya lakukan, tapi kondisi tubuh tak lagi mendukung. Saya baru sadar telah memaksakan diri setelah badanku sakit-sakit. Saya sangat bergantung pada orang lain. Saya mungkin sudah lama meninggal tanpa bantuan putra dan menantu. Bagiku, usia 95 tahun juga sudah cukup. Namun, setiap orang pasti punya pemikiran berbeda.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE Italy.