Kebanyakan Istilah 'Santai' Malah Menunjukkan Bangsa Kita Enggak Santai
ilustrasi oleh Dini Lestari

FYI.

This story is over 5 years old.

Shit Indonesian Says

Kebanyakan Istilah 'Santai' Malah Menunjukkan Bangsa Kita Enggak Santai

Konon sikap santai begitu mendarah-daging dalam budaya kita. Sosiolog sih memberi penjelasan berbeda yang mengejutkan.

Selamat datang kembali di kolom Shit Indonesians Say. VICE berusaha menelisik kebiasaan verbal orang-orang di Indonesia yang tumbuh subur, diinternalisasi, dimaklumi, sampai dianggap wajar dalam pergaulan sehari-hari. Padahal kata atau istilah itu bermasalah banget. Kali ini yang terlintas di pikiran kami adalah ucapan berikut: "woles/sans/santai lah!"


"…Masuk kerja jam delapan
Tapi datang jam sembilan
Bukan malas dalam kerja
Itulah rileks namanya.."

Iklan

Deg! Aku langsung tersindir! Enggak sengaja aku dengar lagu band Melayu 70-an, Black Dog Bone saat sedang rileks-rileksnya malas ngantor. Kalau dipikir-pikir, lagu Black Dog Bone yang berjudul Rileks tadi benar juga. Cukup representatif menggambarkan kebiasaan orang sepertiku yang malas dan nunda-nunda pekerjaan.

Mari kita berhitung, ada berapa istilah dalam bahasa slang Indonesia yang menggambarkan nuansa atau perasaan santai? Banyak banget. Mulai dari santai, sans, lelet, lambat, selow, woles, kalem, zen, rileks, skoy, skut, ngaso, dan segudang istilah lainnya yang punya arti sama saja. Kita bahkan bisa memilih istilah sesuai dengan konteks santainya. Misal "santai kayak di pantai", "woles nanti juga kelar", "skoy dulu sambil sebat", "lelet amat lau kalau jalan!" atau "kalem bro! Gitu aja ngambek!" Semua problematika bisa digambarkan lewat berbagai ragam kata yang intinya serupa: santai aja sih.

Bukan cuma dalam istilah, lagu-lagu pun kreatif mengeksploitasi tema-tema berbau "santai" atau "enjoy menghadapi hidup". Raja dangdut Rhoma Irama kurang skoy apalagi coba saat merilis lagu "Santai"-nya yang kesohor itu? Ada musisi 90-an seperti rapper Iwa K yang punya lagu "Bebas", eits, jangan lupakan pula Oppie Andaresta yang punya lagu "Santai di Pantai". Belum lagi segudang musisi reggae yang punya lagu bernuansa (ya apalagi kalau bukan pantai dan santai). Jangan lupa yang paling baru ehmhem ada Young Lex yang ternyata punya lagu judulnya "Slow".

Iklan

Secara umum bahasa memang digunakan untuk mengekspresikan sesuatu yang ada di pikiran. Cuma, kalau ternyata istilah "bahasa menunjukkan bangsa" itu benar adanya, dan macam-macam jenis kata merepresentasikan kata "santai" yang punya artian suka menunda, lamban, dan tidak berusaha keras dan cerdas, bisa-bisa jadi celakalah kita!

Regina Gabriella, 23 tahun, seorang konsultan bisnis di perusahaan mengaku dirinya merupakan penganut gaya hidup "santai". Baginya gaya hidup santai merupakan gambaran perilaku umum anak muda. Apalagi, sebagai orang yang tinggal di negara tropis kepulauan yang menurutnya apapun bisa tumbuh di sini.

"Di Indonesia tanam apa saja kan relatif gampang dari dulu, semua sudah disediakan alam. Bisa jadi semacam effortless attitude from beginning," kata Regina. "That's just how people in Indo have always lived."

Baiklah, mungkin juga benar. Toh Koes Plus sudah pernah bilang bahwa tanah kita tanah surga tongkat kayu dan batu jadi tanaman, jadi ya santai aja. Namun istilah santai ini jadi kian problematik karena punya banyak tafsir.

Sebagai contoh, BBC sempat menjuluki orang-orang Australia santai banget (laid-back). Santai, karena hampir semua kalangan bersikap kasual, egaliter. Bahkan mantan pemain cricket Australia, Dennis Lillee berani menyapa Ratu Elizabeth pakai bahasa gaul semacam "g'day how ya goin?". Coba bayangkan ujug-ujug kita datang ke kesultanan Yogya dan nyelonong nyapa "Met pagi, Tan! (Sultan)". Wah kurang ajar, mungkin kalian langsung digiring angkat kaki. Australia santai bukan karena lelet, tapi sejarah narapidana kulit putih yang menempati dataran tersebutlah yang membuat mereka menganggap satu sama lain setara.

