FYI.

This story is over 5 years old.

Rokok

Penelitian: Ada Indikasi Bungkus Rokok Bergambar Seram Malah Bikin Remaja Tertarik Merokok

Tenang, gambar macam itu masih ada gunanya kok kata aktivis antitembakau.
Narendra Hutomo
Diterjemahkan oleh Narendra Hutomo
Foto ilustrasi oleh Getty Images.

Artikel ini pertama kali tayang di Tonic.

Meskipun masih memiliki lini periklanan bernilai miliaran dolar, industri tembakau di seluruh dunia sebetulnya mengalami kemunduran besar beberapa tahun terakhir. November 2017, perusahaan rokok di Amerika Serikat mulai menayangkan iklan TV yang melarang aktivitas merokok, dampak keputusan pengadilan pada 1999 sebagai hukuman atas pemasaran yang menipu.

Iklan macam itu bukan kemenangan bagi aktivis antirokok. Realitasnya, peperangan di periklanan sejak awal diikhlaskan oleh perusahaan rokok. Sebaliknya produk tembakau mendominasi ruang yang sekilas tidak mengancam, tepatnya loket kasir di toserba. Sebuah penelitian menunjukkan "tembok besar" yang selama ini melindungi industri rokok di tingkat eceran: deretan bungkus rokok di belakang kasir. Secara tidak langsung, letak rokok di kasir justru membuat orang lebih rentan mencoba merokok. Hal ini disadari para pendukung isu kesehatan masyarakat, sehingga mereka mencoba menemukan cara mengendalikan efek penempatan olahan tembakau di ritel modern. Salah satu solusi yang berhasil didorong di nyaris seluruh dunia adalah pemasangan poster dan bungkus rokok bergambar seram di rak tembakau belakang kasir. Tragisnya, satu penelitian baru yang diterbitkan di Jurnal Nicotine and Tobacco Research menemukan indikasi bila menggantungkan poster peringatan seram di dekat kasir malah mendorong anak remaja merokok.

Iklan

"Dari data yang kami miliki, memasang pesan bergambar seram walaupun sekilas kebijakan masuk akal, ternyata tidak bisa disebut solusi terbaik," kata William Shadel, ketua tim penelitian tersebut. Dia adalah peneliti senior bidang studi perilaku manusia, sekaligus direktur asosiasi program kesehatan masyarakat di RAND Corporation. RAND adalah sebuah lembaga think-thank nirlaba yang mengembangkan bermacam solusi terhadap perubahan kebijakan publik.

Penelitian RAND tersebut melibatkan 441 anak-anak, berusia 11 sampai 17 tahun. Mereka diminta pergi berbelanja di laboratorium RAND yang diubah menjadi semacam toserba buatan. Toko tersebut memiliki luas 1.500 kaki persegi, dilengkapi lebih dari 650 produk. Kepada setengah jumlah anak-anak peserta penelitian, para periset menggantungkan poster dekat kasir, menunjukkan adanya mulut yang luka akibat sariawan serta gigi rusak, disertai peringatan "merokok dapat menyebabkan kanker." Poster itu hanya salah satu dari sembilan desain gambar bungkus antirokok yang dibuat Badan Pengawas Obat dan Makanan AS. Berdasar penelitian pemerintah AS, gambar di bawah ini dianggap paling menyeramkan oleh anak-anak di bawah umur.

Foto dari arsip RAND Corporation.

Omong-omong, gambarnya kok beneran enggak seram ya?

Periset dari RAND lantas mengamati perilaku anak-anak terhadap tawaran merokok (dan menanyakan produk lain) sebelum ataupun sesudah berbelanja. Sekitar 5 persen dari anak-anak mengaku telah merokok sebelum ikut penelitian ini. Sedangkan 20 persen bersedia terkena risiko merokok di masa depan. Sebagian responden merasa pesan dari poster tersebut mengingatkan kerentanan merokok bagi anak-anak "yang sudah berisiko", artinya yang pernah merokok sebelumnya. Peserta penelitian lantas menyatakan, karena sudah terlanjur basah mereka mungkin merokok lagi di masa depan.

