Ngapain Sih Kalian Masih Mau Beli Jersey Baru Tim Sepakbola Kesayangan?
La camiseta de tu equipo poco habrá cambiado en las últimas temporadas

FYI.

This story is over 5 years old.

Sepakbola

Ngapain Sih Kalian Masih Mau Beli Jersey Baru Tim Sepakbola Kesayangan?

Padahal harga jersey second cenderung turun jauh banget dan model seragam sepakbola makin jelek, mustahil desainnya awet sampai 20 tahun ke depan.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE Sports.

Kita harus mengakui—meski pedih—bahwa puncak eksperimentasi desain seragam sepakbola (jersey) sudah kita lalui pada dekade 90-an lalu. Selama dua dasawarsa, lapangan sepakbola pernah dipenuhi pemain berjersey dengan motif kurang umum alias ekperimental. Arsenal, misalnya, pada musim kompetisi 1991 sampai 1993 pernah memiliki kit kedua dengan pola chevron yang nyeleneh. Di masa yang hampir bersamaan, bahkan klub yang lekat dengan warna merah seperti Manchester United pernah berseragam away dengan motif daun mapple berwarna biru. David Seaman kiper utama timnas Inggris masa itu pernah mengenakan seragam berhias motif kotak-kotak warna-warni yang saling potong dengan aneh.

Iklan

Sepintas seragam ini mirip opening acara berita di TV yang ditonton sambil teler dan menempel sekenanya di badan David Seaman. Hari-hari ini, seragam sepakbola hanya menyisakan sedikit ruang untuk eksperimentasi. Penyebabnya jelas sekali: perusahaan pembuat seragam sepakbola tak mau mengobok-obok pasar global besar yang mereka kuasai. Desain-desain eksperimental ditinggalkan demi memastikan angka penjualan tetap tinggi. Produsen jersey dengan emoh menyulut kontroversi dan memancing kemarahan konsumen. Inilah yang menyebabkan jersey sepakbola belakangan ini makin seragam.

Tindakan main aman yang diambil oleh produsen bisa jadi dipengaruhi oleh media sosial. Desain jersey baru yang bocor ke media sosial biasanya langsung memanen kutukan atau pujian. Dari sinilah, produsen biasanya memutuskan untuk memproduksi sebuah desain—atau malah sebaliknya. Twitter dan Facebook di satu sisi menyediakan lahan riset lapangan gratis. Di sisi lain, kedua raksasa media sosial ini juga menyuburkan kultur yang mengagungkan kesegeraan. Di era media sosial ini, rasanya susah membayangkan sebuah jersey dengan pola chevron berwarana kuning dan biru dipakai oleh pesepakbola top dunia tanpa terlebih dahulu dirisak di media sosial. Sampai saat ini, kit Arsenal nyeleneh yang dianggap sebagai salah satu seragam Arsenal yang paling ikonik ini memang masih tetap populer.

Coba bayangkan Arsenal punya akun Twitter di tahun 1990an dan desain seeksperimental bocor ke media sosial. Barangkali ini yang akan terjadi: 1) twitter Arsenal akan kena risak pendukungnya 2) jersey nyeleneh ini mungkin cuma dipakai dalam satu pertandingan setelah itu disimpan selama-lamanya. Imbasnya, dunia bakal kehilangan desain jersey jempolan yang pengaruhnya melampui kancah sepakbola dan melahirkan tribute di kalangan fesyen. Pun, Jika media sosial ada barang dua dekade lalu, ada kemungkinan besar jersey tak akan bisa nongol di luar lapangan sepakbola seperti di pesta-pesta rave, klab malam dan festival musik.

Iklan

Menilik besarnya peredaran uang dalam bisnis jersey sepakbola, kita bisa memahami alasan kenapa para produsen tak berjudi dengan desain yang bakal melegenda dalam jangka panjang tapi dirisak habis-habisan saat pertama kali diluncurkan. Menyitir laporan yang diturunkan oleh Manchester Evening News, Manchester United memuncaki angka penjualan t-shirt sepakbola pada tahun 2016. Setan merah berhasil menjual 2.850.000 unit jersey, kebanyakan bernama belakang Paul Poga dan Zlatan Ibrahimovic. Dengan harga jersey kandang termurah tahun lalu sebesar £60, dana yang masuk ke kas Manchester United tahun lalu dari penjualan jersey saja sudah mencapai puluhan juta Poundsterling.

Mengingat kondisi seperti ini, baik Setan Merah atau Adidas tak akan sudi mendapati pendapatan mereka turun lantaran mencoba desain jersey yang avantgarde. Di saat yang sama, ada banyak jenis jersey yang harus dipikirkan. Parahnya lagi, mayoritas klub Premier League mengacuhkan saja aturan tentang pembatasan jumlah t-shirt yang mereka lepas tiap tahunnya. Lalu, ada banyak desain tradisional yang bisa dipilih oleh produsen jersey. Alhasil, pembuat jersey makin tergantung pada template saat mendesain jersey home, away dan kit ketiga sebuah klab.