Iklan

Perancis juga disebut sebagai santai. Negara ini menjadi salah satu negara yang ternyata penduduknya paling santai dalam bekerja. Business insider merilis peta negara-negara anggota OECD yang paling keras bekerja hingga yang paling santai dalam menekuni profesi masing-masing. Peta ini dibuat oleh Seth Kardish dari Visual Statistix Tumblr, memperhitungkan angka jumlah waktu bekerja dalam setahun dan rata-rata usia pensiun. Dalam riset tersebut, negara maju di Eropa Barat yang sistem kerjanya sudah efisien menganut falsafah hidup santai dalam bekerja.

Bagaimana dengan Indonesia? Kalau mengacu beberapa standar di atas, santai di negara kita ternyata beda banget ya. Katakanlah kalian sepakat definisi santai adalah tidak perlu terburu-buru. Tahu apa saja yang masuk kategori santai di Indonesia? Akses internet, dan kecepatan laju kendaraan di perkotaan! Dalam laporan riset OpenSignal yang meneliti kecepatan jaringan internet di 87 negara, Indonesia menempati urutan 8 kecepatan internet ter-woles di dunia. Mark Zuckerberg sempat-sempatnya datang ke Indonesia dan berkomentar soal "wolesnya" jaringan internet di Indonesia. Begitu juga dengan laju kendaraan. Rata-rata orang Indonesia terutama yang di perkotaan menghabiskan 47 jam dalam setahun berjibaku dengan kemacetan, kondisi memuakkan dan perlu 'diwolesin'.

Apalagi, baru-baru ini Jakarta ada di posisi 19 dari daftar kota paling bikin stres di dunia versi perusahaan asal Inggris, Zipjet. Riset ini berusaha menunjukan hal-hal paling berpengaruh terhadap tingkat stres dan kualitas hidup masyarakat perkotaan berdasarkan beberapa indikator seperti kemacetan, polusi udara, polusi suara, kepadatan penduduk , transportasi publik, tingkat pengangguran, kesehatan mental, hingga kesetaraan gender.

Iklan

Dilihat dari kondisi di atas, kalian pikir orang Indonesia beneran bisa santai? Hal yang ada malah, we need multiple words to calm the fuck down! Why can't we admit that we're not chill at all? Apalagi jika sarapan pagi pengendara mobil saling tikung yang tersulut emosinya adalah berantem di jalan tol. Sans banget. Kerjaan bisa ditinggal. Mobil belakang jadi kena macet juga selow ajalah. Yuk, baku pukul dulu barang lima menit. Lumayan, bisa meregangkan otot-otot yang kaku.

Sosiolog Universitas Padjadjaran, Yusar Muljadji, berpendapat banyaknya istilah slang yang digunakan merujuk pada kata "santai" tidak serta-merta membenarkan orang Indonesia keseharian hidupnya benar-benar santai. Menurut Yusar, berkaca pada kajian akademik, fenomena ini lebih disetir budaya anak muda, bukan mentalitas manusia dewasa.

Ia merujuk riset babon sosiologi yang disusun Abercrombie dan Warde, termuat dalam buku Contemporary British Society. Berdasarkan penelitian tersebut, ada tiga ciri umum anak muda yaitu pertemanannya bersifat sebaya alias peer. "Ada kepedulian terhadap gaya, dan adanya perilaku santai yang tidak bekerja," kata Yusar.

Penciptaan banyaknya istilah merujuk pada ciri kedua, yakni gaya bahasa. Anak muda punya kecenderungan menciptakan bahasa slang. Mike Brake dalam bukunya, Comparative Youth Culture pun mengemukakan bahwa kaum muda mengembangkan kosakata yang berbeda dengan generasi di atasnya dan generasi di bawahnya. Sementara itu bagaimana dengan ciri anak muda berikutnya yang "santai tidak bekerja"? Menurut Yusar, kaum muda di seluruh dunia memang punya kecenderungan lebih santai. Kecenderungan tersebut berlaku umum. "Ketika orang lain mengejar waktu, kaum muda itu menanggapi demikian dengan tindakan yang santai, termasuk dengan menciptakan istilah yang merujuk pada kata santai tersebut," kata Yusar. "Bukan berarti santai negatif ya, di sisi lain mereka menciptakan kreasi yang tidak dimiliki generasi di atasnya dan di bawahnya,"

Tuh kata kuncinya: kreasi! Saking santai enggak banyak ngerjain apa-apa, anak muda kita kok sepertinya terlalu rajin berkreasi bikin banyak istiah soal "santai". Mungkin karena kena macet setiap hari, internet super woles, grup Whatsapp keluarga yang rasis, atau banyak demo-demo angka cantik yang bikin masyarakat jadi bersumbu pendek. Sehingga mungkin kita butuh banyak kata untuk bikin kita lebih santai. Atau, ya penduduk Indonesia memang berjiwa muda semua. Kegemaran nyantai (serta mengucapkan bermacam variasi santai) dipertahankan terus walaupun kita perlahan menua.

Tulisan ini enggak serius-serius amat, maaf kalau ada yang marah. Sans aja kels!