Coronavirus

Terinfeksi Corona, Dokter di Spanyol Bikin Q&A dan berbagi Pengalaman di Twitter

Akun @yaletung amat gamblang dan responsif menjelaskan semua gejala COVID-19 kepada followernya. Dia mengingatkan virus ini pokoknya bukan flu biasa, jadi selalu ikuti saran pakar.
Dokter Yale Tung Chen dari Spanyol yang menderita virus Corona bikin Q&A di Twitter
Dokter Yale Tung Chen yang menderita coronavirus di spanyol. Screenshot dari akun @yaletung

Dokter Yale Tung Chen di Spanyol terinfeksi COVID-19. Dia memanfaatkan Twitter untuk membagikan hasil ultrasound paru-parunya yang penuh cairan, dan menceritakan semua gejala lain yang dialaminya.

Kepada VICE News, dia mengaku dinyatakan positif terinfeksi coronavirus pada Minggu, dua minggu setelah mengobati pasien COVID-19 di Hospital Universitario La Paz, Madrid. Sejauh ini, ada 7.844 kasus yang dilaporkan di Spanyol dengan total kematian 292 orang.

Iklan

Selama diisolasi di rumah, dokter UGD tersebut rutin mengabarkan kondisi terbarunya lewat tagar #mycoviddiary di Twitter. Dia ingin mengikuti jejak para dokter yang bertukar hasil ultrasound di internet untuk mempelajari temuan medis. Namun, kali ini dia menyebarkan hasil ultrasound milik pribadi.

'Saya sekarang jadi pasien'

"Kalangan dokter terbiasa membagikan pengalaman atau kasus di Twitter sebagai bahan pembelajaran," ujar Yale. "Sekarang sama saja, cuma bedanya saya yang jadi pasien. Saya punya mesin ultrasound di kamar. Daripada enggak ada kerjaan, saya mending berbagi cerita."

Lelaki 35 tahun itu mulai sakit pada Jumat dua pekan lalu. Dia langsung mengarantina diri di kamar agar istri dan kedua anaknya enggak tertular. Keesokan harinya dia menjalani tes, dan hasil tes menjawab kecurigaannya.

Setiap pagi, Yale mengetwit gejala-gejala yang dirasakan. Dia juga mengunggah rekaman paru-paru menggunakan ultrasound, dan merincikan semua perubahan pada hari itu. Sang dokter tak lupa menjawab pertanyaan dari para pengikut yang penasaran tentang penularan coronavirus. Dia bilang kondisinya cukup ringan, dan mengatakan gejalanya diobati dengan Tylenol dan ibuprofen.

Di hari pertama, Yale merasakan sakit kepala “hebat”, sakit tenggorokan dan batuk kering. Keesokan harinya, hasil ultrasound menunjukkan bintik hitam di paru-paru padahal batuk dan sakit kepalanya sudah berkurang. Hal ini mengindikasikan pneumonia mulai menyerang paru-parunya. Pneumonia menyebabkan peradangan di kantung udara paru-paru, dan merupakan efek samping dari terjangkitnya virus corona.

Iklan

Yale mengalami diare di hari ketiga, tapi batuknya sudah berhenti.

Pada Kamis pagi, dia melihat penebalan pleura atau selaput tipis pembungkus organ paru-paru. Hasil ultrasound menunjukkan paru-parunya terisi cairan. Batuknya kembali dan semakin parah. Badan Yale juga pegal-pegal, tapi dadanya enggak nyeri.

Dia terkejut banyak yang penasaran dengan pengalamannya menderita COVID-19.

Yale membandingkan gejala awal COVID-19 dengan flu lebih ringan, meski gejalanya pada hari keempat bikin terkejut.

"Kalau flu biasa, kondisi mulai membaik pada hari ketiga. Kalau saya, rasanya lebih parah sekarang," tutur Yale. "Coba lihat gimana besok. Siapa tahu badan saya enakan."

Istri dan anak Yale mulai menunjukkan gejala serupa, tapi untung saja hasil tes mereka negatif pada Kamis malam.

"Saya langsung mengusir penyakitnya," kata Yale bergurau sambil tertawa.

Sang dokter punya saran bagi para pembaca sekalian, terutama untuk orang Indonesia yang kasus penularannya terus bertambah.

“Gunakan akal sehat untuk menghindari penularan. Rajin cuci tangan, hindari kontak dekat dengan orang lain, dan jauhi keramaian. Lakukan etika saat batuk. Tutup mulutmu.”

Yale bukan satu-satunya dokter yang membuka wawasan warganet terkait coronavirus. Organisasi Kesehatan Dunia sampai bikin TikTok untuk mengedukasi publik dan melawan hoax.

Di Indonesia, Presiden Joko Widodo mengimbau Minggu agar masyarakat beraktivitas di dalam rumah untuk memutus rantai penyebaran virus. Namun, tak ada perintah resmi yang wajib ditaati perusahaan untuk “merumahkan” karyawannya. Tak sedikit pegawai tetap pergi ke kantor karena mereka tak diizinkan bekerja dari rumah.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE News