FYI.

This story is over 5 years old.

Film

Petualanganku Mencari Makam Anjing Pemeran Utama Film 'Air Bud'

Dari perjalanan ini ada pelajaran yang kupetik: Kita bisa menilai kualitas sebuah peradaban dari cara masyarakatnya menghargai sosok (anjing) pahlawan.
Buddy, anjing pemeran utama film Air Bud, bersama pemiliknya Kevin Dicco. Foto oleh Acey harper/The LIFE Images Collection/Getty Images

Satu hal yang pasti dari budaya yang terobsesi dengan selebritas adalah suatu hari semua idola kita akan meninggal dunia. Suatu saat, dunia ini akan menjadi satu lahan berisi tulang belulang para seleb. Saya enggak cuma membicarakan manusia. Toto dikubur dalam Hollywood Forever Cemetery, Los Angeles. Keiko dari Free Willy membusuk di pantai Norwegia. Harambe didonasikan untuk sains. Air Bud… hmmm. Di mana, sih, makan Air Bud? Sebuah pencarian pada findagrave.com memberikan informasi terbatas. Situsweb ini—intinya database besar berisi lokasi-lokasi pemakaman—memiliki komunitas yang aktif, dengan pengguna yang secara rutin mengunggah foto-foto makan, seperti Instagram gothik.
Laman Air Bud di situsweb ini menampilkan wajahnya versi hitam-putih. Pengguna telah memposting ribuan komentar tribut, sebagian besarnya berbentuk GIF anak-anak anjing dan pelangi. Satu pengguna, bernama Pieter, telah memposting enam komentar selama tahun lalu. Di bawah tulisan “lokasi pemakaman,” laman tersebut menyebutkan, “Dikremasi, abunya diserahkan pada keluarga atau kawan, secara rinci: Abu dikubur dalam lahan yang lokasinya disebutkan oleh sang pemilik.” Lokasi pemakaman Air Bud adalah urusan penting. Bagaimanapun, kita bisa menilai sebuah peradaban dari cara mereka menghormati pahlawan-pahlawan mereka yang telah gugur. Apakah dia hanya mendapatkan plakat semen seadanya? Sebuah makam dengan mainan-mainan anjing? Apakah dia dilepaskan oleh kapal militer ke Teluk Arab?

Iklan

Bagi kalian enggak ngeh, Air Bud adalah film anak-anak tahun 1997 soal seekor anjing golden retriever yang bisa main basket. Film itu dijadikan pelantar untuk menunjukkan keterampilan seekor anjing bernama Buddy, yang sungguh-sungguh bisa memasukkan bola ke dalam keranjang. Ini bukan film pertama yang memotret seekor hewan yang mahir dalam bidang olahraga tertentu. Film-film seperti itu punya genre tersendiri. Misalnya, Bonzo Goes To College (1952), di mana seekor simpanse bermain gold fan sepak bola; Gus (1976) di mana seekor keledai dari Yugoslavia bermain sepak bola; Matilda (1978) di mana seekor Kangguru bermain tinju; dan Ed (1996) di mana seekor monyet bermain baseball.

Air Bud sejauh ini adalah film tersukses dalam genre tersebut, dengan pendapatan $27 di box office dengan bujet $3 juta. Dan film ini tetap relevan dalam budaya pop kita; pada beberapa tahun belakangan, sebuah dialog dari film tersebut—”ain’t nothin’ in the rulebook that says a dog can’t play basketball”—menjadi meme, mendapatkan referensi XKCD dan lamannya sendiri di TV Tropes. (Saya menghubungi sejumlah wasit NBA untuk memeriksa fakta apakah buku peraturan menyatakan bahwa seekor anjing tidak boleh bermain basket, tapi tidak ada yang menjawab. Jadi saya memeriksa peraturan NBA resmi dan memang tidak ada satu peraturan pun soal anjing. Jad, selama Buddy mengikuti semua aturan lainnya, dia sah-sah saja bermain basket.)
Film ini merupakan bagian dari franchise dengan total 14 film, termasuk empat film Air Bud “resmi” yang fokus pada peran sang anjing dalam bidang olahraga lainnya (sepak bola, football, baseball, dan volley), dan film-film spin-off “Air Buddies” di mana anak-anak Air Bud (iya, Buddy suka ngewe) meluncurkan roket ke luar angkasa. Ya, orang bisa saja bilang bahwa tak satupun film-film itu berhasil menjadi kanon. Pertama, mereka menggunakan efek digital untuk menunjukkan anjing-anjing bermain olahraga, dan film-film itu bahkan tidak dibintangi oleh Buddy yang ori; semua sekuel itu dirilis setelah Buddy mati pada 1998. Saya memulai pencarian saya atas makam Buddy di Google Street view. Tebakan awal saya adalah abunya dikubur di tanah properti Kevin DiCicco, laki-laki yang menyelamatkan dan melatih Buddy.

