FYI.

This story is over 5 years old.

Kesehatan Mental

Cara Menjadi Kekasih Yang Baik Bila Pasanganmu Pernah Mengalami Trauma Seksual

Sebab, mereka yang pernah dilecehkan sudah pasti akan kesulitan mempercayai orang lain. Istri, pacar, suami yang pernah mengalami pengalaman buruk itu butuh dukungan lebih.
Foto ilustrasi oleh Elizabeth Tsung/Unsplash

Artikel ini pertama kali tayang di Tonic.

“Lindsey, kamu pernah dilecehkan secara seksual?”

Pertanyaan tersebut terasa menonjok perut saya. Bagian terburuknya, pertanyaan tersebut datang dari seorang klien yang sedang melakukan sesi konsultasi kesehatan dengan saya. Kami sedang berusaha mencari tahu asal muasal dari isu klien soal makanan. Setelah berminggu-minggu mencari akar masalah, dia mengaku pernah dilecehkan secara seksual ketika masih kecil dan menggunakan makanan untuk menambah berat badan. Keputusannya itu diharapkan dapat menjadi tameng melindungi tubuhnya dari para lelaki. Dia baru saja berbagi tentang salah satu pengalaman trauma terbesarnya dengan saya dan dia mencari semacam timbal balik.

Iklan

Ini adalah pertama kalinya saya mengaku terang-terangan bahwa ya, memang saya pernah dilecehkan. Setelah dia meninggalkan sesi tersebut, emosi saya langsung tumpah, mengingat pengalaman ketika saya diperkosa di umur 17 tahun. Tapi ternyata saya tidak bisa mengingat apapun, jelas karena alam bawah sadar berusaha memblok memori ini selama mungkin. Ingatan saya tentang malam yang mengerikan itu baru muncul lima tahun kemudian. Pertanyaan yang dilontarkan klien dan keinginan saya untuk bersikap jujur memaksa saya menghadapi realitas pengalaman pahit saya sendiri.

Beberapa minggu setelah mengakui pengalaman buruk yang pernah saya alami, rasa cemas saya terus meningkat, dan bahkan saya mulai mengalami kilas balik. Kepercayaan diri saya merosot, dan saya merasa tubuh saya seperti sudah ternodai. Ini semua terjadi ketika saya enam bulan masuk ke dalam hubungan asmara baru—dengan lelaki yang nantinya akan menjadi suami saya.

Saya mulai menyadari adanya perubahan dalam perilaku saya. Apabila sang pacar menyentuh punggung saya dari belakang, saya meloncat kaget. Kalau dia sedang ngebir dan mencoba mencium saya, saya langsung marah. Dorongan seks saya sangat rendah, karena saya merasa jijik dengan diri dan tubuh sendiri. Karena perubahan perilaku drastis ini, saya memutuskan untuk berbagi dengannya tentang pengalaman saya. Untungnya, dia memberikan saya ruang untuk menceritakan perasaan saya, dan tidak pernah mengatakan bahwa itu semua salah saya.

Iklan

Setelah menyadari apa yang terjadi dengan saya, saya memutuskan untuk mencari bantuan profesional agar saya bisa mengambil waktu yang cukup untuk memulihkan diri dari sesuatu yang sudah diblok dari ingatan saya sekian lama.

Sebelum mulai berpacaran lagi paska pelecehan seksual, baik adanya untuk berbicara dengan seorang staf profesional kesehatan mental tentang apa yang kamu rasakan. Itu saran dari Stephanie McIver, seorang psikolog sekaligus direktur jasa konseling di University of New Mexico. “Minta bantuan dari seseorang yang bisa mengidentifikasi isu rasa aman dan kepercayaan dengan calon pasangan yang baru,” ujarnya. “Pastikan kamu percaya dan merasa aman sebelum berbagi informasi tentang pengalaman pelecehan seksual jadi kamu juga bisa berbagi tentang perasaanmu sekarang—dan tahu apa yang kamu butuhkan dari partner baru agar terus bisa merasa aman.”

Bagi mereka yang ingin menjadi pasangan yang baik bagi seseorang yang memiliki trauma seperti ini, sadarilah bila gejala stres post-trauma bisa muncul kapan saja. Penting sekali agar kamu mengerti bagaimana caranya bereaksi dengan tetap hormat dan sensitif. McIver berbagi beberapa tips buat kita semua.

Komunikasi adalah kuncinya

Ini termasuk komunikasi verbal dan non-verbal, jadi mendengarkan seseorang itu sama pentingnya dengan berbagi pikiran dan perasaan. Ini juga penting untuk memastikan individu yang telah dilecehkan berbagi denganmu sesuai dengan kemauan mereka sendiri. Jangan coba mengorek detil, biarpun kalau kamu pikir ini akan membantumu mengerti. Mereka yang pernah dilecehkan sudah pasti akan kesulitan mempercayai orang lain. Komunikasi yang kuat berarti memberikan mereka ruang ketika dibutuhkan, dan mendukung mereka ketika sedang dibutuhkan agar mereka merasa nyaman.

