FYI.

This story is over 5 years old.

Hidup Abadi

Ilmuwan Menemukan Cara Mencegah Penuaan Sel Manusia

Yang diutak-atik adalah telomeres, bagian dari kromosom. Apakah ini satu langkah menuju keabadian?

Artikel ini pertama kali tayang di Motherboard.

Satu-satunya kepastian dalam hidup adalah kita semua akan mati suatu hari. Manusia sudah lama berusaha mencapai keabadian, atau paling tidak hidup lebih dari 100 tahun. Penemuan baru yang ditemukan ilmuwan membuat kita semakin dekat dengan kenyataan itu. Mereka mengatakan telah berhasil membalikkan proses penuaan di sel manusia.

"Kami berhasil membuat sel tua lebih muda," kata Dr. John Cooke, ketua departemen ilmu kardiovaskular di Houston Methodist Research Institute dan juga penulis sebuah makalah yang belum lama ini diterbitkan di Journal of American College of Cardiology. Tim yang dipimpin Cooke menargetkan telomer dari sel pasien—ujung kromosom yang panjangnya menyesuaikan umur manusia. Telomer merupakan fokus bagi mereka yang ingin melawan proses penuaan. Tapi tetap saja ada alasan kuat kenapa kita harus skeptis dalam pencarian obat anti penuaan ini.

Iklan

Dalam penelitian baru tersebut, tim Cooke mengambil sel dari anak-anak pengidap progeria, sebuah kondisi genetik langka yang mempercepat proses penuaan. "Anak-anak ini rambutnya rontok, mereka mengidap osteoporosis. Mereka terlihat letih dan tua," ujarnya saat dihubungi lewat telepon. Anak-anak ini biasanya hidup hingga masa remaja sebelum akhirnya meninggal akibat serangan jantung atau stroke. Grup pasien ini membutuhkan metode penanganan medis baru yang bisa memperpanjang umur mereka.

Makalah penelitian menunjukkan bahwa 12 dari 17 peserta dalam penelitian (berumur satu hingga 14 tahun) memiliki telomer pendek, mirip dengan sel yang ditemukan dalam seseorang berumur 69 tahun. Cooke mengatakan sel mereka bisa memberikan kita informasi berharga tentang proses penuaan dalam manusia sehat.

Tim Cooke menggunakan teknologi yang disebut terapeutik RNA yang tugasnya mengirimkan RNA langsung kedalam sel, mendorong sel untuk memproduksi telomer, protein yang memperpanjang ukuran telomer. Teknik ini meningkatkan fungsi dan jangka hidup sel. Sebelumnya, sel "berkembang biak dengan buruk kemudian mati," jelas Cooke. Setelah prosedur dilakukan, "sel berkembang biak dengan normal. Ini perkembangan yang dramatis." Tanda-tanda penuaan, seperti pengeluaran protein tertentu, berkurang.

Tentu saja, sel yang digunakan untuk uji coba berbeda dengan manusia yang masih hidup. Cooke meyakini bahwa biarpun penelitian ini masih jauh dari usai, ada tanda-tanda menjanjikan bahwa penelitian bisa diaplikasikan untuk melawan penyakit yang berhubungan dengan umur manusia. "Ketika kita memperpanjang telomer, ini bisa melawan banyak masalah yang terkait dengan penuaan," ungkapnya, seperti dikutip dari video seminar.

Iklan

Penelitian telomeres ini melengkapi penelitian sebelumnya yang juga menggarisbawahi hubungan telomer dengan umur manusia, dan bagaimana telomerase berpotensi bisa digunakan untuk melawan penuaan. Pada 2010, sebuah makalah di Jurnal Nature menjelaskan bagaimana sebuah tikus yang dikurangi telomerasenya bertambah tua dengan cepat, tapi kembali bertambah muda dan lincah ketika proteinnya diganti. Telomerasi menjadi fokus bagi banyak komunitas anti-penuaan dan banyak suplemen mengaku sebagai "pengaktivasi telomerase" mulai dijual online.

Menurut Dr. Peter Lansdorp, seorang profesor genetika di University of British Columbia dan ilmuwan di BC Cancer Agency, produk-produk yang mengaku memperpanjang telomeres kebanyakan "abal-abal." Dia menambahkan perjalanan kita menuju keabadian masih sangat jauh.

Telomer menyusut seiring umur kita bertambah, tapi korelasinya tidak sempurna, menurut Lansdorp. "Tidak sulit untuk menemukan manusia berumur 70 tahun dengan telomer lebih panjang dari remaja," jelasnya lewat sebuah email. Dan ada alasan kenapa telomer cenderung mengkerut seiring kita bertambah tua: sebagai bentuk "mekanisme suppresi tumor," jelas Lansdorp. Sel manusia mulai berhenti berkembang biak dan mati ketika telomer sudah kelewat pendek. Kalau mekanisme ini tidak terjadi, manusia akan beresiko tinggi terkena kanker.

Perawatan dengan cara aktivasi-telomerase memang memiliki potensi, aku Lansdorp, tapi dengan beberapa ketentuan. "Misalnya, apabila memungkinkan untuk memperpanjang telomer dalam sel pembentukan darah, sel tersebut mungkin bisa digunakan untuk merawat beberapa pasien," jelasnya. "Nah, kalau mengganti jantung dan ginjal seutuhnya dari sel pasien itu sendiri, itu mah masih tidak lebih dari "sains-fiksi," menurut Lansdorp.

Cooke memiliki banyak harapan bahwa penelitian yang dia lakukan di dalam lab bisa diapplikasikan untuk pasien manusia—paling tidak, anak-anak penderita progeria. Salah satu tantangannya adalah bagaimana untuk menggunakan teknologi ini secara langsung ke dalam sel pasien itu sendiri, kemungkinan lewat nanopartikel.

Cooke yakin tidak lama lagi, kita akan menyaksikan perawatan yang dapat melawan "mekanisme penuaan". Tak hanya itu, metode yang sama akan dapat memberantas penyakit yang berhubungan dengan penuaan.

Nah kalau kita ngomongin soal hidup yang abadi, Lansdorp masih skeptis. Keabadian "bukanlah sebuah mimpi yang dianggap serius oleh ilmuwan sejati," jelasnya. Tubuh manusia itu fana, jadi mungkin solusi yang lebih masuk akal adalah memindahkan pikiran kita ke dalam tubuh robot sekalian.