Iklan

Saya menemukan alamat (yang saya yakini rumah) DiCicco dari daftar real estate tua di luar San Diego. Saya ngezoom untuk melihat sekeliling secara 3D. Properti itu memiliki lapangan sepak bola dan lapangan basket. Ini tampak menjanjikan, lokasi ideal untuk melatih generasi Air Buds selanjutnya. Masalahnya nge-zoom gambar juga ada batasnya. Sejauh ini saya enggak melihat ada satupun makam anjing.

Buddy bersama Kevin Zegers dalam sebuah adegan di Air Bud. Foto via Walt Disney Pictures

Penampakan Air Bud sama misteriusnya dengan lokasi makamnya. DiCicco sedang naik gunung di selatan California saat Buddy berjalan keluar hutan, kelaparan dan kusut. Setelah membawa Buddy ke rumahnya di San Diego, DiCicco memutuskan untuk melatihnya main basket. Apaan banget. Pada 21 Agustus, 1990, setelah latihan berbulan-bulan, Air Bud menembak bola pertamanya ke dalam keranjang. Penting untuk diingat bahwa Buddy bermain basket hanya secara teknis. Jadi, keterampilan utamanya adalah ngesyut bola—meski ya, kurang tepat juga kalau dibilang ‘shoot’. Beginilah gerakannya: 1) Sebuah bola dioper ke Buddy dengan kecepatan dan trajektori yang pas, 2) dia “memantulkannya” dengan hidungnya dan 3) bola itu memantul ke papan keranjang, lalu masuk ke dalam keranjang. Dia tidak bisa ngedribble atau menargetkan bola atau menjaga pertahanan, dan tampaknya tidak paham soal inti permainan basket. Bukan berarti Buddy tidak mengesankan. Perlu diakui, tidak mudah tampil sepertinya. Coba saja berdiri dengan lutut, di bawah rim yang tingginya sesuai peraturan, lalu memantulkan bola dengan menggunakan jempol tangan. Coba, emangnya bolanya masuk ke keranjang? Lagipula, berapa banyak sih anjing yang kita tahu bisa main basket? DiCicco menyewa sebuah kamera video, merekam Buddy menamatkan triknya, dan mengirim rekaman tersebut lewat post pada Late Show with David Letterman dan America’s Funniest Home Videos. Kedua acara tersebut mengundangnya hadir.

Iklan

Trik itu membuat semua orang terkesima. DiCicco mulai mendapatkan tawaran supaya Buddy muncul di acara rehat NBA, dalam acara-acara promosi makanan anjing Pedigree dan pakaian anjing Big Dogs, dan bahkan di Full House. DiCicco pada akhirnya bisa menjadikan ketenaran itu sebagai modal untuk menggolkan kerjasama film dengan Disney. Hasilnya? Ya Air Bud. Sayang, Buddy tidak punya banyak waktu untuk menikmati kesuksesannya. Menurut sebuah buku soal Buddy yang ditulis DiCicco, pada akhir 1997, kaki kanan Buddy mulai pincang dan seorang dokter hewan mendiagnosanya dengan synovial cell sarcoma. Kakinya diamputasi, dan Buddy mulai menjalani perawatan kemoterapi. Setelah itu, kesehatannya menurun dengan cepat. Pada 1998, saat syuting sebuah segmen untuk Acess Hollywood dengan lawan mainnta di Air Bud, Kevin Zegers, Buddy mengalami kejang-kejang lalu buang air kecil dan besar pada dirinya sendiri. Tidak jelas apakah Access Hollywood sempat merekamnya, namun mungkin bahwa seperti rekaman kematian Brandon lee atau rekaman rasis Trump Apprentice, rekaman itu mungkin masih tersimpan dalam sebuah brangkas di suatu tempat. Kanker tersebut telah menyebar ke otak Buddy, dan akhirnya mata kirinya tak lagi berfungsi. Menurut buku DiCicco, Disney tak lagi tertarik menampilkan Buddy untuk membantu promosi film mereka, karena mereka khawatir kondisi Buddy bisa membuat anak-anak trauma. DiCicco mulai merencanakan film prekuelnya sendiri, yang dia gambarkan pada Entertainment Weekly sebagai “perpaduan antara Ferris Bueller dan Home Alone” dan berpotensi menampilkan Pamela Anderson. Film itu tak pernah dibuat. Selama beberapa bulan selanjutnya, gejala Buddy semakim memburuk karena kanker telah menjalar ke paru-parunya. Saat menjemput anak-anak anjing baru di Cleveland, DiCicco mendapat telepon dari penjaga anjingnya: Air Bud telah mati. Setelah mencari-cari kontak di mana-mana, saya akhirnya dihubungkan pada DiCicco oleh seorang kawan yang masih bertukar kabar dengannya setelah menuliskan sebuah artikel soal Air Bud tahun lalu. Saya deg-degan. Aneh rasanya menelpon seorang yang tak dikenal dan menanyakan lokasi kuburan anjingnya. Tapi, itulah yang saya lakukan. DiCicco bilang bahwa, setelah Buddy mati, dia sempat menghadapi perkara dengan Disney. Dia tidak ingin menjelaskan secara rinci soal litigasi tersebut—yang membuat khawatir orang yang menciptakan karakter Air Bud—namun pada akhirnya dia tidak ada hubungannya sama sekali dengan film-film sekuel tersebut. Hal ini mencakup sekuel DVD Snow Buddies, di mana selama proses syutingnya lima anak anjing mati.

