Gairah Seks

Penelitian Menyimpulkan Manusia Bisa Horni Saat Berduka

Gairah seks meningkat karena merasa kesepian, dan sangat wajar jika kamu memenuhi keinginan bercinta untuk menghibur diri.
Hannah Smothers
Brooklyn, US
AN
Diterjemahkan oleh Annisa Nurul Aziza
Jakarta, ID
Penelitian Menyimpulkan Manusia Bisa Horni Saat Berduka
Foto ilustrasi oleh Sergi Escribano via Getty

Kehilangan orang yang dicintai untuk selama-lamanya sangatlah menyedihkan. Duka yang teramat dalam membuat siapapun enggan beraktivitas. Oleh karena itu, betapa mengejutkan ketika ada segelintir orang yang malah horni ketika berkabung.

Premis meningkatnya dorongan seks saat meratapi kepergian orang terkasih rasanya tak pantas dibicarakan, sehingga jarang sekali ada penelitian peer-review yang mengangkat topik ini. (Satu-satunya studi tentang horni akibat berduka hanya berfokus pada “sexual bereavement” atau “kehilangan seksual”, yang menunjukkan bahwa mereka yang ditinggal pasangan hidupnya tak sekadar merindukan orang itu, tetapi juga hubungan intim bersamanya.)

Iklan

Terapis dan peneliti seks mengatakan ingin berhubungan seks setelah pasangan meninggal sangatlah wajar. "Kamu hanya ingin mengisi kekosongan," kata seksolog klinis dan pendidik seksualitas Patti Britton kepada Mel Magazine pada 2018. “Alasannya karena kamu kehilangan semacam perasaan kedekatan atau keintiman. Kamu jadi merasakan peningkatan libido biar tak merasa kosong."

Ucapannya masuk akal. Masa berkabung membuat orang merasa harus melakukan apa saja⁠ untuk menghilangkan kesedihan. Bahkan jika artinya mesti bersetubuh dengan orang lain supaya “lebih hidup."

Berhubungan intim juga mampu berperan sebagai distraksi dari patah hati saat berduka. “Tubuh kita merasa sakit [setelah ditinggal mati], dan berhubungan seks bisa mendorong sistem dopamin,” Helen Fisher, antropolog biologi dan peneliti senior di Kinsey Institute, memberi tahu VICE. “Segala rangsangan alat kelamin mendorong kerja dopamin pada otak, yang menghasilkan perasaan optimis, berenergi, lebih fokus dan termotivasi.” Setidaknya, menurut Fisher, aliran dopamin dapat menenangkan kita.

Pada April 2018, penulis Anjali Pinto menerangkan hal serupa dalam esainya di Washington Post. Dia menulis berhubungan seksual lima bulan setelah kematian mendadak suaminya mengalirkan “perasaan lebih baik yang membuatku lebih bahagia, bahkan ketika saya sedang kesepian.”

Selain sensasi kenikmatan dopamin, Pinto lebih lanjut menjelaskan hubungan kasual dengan orang asing juga memberikannya kendali pada masa-masa suram. “Bercinta dengan orang asing mampu mengobati kesedihan saya di saat terapi, pertemanan, liburan, menulis dan fotografi tidak dapat membantuku,” tulisnya. “Saya merasa lebih berdaya, diinginkan, dan memahami tubuh. Mereka memberikanku kontrol di saat hidupku terasa di luar kendali.”

Iklan

Pinto memperhatikan masyarakat yang terlalu mementingkan "moral" pasti memandang sebelah mata mereka-mereka yang menjalani hubungan dengan orang lain saat keadaan berduka. Apalagi kalau mereka perempuan. Hal ini masih tabu, sehingga berhubungan seks setelah ditinggal mati adalah sesuatu yang buruk.

Ditinggal mati tidak mengenakkan, terutama jika mereka pasangan hidupnya. Jadi, selama caranya tidak merusak atau merugikan orang lain, biarkanlah mereka melakukan sesukanya demi menghibur diri. Bahkan kalau bersetubuh sekalipun. Lagi pula, bukankah setiap orang berduka dengan caranya sendiri?

Follow Hannah Smothers di Twitter.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE US.