Ciptakan Kesepakatan Soal Seks Bersama-sama

Ini mungkin bukan percakapan yang menyenangkan, tapi memang tidak ada cara lain. Entah kamu sudah menikah, lajang, atau sedang berada dalam hubungan, seks idealnya wajib selalu didasari suka sama suka. Ini terdengar seperti pernyataan yang kelewat kentara, tapi jangan salah. Sebelum pertama kalinya suami saya berusaha mencium, dia meminta izin terlebih dahulu. Saya menghargai ini karena saya langsung merasa dihormati dan aman. Saya menjawab “iya boleh.” McIver mengatakan apabila kamu tidak mendengar jawaban “boleh,” dengan jelas, berarti mungkin ada semacam penolakan. “Tugasmu bukanlah meyakinkan atau memaksa mereka berhubungan seks denganmu.”

Sebagai korban dari pelecehan seksual, kadang saya masih terpengaruh beberapa pemicu tertentu. Ketika suami dan saya masih berpacaran, dia sering minum santai dengan teman-teman. Saya tidak minum, dan ini sebagian dikarenakan oleh pengalaman saya diperkosa. Saya sempat minum satu gelas di malam saya diperkosa dan bangun tidak mengingat apapun. Ternyata minuman saya dicampur obat. Minum alkohol sendiri bukan masalah buat saya, tapi minum dan berhubungan intim itu problematis. Jadi panduan bagi kami adalah saya menolak berhubungan seks kalau dia baru saja minum-minum. Bau alkohol di nafasnya saja sudah cukup untuk memicu saya.

Iklan

McIver mengatakan, “Bagi para penyintas pelecehan seksual, hal macam ini bisa membuat mereka kembali trauma dan mengganggu rasa kepercayaan dan keamanan yang sudah terbentuk sebelumnya. Tanya ke partnernya jenis aktivitas dan sentuhan seksual apa yang memicu mereka.” Ciptakan panduan bersama partner, dan terus utak-atik agar sesuai bagi kalian.

Temukan bentuk intimasi selain seks

Sentuhan fisik adalah bagian besar dari intimasi, tapi bukan segalanya. Dalam The 5 Love Languages, penulis Gary Chapman berbagi bagaimana orang menunjukkan emosi mereka dalam lima cara yang berbeda: sentuhan fisik, melayani, kata-kata yang menguatkan, waktu berkualitas, dan hadiah. Seks hanyalah satu cara untuk menjadi intim dengan partner. Cara partnermu mengkomunikasikan rasa sayang mereka adalah aspek yang penting dari kepribadian mereka untuk dieksplor, apalagi kalau mereka pernah dilecehkan secara seksual.

Suami saya suka dengan sentuhan fisik dan kata-kata yang menguatkan. Ketika saya awalnya berusaha mengerti trauma saya, saya tidak nyaman disentuh, jadi dia berusaha menunjukkan kasih sayang dengan cara yang sebetulnya asing untuknya, seperti mengerjakan pekerjaan rumah (contoh bentuk pelayanan). Ini memberikan saya waktu dan proses untuk menyembuhkan diri sambil terus menunjukkan bahwa kami saling peduli.

Tunjukan empati

Sudah cukup sulit bagi korban pelecehan seksual untuk bisa merasa nyaman berbagi cerita denganmu. Hal terbaik yang bisa kamu tawarkan adalah rasa sayang dan empati tanpa penghakiman atau penolakan. Sadarilah betapa sulitnya bagi seseorang untuk berbagi informasi seperti ini. Jangan tanyakan cerita mereka, atau bertanya pertanyaan tidak sopan seperti “apa yang kamu lakukan yang menyebabkan ini” atau apa yang mereka kenakan. “Pernyataan macam itu menunjukkan ketidakpedulian terhadap kultur pemerkosaan dan bagaimana korban tidak perlu melakukan apa-apa untuk diserang pemerkosa, dan bagaimana sistem kita memang tidak mendukung penyintas, membuat korban enggan melaporkan,” jelas McIver.

Tahu kapan kamu harus berhenti

Hormati partnermu apabila dia meminta waktu pribadi. Putus itu sudah cukup menyakitkan. Tidak ada cara yang mudah untuk mengakhiri hubungan yang penuh makna, tapi semua orang memiliki alasan sendiri kenapa mereka ingin mengakhiri sebuah hubungan. Kalau partnermu ingin putus, kamu mungkin tidak mengerti alasannya, tapi ini adalah hak prerogatif mereka dan bagian dari proses penyembuhan diri.

Yang terpenting, korban dari pelecehan harus membangun rasa sayang terhadap diri sendiri. Penyembuhan dari trauma bisa menjadi perjalanan yang panjang, jadi pastikan kamu mendukung proses penyembuhan partnermu, seperti apapun bentuknya.