Iklan

Baca juga hasil investigasi mengejutkan VICE di Medan:

DiCicco terdengar amat lelah saat membicarakan soal pengalaman Air Bud, dan dia bilang dia pengin move on. “Kami sudah melakukan segala yang kami bisa,” ujarnya. “Tidak ada yang tersisa.” Dia mengerjakan sebuah program di luar merek Air Bud, yang melatih anjing-anjing penampungan beragam jenis olahraga. Idenya adalah, keterampilan-keterampilan berolahraga mungkin bisa membuat anjing-anjing yang tadinya tidak menarik, menjadi lebih menarik dan diadopsi lebih cepat. Dia telah mengajukan konsep tersebut sebagai reality show atau kerjasama dengan sebuah pet store. DiCicco juga membekukan sebelas tabung sperma Buddy. Sekarang masih tersisa beberapa tabung, yang disimpan dalam sebuah freezer di International Canine Semen Bank (DiCicco bilang Buddy telah menjadi bapak dari tiga gerombolan anak anjing setelah dia meninggal).
Setelah Buddy mati, DiCicco berencana membawa abunya ke Nortehrn California. “Saya tadinya akan menguburnya di kabin saya, tempat asalnya.” Sayangnya, tidak pernah ada waktu yang tepat. Saat itu sedang musim dingin, dan salju menumpuk begitu tebal. “Mental saya tidak kuat untuk itu semua.” DiCicco tak lagi memiliki tanah yang saya awalnya lihat di Street View—yang dia sebut “Buddy Farm.” Saya bertanya apakah dia menebar abu Buddy di sana. “Tidak, kami tidak melakukannya di sana,” ujarnya, “Menebar abu kan biasanya di pantai, tapi saya tidak ingin berbagi soal itu.” Saya mencoba menanyakan lokasinya beberapa kali, tapi dia selalu dan hanya memberikan jawaban kabur, lalu mengubah topik pembicaraannya. Dia membicarakan soal mimpinya, untuk suatu hari dapat membeli kembali Buddy Farm (kalau dia bisa mensukseskan konsep pelatihan anjing-anjing tadi), untuk suatu hari membuka museum Air Bud (“kami masih menyimpan banyak kenang-kenangan…”), dan membicarakan soal komplikasi dari mendapatkan bintang untuk Buddy di Walk of Fame (meski si Buddy memang berhak mendapatkannya). Pada akhirnya, dia menyampaikan pada saya bahwa dia telah menebar abu Buddy di Pacific Beach di San Diego, tapi tidak mau membeberkan rinciannya. Itu bukan lokasi yang merinci, tapi cukup lah. Saya mulai merasa tak enak karena bertanya-tanya terus. Dia tentunya masih sedih atas kematian Buddy. Ya, siapa juga yang tidak sedih? Kita mungkin tak mengetahui lokasi tepatnya makam si anjing pemeran Air Bud. Ya, tidak apa-apa lah. Pahlawan kan lebih dari sekadar abu-abu mereka. Mitos soalnya terus hidup meski tubuhnya telah lama meninggalkan kita. Tetap saja, sih, saya ingin percaya bahwa setelah abunya ditebar di pantai, abu itu bisa mengalir bersama udara dan laut, dan kini Air Bud telah menjadi bagian dari kita semua.

Follow Joe Veix di Twitter.