Imbasnya, seragam sepakbola yang ada di pasaran hari ini kian hari kian seragam saja. Produsen hanya menambakan detil kecil pada desain baru tiap tahunnya. Nike misalnya akhir-akhir ini kerap dihujani kritik lantaran desain jersey mereka yang sangat tidak imajinatif. Saking "kurang kreatifnya", jersey-jersey buatan Nike baru bisa kita bedakankalau kita memperhatikan bagde di tiap jersey. Ketergantungan akan template desain tertentu dan sudah lama dirasakan. Kini peluncuran seragam sepakbola baru dicemari oleh sebuah penyakit: keseragaman desain. Bahkan, peluncuran jersey kadnag tak lebih dari sekadar kegiatan humas sebuah klub yang dilakukan secara blak-blakan.

Iklan

Lantas, muncul sebuah pertanyaan: kalau memang kualitas jersey sudah seterpuruk ini, terus kenapa masih banyak fan sepakbola yang begitu terobsesi pada seragam sepakbola tim tertentu?

Kendati protes tentang desain yang generik dan harga yang tak manusiawi makin sering kita dengar, keriuhan menyambut peluncuran seragam sepakbola baru masih seramai dulu. Mayoritas media besar mengelola live blog berisi informasi tentang "kit resmi baru. Di sisi lain, bocornya desain seragam baru—entah itu benar atau sekadar hoax—makin ramai sejak jendela transfer musim panas dibuka. Jersey baru biasanya erat kaitannya dengan berita transfer terkini. Barangkali ini alasannya kenapa hype tentang bocoran desain baru dan momen peluncuran resmi tetap tinggi. Beberapa fan sepakbola berusaha mengorek informasi tentang transfer antar klub yang tersembunyi dalam sesi foto. Ada anggapan yang mengatakan bahwa seorang pemain tak akan dijual atau pindah klub jika masuk dalam promosi seragam sepakbola baru. Anggapan ini tak sepenhnya benar. Promosi jersey baru biasanya dilakukan jauh sebelum sebagian besar kesepakatan transfer musim panas diteken. Jadi, ganjil rasanya kalau sebuah klub rela menolak transfer bernilai jutaan poundsterling cuma gara-gara pemainnya terlanjur nongol di beberapa materi promosi.

Layaknya desas-desus tentang transfer, berita tentang jersey baru juga ramai lantaran biasanya terjadi saat kompetisi sedang libur musim panas. Pada saat itu, fan sepakbola sedang kemaruk-kemaruknya melahap berita apapun tentang sepakbola, terutama yang menyangkut klub kesayangannya. Salah satu alasan yang membuat jendela transfer musim panas lebih "bunyi" daripada sesi transfer bulan Januari adalah karena cenderung tak ada ganggan yang berarti. Alhasil, setiap berita tentang transfer jadi semacam pengganti tontonan pertandingan sepakbla dan komentar-komentar seru—dan kadang goblok juga—setelahnya. Sementara minggu-minggu awal musim panas jadi ajang rehat sebentar setelah kompetisi berakhir, para pemadat sepakbola bakal segera menderita "sakau" beberapa hari kemudian. Mereka seperti gatal ingin menonton pertandingan sepakbola meski di saat yang sama beberapa gelaran internasional biasanya sedang berjalan. Sebagai obat sakau, fan berat sepakbola ini mengawasi akun Twitter ITK dan mengumpulkan sembarang gosip tentang bola. Berita tentang peluncuran jersey baru punya fungsi serupa: penawar sementara kerinduan para maniak akan pertandingan sepakbola.

Ada semacam guilty pleasure dan semacam candu jika kita bicara tentang jersey sepakbola. Tak ayal, jersey sepakbola meski kualitasnya makin butut tetap menjadi bentuk eskapisme yang menarik. Kita mungkin dibikin keki oleh desain jersey-jersey baru yang makin gurem tapi setidaknya kita bisa sedikit bersenang-senang dengannya. Misalnya, kita bisa menghabiskan waktu mengamati desain jersey baru sebuah klub dan mencoba mencari perubahan dari desainnya—meski cuma secuil saja. Masa emas jersey sepakbola memang sudah jauh lewat. Namun, selalu menyenangkan menebak-nebak template desain mana yang bakal dipakai tim kesayangan kita tahun ini.

Tragisnya, kegiatan produsen menerka-nerka respons pasar menunjukkan bahwa betapa pasrahnya kita sebagai penggemar sepakbola; serta membuktikan betapa gampangnya pemodal mengeksploitasi loyalitas suporter. Yang membedakannya sekarang, tak seperti jersey inventif dan nyeleneh dari tahun 90-an, produsen apparel olahraga mulai ngaco dan sesukanya sendiri merancang seragam klub. Saya sih menduga tak akan ada banyak orang bersedia memburu jersey musim kompetisi 2017-18 dari klub manapun dua dekade mendatang.

Follow penulis artikel ini di akun @W_F_Magee