FYI.

This story is over 5 years old.

Kuliner Ekstrem

Tarantula di Kamboja Terancam Punah Akibat Sering Jadi Cemilan Warga

Dulu tarantula mudah ditemukan, populasinya pun berlimpah. Penggundulan hutan dan perburuan berlebih untuk gorengan membuat laba-laba di alam liar makin sedikit saja.
Foto masakan tarantula via pengguna Flickr letsbook

Artikel ini pertama kali tayang di MUNCHIES

Pada acara televisi Gordon’s Great Escape season dua, chef galak Gordon Ramsay sempat mencicipi tarantula goreng, camilan favorit penduduk Kamboja. Dia mencicipi laba-laba raksasa itu saat dia sedang berkunjung di negara tetangga Thailand tersebut. Setelah meniriskannya dari minyak goreng, Ramsay menyantap kaki arachnida dan gagal memakan bagian perutnya. “Saya lebih menyukai bagian kakinya,” ujar Ramsay setelah melepehkan tarantula yang sudah dikunyah. Untung tak ada orang Kamboja nasionalis yang melihat Ramsay membuang makanan favorit mereka.

Iklan

Tarantula goreng sangat disukai penduduk lokal. Popularitas kuliner ekstrem ini bekalangan melonjak secara internasional gara-gara para turis berlomba mengunggah foto mereka memakan tarantula ke Instagramnya—populasinya kian hari kian langka.Berdasarkan laporan kantor berita Agence France-Presse, penggundulan hutan dan pembangunan gedung membuat habitat laba-laba semakin menyusut. Masalah bertambah runyam karena permintaan yang meningkat dari turis membuat penduduk lokal berlebihan saat memburu tarantula.

“A-ping sangat terkenal di Kamboja, tapi jumlahnya semakin menurun dan langka sekarang,” Chea Voeun, penjual macam-macam kuliner serangga di sebuah kota yang disebut “Spiderville" saat diwawancarai AFP. A-ping adalah sebutan tarantula di Kamboja. Satu dekade yang lalu, harga tarantula untuk bahan gorengan sangat murah, tapi sekarang satu archanida saja harganya bisa menguras kantong pembeli.

Beberapa orang percaya tarantula mulai jadi santapan favorit, sejak rezim Khmer Merah pimpinan Pol Pot yang kejam berkuasa. Selama kekuasaan rezim otoriter tersebut, ribuan masyarakat Kamboja yang kelaparan menemukan banyak tarantula di hutan. Tarantula akhirnya jadi favorit karena mudah ditangkap dan diolah jadi makanan. Cukup digoreng saja.

Foto oleh pengguna Flickr Adam Cohn

Para turis biasanya mengunjungi Kamboja saat musim panas. Dampaknya permintaan serangga semakin meningkat. Penjual serangga menjadi kewalahan karena harus memenuhinya. Business Insider melaporkan sepanjang Juni 2017, para pemburu bisa menangkap 150 ekor tarantula per harinya. Rata-rata penjual akan menjual sekitar 100 ekor per hari. (“Ada dua cara mengeluarkan laba-laba dari liangnya,” kata seorang pemburu tarantula memberi tahu The Telegraph. “Biasanya kami akan menggali liang sampai mereka keluar. Cara mudahnya, masukkan saja tongkat ke dalam liang dan tunggu sampai mereka menyerang. Setelah itu kamu bisa mengeluarkan tongkatnya.”)

Iklan

Apabila kamu sempat mengunjungi Skun—kota yang dijuluki Spiderville oleh media Barat karena terkenal dengan olahan tarantulanya—dan kepingin mencoba makan tarantula, sebaiknya kamu makan kakinya saja.

Rasanya gurih dan sangat garing. Rasa kepala dan tubuhnya agak mirip kepiting, tapi, seperti dialami Gordon Ramsay, bagian perut tarantula sangat tidak enak. “Bagian perutnya memang kurang enak,” tulis The Telegraph. “Penuh pasta cokelat gelap yang berisi telur, hati sampai kotoran laba-laba.”

Merujuk laporan AFP, Kamboja adalah negara dengan penggundulan hutan tercepat sedunia. Diperkirakan 20 persen hutannya telah habis ditebang sejak 1990. Jika penyusutan ekosistem tak diatasi, generasi muda Kamboja kemungkinan tak lagi mengenal spesies laba-laba raksasa itu.

“Generasi berikutnya tidak akan pernah tahu tarantula karena sekarang mereka sudah semakin langka,” kata penjual lain. “Jika semakin banyak hutan yang ditebang untuk perkebunan kacang mete, maka tarantula hampir pasti bakal punah.”