FYI.

This story is over 5 years old.

keberadaan alien

Studi Terbaru Menunjukkan Ada Kehidupan Alien Sebelum Manusia Menguasai Bumi

Melacak kehidupan alien di luar angkasa memang bagus, tapi bagaimana kalau mereka juga ada di bumi?
interpretasi artis Surian Soosay tentang 'the Silurian Hypothesis'

Seorang penulis penelitian terbaru, ahli iklim terkemuka Gavin Schmidt, menulis cerita fiksi untuk mengeksplorasi temuannya. Sila baca ‘Under the Sun’ , yang kami terbitkan di Terraform bersamaan dengan artikel berikut ini.


Selama ini, manusia memiliki ketertarikan yang kuat untuk terhubung dengan makhluk luar angkasa. Mereka melakukan berbagai upaya ilmiah agar bisa bertemu dengan makhluk tersebut. Mulai dari radio SETI Institute yang mendeteksi kehidupan di angkasa, penemuan air di planet lain, hingga ribuan exoplanet yang terdeteksi selama dua dekade terakhir. Ini menunjukkan semakin banyak kemajuan yang mereka lakukan dalam memecahkan misteri luar angkasa untuk mengetahui apakah kita satu-satunya makhluk hidup di tata surya.

Iklan

Sayangnya kita terlalu terobsesi dengan luar angkasa sampai-sampai tidak menyadari kemungkinan adanya kehidupan sebelum manusia. Bumi adalah satu-satunya planet yang memiliki makhluk hidup yang mampu menggunakan teknologi canggih, tetapi tidak banyak yang tergerak untuk mencari kehidupan sebelum manusia di bumi. Siapa tahu 4,5 miliar tahun lalu, dunia kita memiliki peradaban industri.

Selain cerita sci-fi dan makalah spekulatif yang ditulis oleh astronom Penn State, Jason Wright, hanya sedikit yang mencari tahu apakah ada spesies lain sebelum manusia yang membangun peradaban maju dalam sejarah.

“Belum banyak yang mengeksplornya. Ini tidak pernah dijadikan bahan penelitian,” ahli iklim Gavin Schmidt, direktur NASA Goddard Institute for Space Studies di New York, memberi tahu saya lewat telepon.

Karenanya, Schmidt bekerja sama dengan Adam Frank, ahli fisika dari University of Rochester, untuk menulis karya ilmiah yang berjudul “The Silurian Hypothesis: Would it be possible to detect an industrial civilization in the geological record?” Hipotesisnya meminjam judul “Silurian” dari spesies reptil fiktif yang digambarkan dalam serial TV sci-fi Doctor Who. Siluria bersisik ini sudah hidup di bumi jutaan tahun sebelum manusia.

Diterbitkan bulan ini dalam International Journal of Astrobiology, karya ilmiah tersebut menguraikan tanda apa yang mungkin diwariskan oleh spesies yang mahir teknologi. Schmidt dan Frank menggunakan jejak kaki proyeksi Anthropocene, era saat ini yang menunjukkan pengaruh aktivitas manusia terhadap iklim dan keanekaragaman hayati, sebagai panduan dalam menemukan peradaban yang lain.

Iklan

“Banyak kemajuan yang diciptakan peradaban manusia, tetapi banyak juga konsekuensinya terhadap ekologi dan biologi,” kata Schmidt. Dia menekankan bahwa banyak konsekuensi ini yang bisa saja “tak terlihat dan terpikirkan” karena alat serba ada seperti infrastruktur pembuangan limbah dan relokasi sampah. Tapi kalau kita pikir-pikir lagi, aktivitas antropogenik benar-benar berdampak pada catatan geologis. “Semua limbah dan tapak disembunyikan dari manusia, tapi tidak mungkin disembunyikan dari planet,” katanya.

Struktur besar apa pun tidak mungkin bertahan melalui aktivitas geologi selama puluhan juta tahun—yang berlaku untuk peradaban manusia dan “Silurian” potensial di bumi.

Sebaliknya, Schmidt dan Frank mengusulkan mencari tanda-tanda, seperti produk sampingan dari konsumsi bahan bakar fosil, peristiwa kepunahan massal, polusi plastik, bahan sintetis, sedimentasi yang rusak akibat pengembangan pertanian atau penggundulan hutan, dan isotop radioaktif yang berpotensi disebabkan oleh ledakan nuklir.