Iklan

Itulah kesimpulan mengejutkan yang didapat dari mayoritas responden yang pernah merokok sebelumnya. Poster bergambar seram soal kondisi tubuh akibat merokok, justru menggelitik dengan efektif para remaja yang sebelumnya pernah coba-coba mengisap tembakau. Hal ini dari sisi psikologis, kata Shadel, dikenal sebagai proses defensif. "Jika seseorang merasa pola komunikasi iklan layanan masyarakat menyerang harga diri mereka, mereka mungkin bereaksi dengan cara berlawanan dari efek komunikasi yang dimaksud," kata Shadel. Makin dilarang, justru remaja makin penasaran. Persis kayak bocah SMA yang dimarahi bapaknya karena naik motor tidak pakai helm, tapi keluar rumah di tetap nekat tak mau pakai helm dan nekat menerima risikonya. Nah seperti itulah gambarannya.

Shadel mengakui penelitian ini masih punya banyak keterbatasan. Pihaknya cuma menguji satu poster dalam satu ukuran dan satu area spesifik di toko, itupun sifatnya sekadar simulasi. Itupun cuma di laboratorium. Tapi, dengan begitu, para peneliti melihat efek yang terasa sekali. Gambar bungkus rokok mengerikan yang diperbesar jadi poster itu malah mengalihkan perhatian remaja ke area belakang kasir, wilayah yang mana mereka terpapar pesan-pesan pro-tembakau. Dia bilang, penelitian di dunia nyata perlu dilakukan sebelum RAND dapat membuat pernyataan yang lebih tegas tentang dampak poster bergambar seram untuk rokok kepada perilaku konsumen.

Iklan

Ryan Kennedy, asisten profesor kesehatan masyarakat di Johns Hopkins University, mengatakan poster bergambar seram memang sangat mungkin malah akan menarik perhatian. Apalagi jika poster tadi ditambah tanda berukuran besar mengingatkan orang bahwa merokok hanya untuk orang 18 tahun ke atas. "Jika Anda membingkai penggunaan tembakau sebagai perilaku orang dewasa, efeknya menarik bagi beberapa pemuda yang ingin menampilkan diri sebagai orang dewasa," katanya saat kami hubungi terpisah.

Tapi ingat, temuan awal RAND tidak menyarankan pemerintah dan pegiat kesehatan masyarakat untuk membuang kebijakan bungkus rokok bergambar seram. Gambar-gambar semacam itu tetap masih berdampak menggetarkan bagi berbagai segmen konsumen. Demikian keterangan Sarah Ross-Viles, direktur program studi tembakau di University of Washington. Ross-Viles mengutip penelitian lain yang menunjukkan efek nyata poster seram dapat membantu orang berhenti mengisap tembakau. Efek seram secara psikologis tersebut bahkan sangat mungkin lebih besar daripada potensi risiko anak-anak dan remaja jadi tertarik merokok.

Selain itu menyoroti bahaya nyata kebiasaan merokok tetap memiliki efek positif lainnya. "Terutama bagi orang yang tidak merokok, mereka menganggap masalah tembakau mencampuri aktivitas belanjanya. Mereka berpikir, "kenapa poster bergambar menakutkan dipasang di toserba?" Dari situ, mereka akan terpantik kemauan politiknya untuk ikut mendorong perubahan kebijakan yang lebih efektif," Kata Ross-Viles.

Agar anak muda tidak tertarik melakoni kebiasaan buruk kecanduan nikotin, Ross-Viles mengusulkan agar anggota parlemen di berbagai negara harus fokus pada kampanye untuk melarang sepenuhnya peluang produk rokok melakukan persuasi. Artinya, tak ada iklan menarik, tak ada poster, tak ada display di belakang kasir. Semua informasi soal rokok tersebar di ruang publik harus benar-benar tentang dampak kesehatannya yang mudah dipahami, seperti kampanye #FinishIt. "Iklan layanan masyarakat untuk bahaya rokok yang kita lihat di masa sekarang masih terlalu rumit. Saya hanya bisa berharap iklan-iklan macam itu masih relevan sterhadap anak muda yang jadi sasarannya. Ketika sebuah iklan bisa menyasar anak muda, atau berhasil nempel di otak saat fase remaja, maka pesan itu akan dapat berpengaruh dalam sikap konsumsi mereka," kata Ross-Viles. "Dalam kebanyakan kebijakan pengendalian tembakau, ada pertarungan besar yang setiap hari dilakukan berbagai pihak melawan industri rokok. Idealnya semua pihak yang menyadari bahaya rokok menanamkan modal hanya ke dalam pertarungan yang kalau dimenangkan bisa menghasilkan perbedaan nyata dalam kehidupan sehari-hari."