“Kamu harus mencarinya dari berbagai bidang dan menyatukan apa yang mungkin kamu temukan,” ujar Schmidt. “Bisa dari bidang kimia, sedimentologi, geologi, dan lainnya. Ini sangat menarik.”

Dalam waktu senggangnya, Schmidt juga menulis cerita pendek berjudul “Under the Sun,” yang diterbitkan staf Motherboard di Terraform bersamaan dengan artikel ini. Tujuannya untuk mendramatisasi gagasannya. Cerita ini mengisahkan kehidupan Stella, seorang ilmuwan di bidang lingkungan yang menemukan bukti kehidupan lain di masa lalu dalam sedimen yang merupakan peninggalan dari Paleocene–Eocene Thermal Maximum (PETM). Periode pemanasan ini terjadi sekitar 55 juta tahun lalu, ketika “ada hal yang memicu perubahan besar dalam siklus karbon global” dan “semua indikator lingkungan menjadi rusak.”

Iklan

Ketertarikan Stella terhadap PETM mencerminkan pemikiran Schmidt tentang periode perubahan iklim yang misterius ini, ketika suhu global rata-rata sekitar 8°C lebih tinggi daripada saat ini. Sekitar 15 tahun lalu, dia pernah membahas dampak geologis PETM dengan rekan-rekannya, ketika dia menyadari ada kemiripan dengan masa setelahnya, Anthropocene.

Dalam cerita “Under the Sun,” hubungan antara PETM dan Anthropocene digambarkan secara nyata—yaitu jejak nuklir yang menjadi momen Eureka bagi Stella dan rekannya. Terlepas dari sensasi yang tercipta dari penemuan ini, cerpennya menyiratkan konsekuensi buruk mendeteksi dampak radioaktif dari peradaban manusia di masa lalu.

Karya ilmiah dan cerpen Schmidt menghubungkan hipotesis Silurian dengan persamaan Drake, yang merupakan pendekatan probabilistic untuk memperkirakan jumlah makhluk lain di galaksi, yang dikembangkan oleh astronom Frank Drake.

Salah satu variabel persamaan adalah lamanya waktu peradaban mampu mentransmisikan sinyal yang dapat dideteksi. Alasan mengapa kita belum bisa mendapatkan kontak langsung dengan spesies luar angkasa yaitu karena variabel “lama waktu” yang sangat pendek — baik karena peradaban yang berteknologi maju yang dapat rusak dengan sendirinya, atau karena mereka belajar untuk hidup secara berkelanjutan di dunia asal mereka.

“Mungkin saja periode yang dapat dideteksi lebih singkat dari kehidupannya, karena kamu tidak bisa bertahan lama melakukan aktivitas yang kami lakukan,” jelas Schmidt. “Kamu mungkin akan berhenti karena kamu telah melakukan kesalahan atau memutuskan untuk tidak melakukannya. Apa pun alasannya, ledakan aktivitas, limbah, dan tapak besar sebenarnya waktu yang sangat singkat.”

Iklan

“Mungkin ini terjadi bermiliaran kali di alam semesta,” katanya, “tapi hanya bertahan 200 tahun sekali, jadi kamu tidak pernah bisa melihatnya.”

Alasan logis yang sama berlaku untuk setiap peradaban sebelumnya yang mungkin telah berkembang di Bumi, di mana mereka punah atau mengurangi aktivitas yang mengancam jangka hidupnya. Tentu saja ini bisa menjadi pelajaran bahwa peradaban bisa bertahan atau musnah.

Bagi Schmidt dan Frank, ini menjadi salah satu tema inti dari hipotesis Silurian-nya. Jika kita merenungkan kalau kita bukan spesies pertama di bumi yang memiliki peradaban maju, maka kita bisa lebih menghargai situasi kita saat ini.

“Kepercayaan bahwa kita adalah satu-satunya spesies yang hidup di planet ini membuat kita tidak pernah terpikir untuk mencari tahu kehidupan sebelum manusia di bumi,” tutur Schmidt, mengutip keyakinan kuno seperti model geosentris dari alam semesta. “Dengan mengeksplor kehidupan sebelum manusia di bumi bisa menjadi solusi bagi kita untuk berhenti memikirkan diri sendiri. Hipotesis Silurian bisa menjadi cara ekstra dalam melakukannya.”

“Kita perlu bersikap objektif dan berpikiran terbuka terhadap segala kemungkinan jika kita ingin benar-benar mengetahui apa saja yang belum pernah ditunjukkan alam semesta kepada kita,” imbuhnya.